Oleh : Fitrawan Hernuza Pribadi*
*Mahasiswa Program Doktor Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi UGM
Kondisi ancaman untuk kesehatan pada beberapa waktu ini memberikan dampak yang cukup signifikan pada masyarakat. Kondisi tersebut mempengaruhi masyarakat dalam berbagai sisi dan tidak mengenal usia, jenis kelamin, agama, maupun status ekonomi. Penurunan kondisi kesehatan masyarakat menyebabkan berkurangnya produktivitas yang biasa dilakukan rutin sehari-sehari semisal bekerja, belajar, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan yang mudah dan bisa dilakukan oleh masyarakat, sehingga produktivitas masyarakat kembali normal, dan derajat kesehatan masyarakat meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam pemeliharan kesehatan terutama pemanfaatan bahan alam yaitu pemanfaatan kulit jeruk nipis sebagai daya tahan tubuh.
Penggunaan kulit jeruk nipis merupakan pilihan tepat karena selain kandungan sari buah jeruk nipis yang kaya akan mineral dan vitamin, ternyata kulit yang selama ini tidak digunakan, mempunyai manfaat yang baik yaitu dapat digunakan sebagai daya tahan tubuh. Pemanfaatan kulit jeruk nipis secara pengolahan juga mudah untuk dilakukan oleh masyarakat, karena kandungan aktif yang dapat diambil bersifat mudah larut air, sehingga secara teknis dapat dilakukan seperti direbus, atau direndam dengan air panas [1]. Pemanfaatan kulit jeruk nipis sekaligus mendukung pelestarian lingkungan karena dapat memanfaatkan limbah atau bahan yang terbuang untuk dapat dimanfaatkan kembali, bahkan berguna bagi kesehatan.
Gambar 1. Kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
Kandungan kimia yang terdapat dalam kulit jeruk nipis yang bersifat sebagai imunomodulator atau meningkatkan sistem daya tahan tubuh antara lain polifenol, karotenoid, minyak atsiri, dan polisakarida [2], [3]. Kandungan kimia dalam kulit jeruk nipis tersebut dapat bersifat sinergi atau saling mendukung untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Oleh karena itu, sangat disayangkan bila limbah atau bahan terbuang seperti kulit jeruk nipis terbuang sia-sia bila tidak dimanfaatkan dengan baik. Di lain sisi, pemanfaatan bahan alam yang berasal dari bahan yang tidak digunakan ternyata memiliki keunggulan sendiri dan bermanfaat untuk kesehatan.
Senyawa polifenol yang terkandung dalam kulit jeruk nipis terdiri dari golongan flavonoid, seperti rutin, apigenin, quercetin, hesperidin, dan kaempferol [4]. Golongan flanonoid tersebut merupakan senyawa yang mudah larut dalam air, terutama air panas. Penggunaan air sebagai pelarut merupakan keuntungan karena air adalah pelarut yang mudah diperoleh, aman, murah dan efektif dalam melarutkan senyawa aromatis yang memiliki banyak gugus hidroksi (OH) di strukturnya, atau sering kita dengar sebagai polifenol. Selain polifenol, kandungan minyak atsiri dalam kulit jeruk nipis juga cukup tinggi. Minyak atsiri dalam kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terdiri dari golongan monoterpen dengan komponen senyawa terbesar yaitu limonene and p-pinene. Selain kedua senyawa tersebut, terdapat senyawa lain yang termasuk dalam minyak atsiri yaitu geraniol, neral, geranial, dan citronellal. Minyak atsiri tersebut mempunyai efek antioksidan yang dapat memiliki efek imunomodulator atau mampu meningkatkan sistem daya tahan tubuh. Sedangkan untuk polisakarida dalam kulit jeruk nipis seperti pectin, selulosa dan hemiselulosa. Kandungan karotenoid dalam kulit jeruk nipis terdiri dari beberapa senyawa yaitu b caroten,dan lutein [5]. Berdasarkan kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam kulit jeruk nipis tersebut, penggunaan kulit jeruk nipis kaya akan manfaat, salah satunya dapat digunakan untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh.
Pengolahan kulit jeruk nipis dapat dilakukan dengan cara membersihkan kulit dari daging buah dengan bersih, kemudian dicuci menggunakan air hingga bersih dari kotoran. Setelah itu, kulit jeruk nipis segar dipotong kecil agar pelarut mudah membasahi seluruh permukaan kulit jeruk nipis sehingga senyawa kandungan aktif dapat tersari dengan optimal. Pelarut yang digunakan salah satunya air panas, dikarenakan keuntungan yang diberikan yaitu mudah diperoleh, aman, dan murah.
