Oleh:
Yance Anas
Mahasiswa Program Doktor Fakultas Farmasi UGM
Pendahuluan
Alkaloid adalah kelompok senyawa alami yang terdapat pada sekitar 20% tumbuhan (Ziegler dan Facchini, 2008). Senyawa alkaloid ini juga dihasilkan oleh makhluk hidup lain, seperti bakteri, jamur dan hewan. Secara alamiah, berbagai tumbuhan menghasilkan senyawa alkaloid sebagai upaya untuk perlindungan dari hewan pemakan tumbuhan dan mencegah serangan bakteri penyebab penyakit. Oleh karena itu, senyawa alkaloid ini umumnya dikenal sebagai senyawa yang berbahaya atau senyawa racun (toksik). Sampai tahun 2017, terdapat lebih dari 12.000 senyawa alkaloid yang telah berhasil diisolasi dari berbagai sumber tumbuhan obat tradisional (Roy, 2017).
Sifat toksik alami alkaloid telah dimanfaatkan oleh peneliti untuk menemukan obat baru untuk keperluan pengobatan beberapa penyakit. Beberapa senyawa alkaloid telah terbukti dapat membunuh protozoa atau bakteri penyebab penyakit, bahkan untuk menghentikan pertumbuhan dan memicu kematian sel kanker. Beberapa potensi antikanker dari senyawa alkaloid telah banyak dilaporkan, tiga diantaranya adalah vinblastin dari Catharanthus roseus, emetin dari Psychotria ipecacuanca, dan pancratistatin. Vinblastin telah digunakan selama 25 tahun terakhir dalam terapi leukemia limfoblastik akut pasien anak. Selain itu, vinblastin juga telah digunakan dalam terapi kanker payudara, kapoi’s sarcoma dan kanker testis. Laporan penelitian melaporkan emetin memiliki potensi antikanker karena senyawa alkaloid ini mampu menghambat sintesis protein dalam ribosom dan mitokondria pada beberapa kultur sel kanker. Sementara itu, pancratistatin menunjukkan efek sitotoksik pada berbagai kultur sel kanker secara in vitro. Menariknya, pancratistatin tidak toksik pada sel normal sehingga diperkirakan memiliki efek samping yang relatif ringan jika digunakan sebagai agen kemoterapi (Debnath dkk., 2018).
Temuan senyawa alkaloid sebagai antikanker telah menginspirasi para peneliti dari berbagai negara untuk mengeksplorasi khasiat obat dari senyawa alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan obat tradisional, termasuk di Indonesia. Annona muricata L atau yang dikenal dengan pohon sirsak (Gambar 1) adalah salah satu dari 600 spesies tanaman obat Indonesia yang cukup banyak diteliti. Secara tradisional, buah dan daunnya dipercaya dan telah digunakan untuk pengobatan kanker, sedangkan kulit kayu dan akarnya banyak digunakan untuk pengobatan demam malaria. Penelusuran senyawa aktif dari tanaman ini telah menghasilkan sebanyak 127 jenis senyawa (Nugraha dkk., 2019). Tulisan ini menjelaskan upaya penemuan senyawa alkaloid dari akar pohon sirsak yang tumbuh di Indonesia dan eksplorasi aktivitas farmakologinya sebagai antiplasmodium, antibakteri dan antikanker. Penemuan senyawa alkaloid tersebut dilakukan dan dilaporkan oleh Nugraha dkk. (2019).
Gambar 1. (A) Sirsak (Annona muricata L.); gambaran daun (B), bunga (C) dan buah (D) sirsak (Moghadamtousi dkk., 2015)
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pemilihan akar untuk penemuan senyawa alkaloid dilakukan berdasarkan penggunakan empiris dari kulit akar pohon sirsak untuk mengobati malaria. Senyawa aktif yang diisolasi adalah senyawa alkaloid dan semula akan diuji khasiatnya sebagai antibakteri untuk mengobati berbagai penyakit infeksi dan antiplasmodium untuk pengobatan malaria. Hal ini disebabkan karena sifat toksik alami dari senyawa alkaloid ini pada mikroorganisme, protozoa dan sel. Serbuk kering akar pohon sirsak dimaserasi (direndam) dengan metanol dan selanjutnya difraksinasi sehingga diperoleh ekstrak metanol dan fraksi alkaloid. Senyawa alkaloid selanjutnya dipisahkan dari fraksi alkaloid, diisolasi, dimurnikan dan ditentukan struktur kimianya. Dalam penelitian tersebut, Nugraha dkk. (2019) berhasil mendapatkan lima alkaloid dari akar pohon sirsak yang terdiri dari: (+)-coclaurine (1), (+)-reticuline (2), argentinine (3), atherosperminine (4) dan (+)-xylopine (5). Dalam penelitian tersebut, argentinine (3) dilaporkan pertama kali berhasil ditemukan dari akar pohon sirsak. Sementara itu, empat alkaloid lainnya telah banyak ditemukan pada berbagai spesies Annona lainnya, seperti Annona montana.
