Oleh : Dwi Koko Pratoko*
*Mahasiswa Program Doktor Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi UGM
*Fakultas Farmasi Universitas Jember
Bila mendengar ‘pakis sayur”, banyak diantara kita yang tidak mengetahui apa itu pakis sayur, tak sedikit pula yang tidak mengetahui pemanfaatan dari tumbuhan ini. Bahkan di kalangan para ilmuwan penemuan obat, tumbuhan ini menjadi salah satu yang “terabaikan” bila dibandingkan tumbuhan tingkat tinggi. Untuk mengenal lebih dekat tumbuhan ini, kali ini akan kita ulas lebih dalam mengenai apa itu pakis sayur, kandungan fitokimia serta potensi dari tumbuhan ini.
Gambar 1. Tumbuhan pakis Sayur (Diplazium esculentum)
Sumber : http://libnts.avrdc.org.tw/fulltext_pdf/ebook1/10-21 vegetable fern.pdf
Pakis sayur yang juga dikenal sebagai paku sayur merupakan jenis paku-pakuan (Pteridophyta) yang oleh masyarakat Indonesia dimanfaatkan sebagai salah satu bahan makanan. Masyarakat Indonesia banyak memanfaatkan tumbuhan ini baik dari bahan segarnya sebagai lalapan, maupun dalam bentuk masakan (dimasak) seperti gulai pakis, cah pakis, dan sayur pakis lainnya. Tak sedikit yang memanfaatkan tumbuhan ini sebagai tanaman hias di rumah maupun di acara pernikahan.
Tumbuhan yang memiliki nama latin Diplazium esculentum ini merupakan tumbuhan asli di daerah tropis dan subtropis benua Asia, yang kemudian tersebar di kawasan Afrika dan Amerika Utara. Namun karena tumbuhan ini menghasilkan spora dalam jumlah yang sangat besar sehingga lolos dari budidaya dan dengan mudah menyebar dan menjadi invasif di beberapa negara di benua Amerika dan Australia. Dimana kita dapat menemukan pakis sayur ini? Bila ditinjau dari habitat yang telah dilaporkan, tumbuhan ini tumbuh subur di tepian sungai, daerah berawa, atau di daerah tebing atau bebukitan dengan kisaran ketinggian hingga 2.300 mdpl [1].
- esculentum dianggap sebagai pakis paling penting yang dapat dimakan di seluruh dunia. Nama ‘esculentum‘ berasal dari bahasa Latin untuk ‘dapat dimakan’ atau edible, mengacu pada penggunaannya sebagai sumber makanan [2,3]. Nutrisi dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh terkandung dalam tumbuhan paku sayur ini. Beberapa kandungan zat nutrisi yang terkandung antara lain lipida, protein, karbohidrat, vitamin, serat, dan mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), zat besi (Fe), tembaga (Cu) dan mineral lainnya [4]. Keberadaan senyawa mikro dan makro
inilah yang menjadikan pakis sayur menjadi salah satu pangan fungsional yang memiliki prospek untuk dikembangkan.
Pemanfaatan secara tradisional untuk kesehatan dari pakis sayur ini dilaporkan dilakukan di banyak negara Asia dan Afrika, antara lain Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Filipina, Malaysia, Vietnam, Jepang, Nepal dan Nigeria. Pakis sayur dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional berbagai penyakit seperti penyakit gula darah, asma, diare, rematik, cacar, disentri, sakit kepala, demam, luka, nyeri, campak, darah tinggi, sembelit, oligospermia, patah tulang, pembengkakan kelenjar, dan penyakit terkait kulit. Selain itu tumbuhan ini dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dibuat sup untuk menjaga kesehatan tubuh [2]. Bagian tumbuhan yang digunakan pada pengobatan maupun pemeliharaan kesehatan yaitu bagian daun, bagian aerial, daun muda (kuncup), rhizoma maupun keseluruhan tumbuhan. Hampir tidak ada bagian yang tidak termanfaatkan dari tumbuhan ini.