Berdasarkan penelitian terkait keamanan penggunaan kulit jeruk nipis, dilaporkan bahwa minyak atsiri yang terkandung dalam kulit jeruk nipis tidak menyebabkan efek toksik secara akut dan sub kronis secara signifikan pada dosis 100 mg/kg and 500 mg/kg berat badan hewan uji [6]. Penelitian lain menyebutkan dosis hesperidine pada dosis 1000 mg/kg berat badan hewan uji tidak menyebabkan kerusakan organ pada hewan uji [7]. Pemberian ekstrak kulit jeruk nipis sebesar 2000 mg/kg berat badan hewan uji juga tidak menyebabkan efek toksik secara akut dan sub kronis [8]. Pengujian efek toksik akut dan sub kronis pada hewan uji mempunyai tujuan untuk mendeteksi gejala ketoksikan yang mungkin muncul pada manusia dalam waktu singkat. Oleh karena itu, berdasarkan literatur diatas, penggunaan kulit jeruk nipis dapat disimpulkan aman untuk digunakan.
Beberapa senyawa kandungan aktif diatas yang terkandung dalam kulit jeruk nipis ternyata mempunyai permasalahan, salah satunya yaitu karena adanya perbedaan polaritas atau kelarutan dari masing-masing senyawa. Kelarutan polifenol dan polisakarida dapat larut mudah dalam air, namun di lain sisi, kelarutan minyak atsiri dan karotenoid sukar larut dalam air. Salah satu solusi yang dapat diberikan bila ingin mendapatkan semua senyawa kandungan aktif yang ada di kulit jeruk nipis yaitu dibuat dalam sediaan rebusan dengan air panas dengan catatan yaitu ketika merebus, wadah / panci perebusan harus dalam keadaan tertutup, agar minyak atsiri tidak menguap hilang namun terkondensasi atau mengembun ke dalam air rebusan. Air rebusan yang diperoleh dapat diminum sehari-hari dan dapat memberikan manfaat yang baik terutama dalam pemeliharaan daya tahan tubuh. Oleh karena itu, penggunaan kulit jeruk nipis dapat diaplikasikan secara mudah dan praktis oleh masyarakat yang ingin mendapatkan manfaat dari kulit jeruk nipis yang biasanya terbuang.
Daftar Pustaka
[1] P. Putnik et al., “Innovative ‘Green’ and Novel Strategies for the Extraction of Bioactive Added Value Compounds from Citrus Wastes-A Review.,” Molecules, vol. 22, no. 5, Apr. 2017, doi: 10.3390/molecules22050680.
[2] M. Anticona, J. Blesa, A. Frigola, and M. J. Esteve, “High biological value compounds extraction from citruswaste with non-conventional methods,” Foods, vol. 9, no. 6, 2020, doi: 10.3390/foods9060811.
[3] M. S. Shin, S. B. Park, and K. S. Shin, “Molecular mechanisms of immunomodulatory activity by polysaccharide isolated from the peels of Citrus unshiu,” Int. J. Biol. Macromol., vol. 112, pp. 576–583, 2018, doi: 10.1016/J.IJBIOMAC.2018.02.006.
[4] M. R. Loizzo et al., “Evaluation of Citrus aurantifolia peel and leaves extracts for their chemical composition, antioxidant and anti-cholinesterase activities,” J. Sci. Food Agric., vol. 92, no. 15, pp. 2960–2967, 2012, doi: 10.1002/jsfa.5708.
[5] F. Rey, L. Zacarías, and M. J. Rodrigo, “Carotenoids, vitamin c, and antioxidant capacity in the peel of mandarin fruit in relation to the susceptibility to chilling injury during postharvest cold storage,” Antioxidants, vol. 9, no. 12, pp. 1–21, 2020, doi: 10.3390/antiox9121296.
[6] C. K. Adokoh et al., “Chemical profile and in vivo toxicity evaluation of unripe Citrus aurantifolia essential oil.,” Toxicol. reports, vol. 6, pp. 692–702, 2019, doi: 10.1016/j.toxrep.2019.06.020.
[7] Y. Li, A. D. Kandhare, A. A. Mukherjee, and S. L. Bodhankar, “Acute and sub-chronic oral toxicity studies of hesperidin isolated from orange peel extract in Sprague Dawley rats.,” Regul. Toxicol. Pharmacol., vol. 105, pp. 77–85, Jul. 2019, doi: 10.1016/j.yrtph.2019.04.001.
[8] O. Benayad et al., “Phytochemical Profile, α-Glucosidase, and α-Amylase Inhibition Potential and Toxicity Evaluation of Extracts from Citrus aurantium (L) Peel, a Valuable By-Product from Northeastern Morocco,” Biomolecules , vol. 11, no. 11. 2021, doi: 10.3390/biom11111555.