Sambiloto adalah salah satu tanaman obat yang sudah dikenal luas sejak dahulu. Meskipun bukan tanaman asli Indonesia, sambiloto sudah menjadi salah satu bahan penyusun obat tradisional di Indonesia, terutama yang memiliki indikasi membantu mengatasi kencing manis. Tanaman ini diduga berasal dari India, namun telah tersebar di kawasan Asia hingga Australia, bahkan dikenal pula di Amerika Tengah.
Nama ilmiah sambiloto adalah Andrographis paniculata (Burm.f.) wall ex. Nees, termasuk dalam suku Acanthaceae. Tanaman ini umumnya tumbuh liar dan tersebar luas dari daerah pantai dengan jenis tanah berpasir hingga dataran tinggi (900 m dpl) dengan jenis tanah andosol. Merupakan tanaman terna tegak dengan tinggi 40-90 cm dengan percabangan banyak, duduk daun berlawanan, bentuk daun lanset, pangkal lancip dan pinggir daun rata. Bagian tanaman yang umum digunakan adalah bagian herba, yaitu bagian tanaman yang berada di atas tanah dan paling baik dipanen saat tanaman berbunga hingga berbuah muda.
Ciri khas tanaman ini adalah memiliki rasa pahit, begitu pahitnya hingga di Malaysia dikenal sebagai Hempedu bumi dan King of bitter. Penyebab rasa pahit ini adalah kandungan kimia utama berupa senyawa golongan diterpen lakton yang meliputi andrografolid, deoksiandrografolid, neoandrografolid dan andrografisid. Beberapa penelitian melaporkan bahwa selain senyawa diterpen lakton, aktivitas farmakologis herba ini juga disebabkan oleh senyawa fenolik dan flavonoid yang dikandungnya.
Selain sebagai penyusun ramuan obat tradisional untuk pengobatan kencing manis, secara empirik sambiloto digunakan masyarakat untuk mengatasi demam dengan dengan cara memeras daun dan air perasan digunakan untuk kompres, namun ada pula yang mengobati demam dengan cara minum air rebusannya. Untuk mengatasi gatal, masyarakat menggunakan sambiloto dengan cara menempelkan hasil tumbukan daun sambiloto. Direktorat Obat Asli Indonesia Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan bahwa menurut hasil inventarisasi di berbagai daerah di Indonesia, ternyata sambiloto digunakan masayarakat setempat untuk mengobati penyakit yang berbeda-beda. Misal di Aceh digunakan untuk mengobati asam urat, di Jambi dan Kalimantan Barat untuk menurunkan tekanan darah, di Kalimantan Timur digunakan sebagai salah satu penyusun jamu untuk mengobati gatal eksim, di Gorontalo untuk meredakan nyeri haid sedangkan di Sulawesi Selatan untuk mengobati Gondok. Hal tersebut menunjukkan bahwa sambiloto ini selain dikenal luas di berbagai daerah, juga memiliki khasiat yang bermacam-macam sehingga kemudian menarik perhatian banyak peneliti untuk menguji tanaman ini secara ilmiah. Beberapa hasil kajian aktivitas farmakologis sambiloto yang diuji secara pra klinik dan klinik adalah sebagai berikut:
- Menurunkan kadar gula darah
Uji pada tikus menunjukkan bahwa baik ekstrak etanolik sambiloto, fraksi kaya andrografolid dan andrografolid murni dapat menurunkan kadar gula darah secara signifikan. Uji klinis pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 menunjukkan bahwa pemberian serbuk sambiloto 600-1800 mg salama 12 minggu dapat meningkatkan kadar insulin dalam darah. Sambiloto dapt menurunkan kadar gula darah melalui beberapa mekanisme, yaitu :
- Menghambat kerja enzim α-amilase dan α- glukosidase, yang menyebabkan karbohidrat akan lama dimetabolisme sehingga kadar gula darah setelah makan tidak meningkat dengan cepat.
