Siapa yang tidak kenal dengan bawang putih? Bumbu dapur yang memiliki nama latin Allium sativum, L. dan juga dikenal dengan nama internasional garlic ini banyak digunakan di banyak jenis masakan karena memiliki aroma dan rasa yang khas. Biasanya, bawang putih dikonsumsi (langsung atau sebagai bumbu masak) dengan cara dipotong tipis, dicincang halus, dicincang kasar atau bahkan ada yang hanya digeprek saja. Dengan cara ditumis sebentar saja, bawang putih akan memberikan aroma masakan harum yang sangat khas.
Bawang putih biasa ditanam di tanah yang bercampur pasir dan tidak cocok pada tanah yang lunak. Tanaman bawang putih merupakan tanaman terna (herbaceous) yang tumbuh berumpun dengan tinggi mencapai 30-75 cm. Batang tanaman bawang putih yang muncul di atas permukaan tanah adalah batang semu yang terdiri dari pelepah-pelepah, yang biasanya juga dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Batang ini juga memiliki aroma yang khas walaupun tidak setajam umbinya. Bawang putih ini dapat dipanen setelah berumur kurang-lebih antara 90-100 hari.
Selain sangat bermanfaat sebagai bumbu masakan, bawang putih juga sangat dikenal memiliki banyak manfaat di bidang kesehatan. Tercatat sejak 3000 tahun SM, bangsa Tionghoa sudah memanfaatkan bawang putih sebagai obat tradisional. Pada jaman itu mereka sangat percaya bahwa bawang putih dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Tidak hanya bangsa Tionghoa, pada jaman kuno pun suku pengelana (nomaden) dari daerah Asia Tengah juga sangat mempercayai bahwa bawang putih ini mempunyai manfaat yang besar dalam menjaga kesehatan. Penemuan Louis Pasteur pada abad modern (abad ke-19) tepatnya pada sekitar tahun 1858 bahwa bawang putih mempunyai sifat sebagai antibakteri. Penemuan ini merangsang keingintahuan para ilmuwan untuk terus meneliti manfaat bawang putih ini dalam bidang kesehatan. Apalagi penemuan Louis Pasteur tersebut juga didukung kuat oleh hasil penelitian Yamada dan Azama di tahun 1977 yang juga menemukan bahwa tanaman tersebut mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan antijamur. Hal ini semakin memicu dilakukannya eksplorasi terkait manfaat tanaman bawang putih ini di bidang kesehatan, salah satunya sebagai anti hiperkholesterol.
Hiperkholesterol atau sering disebut sebagai kholesterol tinggi merupakan penyakit gangguan metabolisme yang sekarang banyak menjangkiti masyarakat modern. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar kholesterol terutama LDL (low density lipoprotein) dalam darah. Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat akan dapat memacu timbulnya kondisi hiperkholesterol ini. Mamat (2010) menyatakan bahwa asupan makanan yang tinggi lemak, rendah serat serta aktivitas fisik yang rendah sangat berperan dalam munculnya kondisi ini. Gaya masyarakat modern sekarang ini yang lebih suka makan junk food, tidak suka makan sayuran maupun buah-buahan dan aktivitas fisiknya sangat rendah menyebabkan prevalensi penyakit ini terus meningkat.
Menurut WHO, dalam cakupan dunia, angka prevalensi hiperkholesterol tertinggi adalah wilayah Eropa (54%) kemudian diikuti oleh wilayah Amerika (48%). Di Indonesia, menurut catatan MONICA I (Multinational Monitoring Of Trends Determinants in Cardiovascular Disease), angka prevalensi hiperkholesterol pada wanita mencapai 13,4% dan pada pria 11,4%. Angka ini meningkat menjadi 16,2% dan 14% pada laporan MONICA II. Data yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia mencatat pada tahun 2013 penduduk dengan usia > 15 tahun yang memiliki kadar kholesterol darah total di atas normal mencapai 35,9%. Penduduk yang tinggal di kota mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di pedesaan.
Walaupun bukan merupakan penyebab utama kematian, penyakit hiperkholesterol yang secara umum tidak menunjukkan gejala klinis ini cukup berbahaya karena dapat meningkatkan resiko penyakit jantung. Timbunan lemak pada pembuluh darah akan mampu menghambat aliran darah dalam arteri sehingga akan mengganggu pasokan darah yang kaya oksigen ke dalam jantung.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa bawang putih mampu menurunkan kadar kholesterol dalam darah. Pada hewan uji telah dilaporkan bahwa bawang putih mampu meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein, sering disebut oleh masyarakat sebagai lemak baik) serta menurunkan LDL secara signifikan. Penelitian Kwon dan kawan-kawan (2003) juga menyatakan bahwa pemberian bawang putih pada hewan uji mampu menurunkan kadar kholesterol total, trigliserida, LDL dan VLDL (Very Low Density Liproprotein) serta meningkatkan kadar HDL secara signifikan.
Uji klinis pada manusia menunjukkan bahwa pemberian 5 gram bawang putih mentah sehari 2 kali selama 42 hari pada pasien hiperlipidemia mampu menurunkan kadar kholesterol total, trigliserida dan LDL dalam darah dan meningkatkan kadar HDLnya. Hasil uji klinis tersebut juga menunjukkan bahwa kadar senyawa-senyawa itu kembali seperti sediakala jika konsumsi bawang putih dihentikan. Pada uji klinis yang lain juga menunjukkan hasil yang sama. Pemberian tablet serbuk bawang putih dengan dosis 600 mg/hari selama 12 pekan pada pasien hiperlipidemia mampu menurunkan kadar kholesterol total, trigliserida dan LDL dalam darah dan meningkatkan kadar HDLny. Meskipun ada data yang menunjukkan manfaatnya, bawang putih ini juga diketahui mampu memperlama waktu penjendalan darah. Hal ini juga perlu diperhatikan bagi masyarakat yang akan menggunakan bawang putih sebagai penunjang terapi karena bisa berinteraksi dengan obat-obat antikoagulan. Bawang putih juga perlu juga dihindari oleh pasien yang akan menjalani operasi (bedah) atau pasien yang rawan pendarahan karena bawang putih berpotensi memperlama proses pendarahan.
Oleh : Dr. Indah Purwantini, M.Si., Apt. Fakultas Farmasi UGM
Daftar Pustaka
Aouadi, R.M.S., dan Nagati, K.M.D., 2000, Effect of fresh garlic (Allium sativum) on lipid metabolism in male rats, Nutrition Research 20(2), 273-280
Kementerian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar
Gadkarni JV, Joshi VD., 1991, Effect of ingestion of raw garlic on serum cholesterol, clotting time, and fibrinolytic activity in normal subjects, Journal of postgraduate Medicine.; 37(3):128-131
Mahmoodi M, Islami MR, Karam GRA. , 2006, Study of the effects of raw garlic consumption on the level of lipids and other blood biochemical factors in hyperlipidemic individuals, Pakistan journal of Pharmaceutical sciences, 19(4):295-298.
Mamat, 2010, Faktor-faktor yang berpengaruh Kadar Kolesterol HDL pada Keluarga di Indonesia (Analisis data sekunder IFLS 2007/2008), Thesis, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyaraat, UI
Sobenin IA, Andrianova IV, Demidova ON, Gorchakova TV, Orekhov AN., 2008, Lipid lowering effects of time released garlic powder tablets in double blinded placebo-controlled randomized study, Journal of Atherosclerosis and thrombosis, 15(6):334-338
WHO, 2008, Raised Cholesterol, http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/cholesterol_text/en/