Secara tradisional, pakis sayur ini banyak digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit karena adanya senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan penelitian yang sudah dilaporkan, golongan senyawa fitokimia yang terkandung dalam D. esculentum antara lain alkaloid, flavonoid, glikosida, fenolik, tanin, terpenoid, dan steroid. Senyawa yang terkandung dalam pakis sayur dapat diklasifikasikan menjadi dua (2) yaitu minyak dan non-minyak. Senyawa yang tergolong minyak antara lain minyak atsiri (β-pinene, α-pinene, caryophyllene oxide, sabinene, dan 1,8-cineole) dan non-minyak atsiri (α-tocopherol (vitamin E), α-linolenic acid (ALA), diisobutyl phthalate, phytol, dan 10,12-hexadecadien-1-ol). Sedangkan senyawa yang termasuk dalam non minyak antara lain ascorbic acid (vitamin C), eriodictyol 5- O-methyl ether 7-O-β-D-xylosyigalactoside, quercetin, pterosin, ptaquiloside, hopan-triterpene lactone, lutein, (2R)-3-(4′ -hydroxyphenyl) lactic acid, trans-cinnamic acid, protocatechuic acid, rutin, tiga ecdysteroids (amarasterone A1, makisterone C, dan ponasterone A), pentadecanoic acid, β-sitosterol, neophytadiene, dan methyl palmitate [5-9].
Pakis sayur memiliki potensi dalam mengobati maupun mencegah penyakit berdasarkan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan. Beberapa aktivitas biologis potensial yang dimiliki oleh pakis sayur ini antara lain sebagai aktivitas antioksidan, antiinflamasi, antidiabetes, dan imunomodulator [4]. Pakis sayur dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang cukup baik dengan berbagai ,metode pengujian antioksidan. Hal ini berkorelasi dengan kandungan total fenolat (26.8–57.2 mg GAE/g) maupun total flavonoid (90,6–144,5 mg QE/g) yang relatif tinggi [10]. Berdasarkan hal tersebut pakis sayur dapat dianggap sebagai antioksidan alami yang menangkal radikal bebas dan dapat membantu dalam pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit. Pakis sayur ini juga berpotensi dalam pengobatan antidiabetes, sebagaimana dilaporkan bahwa ekstrak pakis sayur menunjukkan aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase dan α-amilase yang relatif tinggi [11]. Penghambatan enzim α-glukosidase dan α-amilase, yang terlibat dalam pencernaan karbohidrat, dapat secara signifikan mengurangi peningkatan glukosa darah postprandial (setelah makan) dan oleh karena itu dapat menjadi strategi penting dalam pengelolaan kadar glukosa darah pada diabetes tipe 2.
Pakis sayur juga dilaporkan memiliki potensi sebagai imunomodulator, dimana telah dievaluasi aktivitas imunosupresif dan hemolisis pada tikus [12]. Selain itu ekstrak rebusan pakis sayur dapat mempengaruhi beberapa respon imun bawaan dan yang diperantarai sel dengan memodulasi tingkat sitokin Th1 dan Th2 [13]. Berdasarkan hal tersebut pakis sayur dapat bertindak sebagai agen imunosupresif, sehingga pakis sayur ini berpotensi untuk meningkatkan sistem imun dan berpotensi mencegah penyakit yang berkaitan dengan sistem imun. Pada pengujian antiinflamasi pada ekstrak etanol pakis sayur menunjukkan aktivitas antiinflamasi pada edema kaki belakang >70% (125 mg/kg b.w ) [14]. Dalam penelitian lain, dilaporkan pakis sayur memiliki aktivitas analgesik berdasarkan pengujian analgesik metode geliat pada tikus yang diinduksi asam asetat [15]. Berdasarkan pengujian ini pakis sayur berpotensi untuk pengobatan nyeri, dan penyakit penyakit yang berkaitan dengan mediator inflamasi (sitokin).
Berdasarkan penggunaan tradisional, nutrasetika, fitokimia, dan studi farmakologis yang telah dijabarkan, maka pakis sayur menjadi tumbuhan yang berpotensi untuk dapat dieksplorasi lebih lanjut terutama oleh peneliti di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan megabiodiversitas kedua setelah Brazil dan pakis sayur menjadi salah satu tumbuhan yang melimpah di Indonesia. Maka, mengingat sangat berpotensinya tumbuhan ini, maka tidak bisa ”diabaikan” begitu saja keberadaan maupun pemanfaatannya. Didukung fakta bahwa pakis sayur merupakan salah satu spesies pakis liar yang paling penting dan populer di Asia.