- Meningkatkan sensitivitas insulin sehingga glukosa darah cepat dimetabolisir.
- Mengontrol metabolism lipid yang tidak normal.
- Mengatasi demam dan radang (inflamasi)
Penggunaan ekstrak sambiloto untuk mengatasi demam influenza (Common cold) telah terbukti secara klinis (dengan uji double bind-placebo controlled) pada dosis 1200 mg/hari selama 5 hari. Selain untuk mengobati, ekstrak sambiloto yang dkonsumsi 400 mg/hari terbukti secara klinis mencegah terjadinya demam.
Sambiloto dikenal pula sebagai agen anti inflamasi. Terbukti dari kemampuan ekstrak tanaman ini untuk menurunkan kadar nitrit oksida yang dihasilkan oleh makrofag, dimana nitrit oksida adalah salah satu senyawa mediator inflamasi. Selain itu juga dilaporkan bahwa sambiloto mampu menghambat inflamasi miokardial pada tikus obesitas, dimana inflamasi ini diduga merupakan salah satu penyebab hipertropi kardial dan apoptosis otot jantung. Dengan demikian sambiloto baik untuk mencegah dan atau mengatasi penyakit jantung yang menyertai obesitas.
- Antibakteri
Secara in vitro, sambiloto terbukti mempunyai aktivitas penghambatan terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Sambiloto merupakan agen anti infeksi yang prospektif terhadap Bacillus subtilis, Candida albicans, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Bakteri ini dikenal sebagai bakteri virulen penyebab infeksi nosokomial yang resisten terhadap berbagai antibiotik. Sambiloto telah dikenal pula sebagai herbal yang baik untuk saluran pencernaan, utamanya karena dapat mengatasi pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium penyebab keracunan makanan. Khasiat sambiloto sebagai obat infeksi saluran pencernaan terbukti secara klinis. Pemberian serbuk sambiloto 15,6 gram/hari dapat mengatasi diare yang disebabkan oleh bakteri disentri. Laporan lain menyebutkan andrografolid dapat menyembuhkan 82 % pasien diare akut yang disebabkan infeksi bakteri.
- Antioksidan dan imunstimulan
Pada uji pra klinik sambiloto, baik ekstrak etanolik, ekstrak air, maupun andrografolid murni menunjukkan aktivitas antioksidan melalui mekanisme penghambatan peroksidasi lipid dan penangkap radikal DPPH.
Sambiloto juga menunjukkan efek imunstimulan yang ditunjukkan dengan kemampuan meningkatkan proliferasi limfosit dan produksi interleukin -2 secara in vitro. Andrografolid juga dilaporkan meningkatkan proliferasi lmfosit dan fagositosis makrofag. Ekstrak etanolik dan isolat andrografolid dilaporkan dapat meningkatkan produksi antibodi. Namun demikian, bila digunakan pada dosi tinggi (1000mg/kgBB) ekstrak air sambiloto dapat menimbulkan reaksi autoimun.
Keamanan
Karena telah digunakan secara turun temurun, herba sambiloto dapat dikatakan aman bila digunakan dengan cara yang sama dengan nenek moyang kita, yaitu ditempel, ditumbuk, diperas, dan direbus. Hal yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan adanya reaksi alergi, dimana hal ini jarang terjadi. Penggunaan sambiloto dewasa ini umumnya dalam bentuk ekstrak dan isolatnya. Untuk menguji keamanan digunakan uji toksisitas, dimana hasil uji toksisitas akut pada tikus betina menunjukkan bahwa ekstrak terstandar sambiloto tidak menunjukkan efek toksik.