Khasiat farmakologi ekstrak metanol dan fraksi alkaloid yang didapatkan selanjutnya dibuktikan melalui uji antiplasmodium terhadap Plasmodium falciparum dan antibakteri terhadap Erchecia coli, Klaibsella pneumonia, Acinebacter baumannii, Pseudomonoas aureginosa, dan Methisillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) secara in vitro. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ekstrak dan fraksi alkaloid tersebut tidak aktif sebagai antiplasmodium dan memiliki efek antibakteri yang lemah secara in vitro. Daya hambat minimal (MIC) terhadap semua bakteri yang diuji > 32 μg/ml. Oleh karena itu, penapisan aktivitas farmakologi kelima alkaloid tersebut dialihkan pada potensinya sebagai antikankernya melalui uji sitotoksisitas secara in vitro menggunakan kultur sel kanker. Tiga macam kultur sel kanker yang digunakan adalah sel kanker leukemia manusia (HL 60 leukemia cell line), sel kanker paru-paru (A549 lung cancer cell line) dan sel kanker hati (HepG2 liver cancer cell line). Hasil uji sitotoksik menyimpulkan bahwa (+)-coclaurine (1), (+)-reticuline (2) relatif tidak toksik pada ketiga kultur sel kanker karena memiliki nilai IC50 > 300 μM, serta memiliki sifat sukar larut dalam pelarut netral. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa (+)-xylopine (5) mamiliki efek sitotoksik (dapat membunuh sel kanker) yang paling kuat dengan rentang IC50 berkisar antara 20 – 80 μM. Oleh karena itu, (+)-xylopine memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai kandidat antikanker baru dari akar pohon sirsak.
Hasil kajian dari beberapa laporan penelitian diperoleh hasil bahwa (+)-xylopine (Gambar 3) merupakan senyawa alkaloid isoquinolin dengan efek farmakologi yang cukup banyak, termasuk potensi khasiatnya sebagai antikanker. Sebelumnya, (+)-xylopine juga telah berhasil ditemukan pada kulit batang Xylopia laevigata yang tumbuh di Brazil dan senyawa alkaloid ini sangat potensial dikembangkan sebagai sumber alkaloid sitotoksik. (+)-xylopine menunjukkan aktivitas sitotoksik yang kuat (IC50: 1,87-4,08 μg/ml) pada berbagai kultur sel kanker, seperti pada sel B16-F10 (mouse melanoma), HepG2 (human carsinoma hepatocellular), K562 (human chronic myelocytic leukemia) dan HL-60 (human promyelocytic leukomia) secara in vitro. Perlakuan (+)-xylopine mengakibatkan terhentinya fase G2/M siklus sel yang mengakibatkan hambatan pada pertumbuhan sel HepG2. Selain itu, senyawa alkaloid ini mengakibatkan kematian sel HepG2 karena kondensasi kromatin dan pecahnya inti sel (Menezes dkk., 2016). (+)-xylopine juga mengakibatkan kematian sel pada HCT 116 cell line (human colon carcinoma) melalui jalur p53-independent (Santos dkk., 2017).
Gambar 3. Struktur kimia (+)-xylopine, alkaloid aktif dari akar pohon sirsak (Nugraha dkk., 2019)
Hasil temuan dari berbagai literatur lainnya menyimpulkan bahwa (+)-xylopine juga berpotensi dikembangkan sebagai antivirus influenza H1N1, antidiabetes dan anti-Alzheimer’s. Hasil penelitian melaporkan bahwa xylopin dapat penghambat aktivitas enzim neuroamidase dan aglutinasi sel darah merah. Kedua aktivitas farmakologi yang dimiliki xylopine tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengobatan infeksi virus influenza H1N1. Hasil uji in silico dengan menggunakan pendekatan molecular docking membuktikan bahwa xylopine mampu berikatan dengan protein H1 dan N1 virus H1N1 (Chang dkk., 2011). Damayanti dkk. (2016) juga berhasil memprediksi efek antidiabetes xylopine melalui pengujian secara in silico. Xylopine dapat berikatan protein FOXO1 (forkhead box protein O1) dan selanjutnya diprediksi dapat menghambat aktivitas protein ini dalam mengaktifkan transkripsi gen CHOP yang terlibat dalam kematian sel β-pancreas penderita diabetes mellitus. Penghambatan aktivitas protein ini juga dilaporkan dapat menekan pemecahan protein dan lemak menjadi glukosa (glukoneogenesis) dan mencegah differensiasi sel β-pancreas menjadi embryonic progenitor cell secara in vitro. Differensiasi ini akan mengakibatkan penurunan sintesis insulin dan protein glukosa transporter (GLUT). Skrining potensi efek farmakologi xylopine sebagai anti-alzheimer juga telah dilaporkan oleh Galarce-Bustos dkk. (2019). Dengan menggunakan teknik high-performance thin-layer chromatography (HP-TLC)-bioassay-mass spectrometry (MS), (+)-xylopin dari bubur kulit buah dan biji Annona cerimola Mill. dapat menghambat aktivitas enzim asetilkolin esterase. Penghambatan aktivitas enzim ini akan meningkatkan jumlah asetilkolin pada celah sinaptik dalam otak dan selanjutnya akan meningkatkan neurotransmisi neurotransmitter tersebut sehingga akan memperbaiki gejala penurunan ingatan dan fungsi otak pasien Alzheimer’s.