Pustaka
- https://www.cabi.org/isc/datasheet/93234022. tanggal akses: 19 Desember 2021
- Useful Tropical Plants, 2020. Useful tropical plants database. In: Useful tropical plants database : K Fern. http://tropical.theferns.info/. tanggal akses: 19 Desember 2021
- World Flora Online, 2020. World Flora Online. In: World Flora Online : World Flora Online Consortium. http://www.worldfloraonline.org. tanggal akses: 19 Desember 2021
- Prabhakar Semwal, Sakshi Painuli, Kartik M. Painuli, Gizem Antika, Tugba Boyunegmez Tumer, Ashish Thapliyal, William N. Setzer, Miquel Martorell, Mohammed M. Alshehri, Yasaman Taheri, Sevgi Durna Daştan, Seyed Abdulmajid Ayatollahi, Anka Trajkovska Petkoska, Javad Sharifi-Rad, William C. Cho, “Diplazium esculentum (Retz.) Sw.: Ethnomedicinal, Phytochemical, and Pharmacological Overview of the Himalayan Ferns”, Oxidative Medicine and Cellular Longevity, vol. 2021, Article ID 1917890, 2021. https://doi.org/10.1155/2021/1917890
- Essien, R. Ascrizzi, and G. Flamini, “Characterization of volatile compounds of Diplazium esculentum,” Chemistry of Natural Compounds, vol. 55, no. 5, pp. 958-959. 2019.
- Naik, V. K. Maurya, V. Kumar, V. Kumar, S. Upadhyay, and S. Gupta, “Phytochemical analysis of Diplazium esculentum reveals the presence of medically important components,” Current Nutrition & Food Science, vol. 17, no. 2, pp. 210–215, 2021.
- H. Miean and S. Mohamed, “Flavonoid (myricetin, quercetin, kaempferol, luteolin, and apigenin) content of edible tropical plants,” Journal of Agricultural and Food Chemistry, vol. 49, no. 6, pp. 3106–3112, 2001
- Somvanshi, D. Lauren, B. Smith et al., “Estimation of the fern toxin, ptaquiloside, in certain Indian ferns other than bracken,” Current Science, vol. 102, no. 12, pp. 1547–1552, 2006
- Watanabe, T. Miyashita, and H. P. Devkota, “Phenolic compounds and ecdysteroids of Diplazium esculentum (Retz.) Sw. (Athyriaceae) from Japan and their chemotaxonomic significance,” Biochemical Systematics and Ecology, vol. 94, article 104211, 2021
- Amna and V. Mardina, “Antioxidant activity of methanol extract of Diplazium esculentum (Retz.) Sw. leaves collected from Aceh,” in IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, Volume 725, 3rd Nommensen International Conference on Technology and Engineering 2019 (3rd NICTE), p. 012082, Indonesia, July 2019.
- Tabiano and Y. Deliman, “In vitro inhibitory activity of Atuna racemosa, Euphorbia hirta and Diplazium esculentum juices against α-amylase and α-glucosidase,” International Seminar on Science and Technology, vol. 2014, p. 89, 2014
- Roy, S. Tamang, P. Dey, and T. K. Chaudhuri, “Assessment of the immunosuppressive and hemolytic activities of an edible fern, Diplazium esculentum,” Immunopharmacology and Immunotoxicology, vol. 35, no. 3, pp. 365–372, 2013.
- Roy and T. K. Chaudhuri, “Assessment of Th1 and Th2 cytokine modulatory activity of an edible fern, Diplazium esculentum,” Food and Agricultural Immunology, vol. 26, no. 5, pp. 690–702, 2015.
- Zaini, A. Biworo, and K. Anwar, “Uji efek antiinflamasi ekstrak etanol herba lampasau (Diplazium esculentum Swartz) terhadap mencit jantan yang diinduksi karageninΛ,” Jurnal Pharmascience, vol. 3, 2017.
- Muhammad, M. A. Hussain, I. Jantan, and S. N. A. Bukhari, “Mimosa pudica L., a high-value medicinal plant as a source of bioactives for pharmaceuticals,” Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, vol. 15, no. 2, pp. 303–315, 2016.