Dari uraian diatas, jelas terlihat manfaat herba sambiloto yang telah terbukti secara ilmiah termasuk pula telaah keamanannya. Terdapat hal lain yang menarik yaitu bahwa sambiloto ini dapat pula dimanfaatkan untuk pakan ternak dimana penambahan herba sambiloto pada pakan ternak kambing terbukti akan menghasilkan daging kambing yang lebih tinggi kadar asam lemak tak jenuh, angka cemaran bakteri dan ketahanan terhadap oksidasi, sehingga dapat dikatakan lebih sehat dibandingkan daging kambing dengan pakan biasa. Jadi kita bias hidup sehat dengan sambiloto, baik dikonsumsi langsung maupun tidak langsung dengan mengkonsumsi hewan ternak yang diberi pakan sambiloto.
Oleh : Andayana Puspitasari Gani Fakultas Farmasi UGM
Daftar pustaka
Banerjee, M., Moulick, S., Bhattacharya, K.K., Parai, D., Chattopadhyay, S., Mukherjee, S.K., 2017. Attenuation of Pseudomonas aeruginosa quorum sensing, virulence and biofilm formation by extracts of Andrographis paniculata. Microb. Pathog. 113, 85–93. https://doi.org/10.1016/j.micpath.2017.10.023
Batkhuu, J., Hattori, K., Takano, F., Fushiya, S., Oshiman, K., Fujimiya, Y., 2002. Suppression of NO Production in Activated Macrophages in Vitro and ex Vivo by Neoandrographolide Isolated from Andrographis paniculata. Biol. Pharm. Bull. 25, 1169–1174. https://doi.org/10.1248/bpb.25.1169
Direktorat Obat asli Indonesia, 2016. sambiloto Andrographis paniculata (Burm.f.)Wall.ex Nees, The Power of Obat Asli Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.
Hossain, M.S., Urbi, Z., Sule, A., Rahman, K.M.H., Hossain, M.S., Urbi, Z., Sule, A., Rahman, K.M.H., 2014. Andrographis paniculata (Burm. f.) Wall. ex Nees: A Review of Ethnobotany, Phytochemistry, and Pharmacology, Sci. World J. 2014, 2014, 1–28. https://doi.org/10.1155/2014/274905, 10.1155/2014/274905
Hsieh, Y.-L., Shibu, M.A., Lii, C.-K., Viswanadha, V.P., Lin, Y.-L., Lai, C.-H., Chen, Y.-F., Lin, K.-H., Kuo, W.-W., Huang, C.-Y., 2016. Andrographis paniculata extract attenuates pathological cardiac hypertrophy and apoptosis in high-fat diet fed mice. J. Ethnopharmacol. 192, 170–177. https://doi.org/10.1016/j.jep.2016.07.018
Okhuarobo, A., Ehizogie Falodun, J., Erharuyi, O., Imieje, V., Falodun, A., Langer, P., 2014. Harnessing the medicinal properties of Andrographis paniculata for diseases and beyond: a review of its phytochemistry and pharmacology. Asian Pac. J. Trop. Dis. 4, 213–222. https://doi.org/10.1016/S2222-1808(14)60509-0
Singha, P.K., Roy, S., Dey, S., 2003. Antimicrobial activity of Andrographis paniculata. Fitoterapia 74, 692–694.
Tanwar, A., Chawla, R., Chakotiya, A.S., Thakur, P., Goel, R., Basu, M., Arora, R., Khan, H.A., 2016. Effect of Holarrhena antidysentrica (Ha) and Andrographis paniculata (Ap) on the biofilm formation and cell membrane integrity of opportunistic pathogen Salmonella typhimurium. Microb. Pathog. 101, 76–82. https://doi.org/10.1016/j.micpath.2016.11.001
Yusuf, A.L., Adeyemi, K.D., Roselina, K., Alimon, A.R., Goh, Y.M., Samsudin, A.A., Sazili, A.Q., 2018. Dietary supplementation of different parts of Andrographis paniculata affects the fatty acids, lipid oxidation, microbiota, and quality attributes of longissimus muscle in goats. Food Res. Int. 111, 699–707. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2018.06.015