Kesimpulan
Lima senyawa alkaloid telah berhasil ditemukan dan diidentifikasi oleh Nugraha dkk. (2019) dari akar pohon sirsak yang tumbuh di Indonesia. Dari kelima alkaloid tersebut, (+)-xylopine memiliki potensi efek antikanker yang kuat pada tiga kultur sel kanker yang digunakan. Selain sebagai antikanker, (+)-xylopine juga berpotensi dikembangkan lebih lanjut untuk pengobatan beberapa penyakit lainnya, seperti diabetes mellitus, infeksi virus influenza H1N1 dan penyakit alzheimer’s. Oleh karena itu, efikasi dan keamanan (+)-xylopine sebagai kandidat obat memerlukan berbagai penelitian lanjutan, baik melalui uji in vitro, in vivo dan uji keamanan atau uji toksisitas.
Daftar Pustaka
Chang, S.-S., Huang, H.-J., dan Chen, C.Y.-C., 2011. Two Birds with One Stone? Possible Dual-Targeting H1N1 Inhibitors from Traditional Chinese Medicine. PLoS Compu Biol., 7(12): e1002315.
Damayanti, D.S., Utomo, D.H., dan Kusuma, C., 2016. Revealing the Potency of Annona muricata Leaves Extract as FOXO1 Inhibitor for Diabetes Mellitus Treatment through Computational Study. In Silico Pharmacol., 5(1): 3.
Debnath, B., Singh, W.S., Das, M., Goswami, S., Singh, M.K., Maiti, D., dkk., 2018. Role of Plant Alkaloids on Human Health: A Review of Biological Activities. Material Today Chemistry, 9: 56–72.
Galarce-Bustos, O., Pavón, J., Henríquez-Aedo, K., dan Aranda, M., 2019. Detection and Identification of Acetylcholinesterase Inhibitors in Annona cherimola Mill. by Effect-Directed Analysis Using Thin-Layer Chromatography-Bioassay-Mass Spectrometry. Phytochem Anal., 30(6): 679–686.
Menezes, L.R.A., Costa, C.O.D.S., Rodrigues, A.C.B. da C., Santo, F.R. do E., Nepel, A., Dutra, L.M., dkk., 2016. Cytotoxic Alkaloids from the Stem of Xylopia laevigata. Molecules. 21(7): 890.
Moghadamtousi, S.Z., Fadaeinasab, M., Nikzad, S., Mohan, G., Ali, H.M., dan Kadir, H.A., 2015. Annona muricata (Annonaceae): A Review of Its Traditional Uses, Isolated Acetogenins and Biological Activities. Int J Mol Sci., 16(7): 15625–15658.
Nugraha, A.S., Haritakun, R., Lambert, J.M., Dillon, C.T., dan Keller, P.A., 2019. Alkaloids from the Root of Indonesian Annona muricata L. J Nat Prod Res., 2019: 1–9.
Roy, A., 2017. A Review on The Alkaloids an Important Therapeutic Compound from Plants. IJPB, 3(2): 1–9.
Santos, L. de S., Silva, V.R., Menezes, L.R.A., Soares, M.B.P., Costa, E.V., dan Bezerra, D.P., 2017. Xylopine Induces Oxidative Stress and Causes G2/M Phase Arrest, Triggering Caspase-Mediated Apoptosis by p53-Independent Pathway in HCT116 Cells. Oxid Med Cell Longev. 2017(2017): 7126872.
Ziegler, J. dan Facchini, P.J., 2008. Alkaloid Biosynthesis: Metabolism and Trafficking. Annu Rev Plant Biol. 2008(59): 735–769.