Oleh : Triana Hertiani
Ekstraksi kandungan aktif tumbuhan dari bagian tertentu tumbuhan adalah langkah awal mengambil senyawa kimia target dan memperoleh profil kandungan kimia yang diinginkan dalam ekstrak. Tahapan ini lazim digunakan untuk memperoleh ekstrak dengan spesifikasi tertentu sebagai bahan baku produk herbal. Proses ekstraksi biasanya dilakukan dengan pelarut organik yang memiliki kriteria ideal sebagai berikut: memiliki selektivitas yang tinggi, aman (tidak toksis, tidak eksplosif dan tidak mudah terbakar), netral, mudah dipisahkan dari senyawa target, memiliki viskositas rendah, memiliki suhu didih yang rendah untuk mencegah degradasi, dan ekonomis, Di Indonesia, pelarut yang paling lazim digunakan untuk ekstraksi adalah air dan etanol maupun campuran keduanya. Pelarut organik lain lazimnya digunakan untuk proses fraksinasi atau tahapan pemisahan lebih lanjut, yang antara lain meliputi petroleum eter, n-heksan, toluen, dietil eter, klorofom, diklormetan dan etil asetat. Aspek keamanan menjadi perhatian karena adanya kekhawatiran akan efek toksis yang disebabkan oleh kontaminan baik yang dihasilkan dari proses produksi pelarut itu sendiri, maupun karena residu pelarut dalam ekstrak.
Saat ini mulai dikembangkan alternatif metode ekstraksi yang lebih ramah lingkungan atau disebut sebagai ekstraksi hijau. Ekstraksi ini dilakukan menggunakan pelarut alternatif yang memenuhi kriteria ramah lingkungan dan relatif aman bagi pengguna. Salah satu kriteria pelarut hijau adalah mudah dihasilkan melalui sintesis dengan bahan dan prosedur yang ramah lingkungan, relatif tidak berbahaya, memerlukan energi kecil dalam penanganannya, bisa didaur ulang, biodegradable dll. Air merupakan pelarut yang masuk pada kriteria hijau, tetapi memiliki keterbatasan kemampuan ekstraksi dan stabilitas ekstrak yang dihasilkan.
Salah satu pelarut yang mulai banyak dilirik sebagai pelarut hijau adalah golongan deep eutectic solvents (DES). DES adalah campuran eutektik dari dua atau tiga komponen yang saling berinteraksi dengan ikatan hidrogen, sehingga ketika dicampur pada rasio molar tertentu, akan memiliki titik didih yang lebih rendah dari masing-masing komponen (Hikmawanti dkk, 2021). NADES (Natural deep eutectic solvents) adalah adalah golongan Deep eutectic solvents (DES) yang berasal dari bahan alam. Komponen NADES umumnya adalah metabolit primer tumbuhan seperti gula, asam dan basa organik serta asam amino. NADES adalah salah satu golongan pelarut hijau yang memiliki keunggulan selain kemampuan melarutkan senyawa dengan cakupan polaritas yang luas (Kua dan Gan, 2019), dapat meningkatkan solubilitas dan bahkan bioaktivitas senyawa bahan alam yang memiliki kelarutan rendah, tidak stabil, dan bioavailabilitas yang kurang baik. Pemanfaatan NADES dapat meningkatkan stabilitas dan waktu simpan ekstrak, bahkan bisa meningkatkan bioavailabilitas ekstrak (Hikmawanti dkk, 2021).
Madu merupakan salah satu bahan yang banyak ditambahkan ke dalam sediaan obat tradisional. Selain sebagai pemanis alami, madu juga diyakini sebagai bahan aktif karena memiliki efek farmakologis yang luas mulai dari penyembuhan luka, pereda nyeri, antibakteri, memperlancar pencernaan dll. Dalam pengobatan tradisional Cina, madu juga digunakan sebagai bagian dari pemprosesan awal simplisia sebelum perebusan, selain juga digunakan sebagai eksipien dalam pembuatan sediaan pil dan electuaries (campuran madu dan serbuk herbal) (Dai dkk., 2020).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa madu juga dapat dikategorikan sebagai NADES, karena merupakan campuran berbagai senyawa, utamanya gula, tetapi memiliki karakteristik berupa cairan pada suhu kamar. Komposisi lazim dari madu adalah 60-80% campuran fruktosa dan glukosa dengan komposisi yang setara, kurang lebih 5% sukrosa dan 20% air (Dai dkk., 2020). Madu memiliki karakteristik yang unik dan mengandung senyawa fitokimia yang kompleks, selain kandungan gula. Komponen minor yang ada dalam madu menentukan efek farmakologis yang dapat dihasilkan, sebagaimana dirangkum oleh Dai dkk. (2019) bahwa komponen minor tersebut (<10%) bisa mencapai >200 jenis dan sangat tergantung dari jenis tanaman asal madu. Madu dapat mempengaruhi proses absorbsi, aktivitas famakologis dan bioavailabilitas senyawa fitokimia yang dilarutkan di dalamnya. Salah satu komponen penting dari mau adalah b-glucosidase yang merupakan enzim untuk memecah senyawa glikosida menjadi aglikon yang relatif lebih aktif secara farmakologis. Hal ini sangat menguntungkan karena selain madu dapat digunakan sebagai pelarut ekstraksi yang ramah lingkungan, madu juga dapat meningkatkan efek farmakologis dari senyawa dalam ekstrak yang dihasilkan (Phaisan dkk. 2020).
Bagaimana sesungguhnya mekanisme madu sebagai pelarut ekstraksi? Disebutkan bahwa madu dapat menembus bahan tumbuhan dan melarutkan senyawa yang berada di dalamnya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan komponen di dalamnya untuk berikatan hidrogen satu sama lain dan dengan komponen yang berada dalam bahan tumbuhan membentuk supramolekul. Viskositas yang tinggi menjadi salah satu problematika dalam penerapan NADES secara umum, dan dapat diatasi dengan melarutkan dalam sejumlah air atau menaikkan temperature (Shishov dkk, 2020). Phaisan dkk (2020) melaporkan bahwa semakin tinggi kadar airnya maka akan semakin berkurang kemampuan ekstraksinya dan tentunya ekstrak yang dihasilkan menjadi kurang stabil. Hanya saja jika viskositas terlalu tinggi juga menurunkan kecepatan transfer massa. Dalam laporannya disebutkan bahwa kandungan 10-30% madu paling efektif untuk melarutkan daidzin dari akar tumbuhan Pueraria condollea var mirifica setelah ekstraksi selama 1 jam. Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa kandungan beta glukosidase dalam madu berperanan untuk mengkonversi daidzin menjadi daidzein yang lebih lanjut meningkatkan aktivitas estrogenik ekstrak yang dihasilkan (Phaisan dkk., 2020). Madu disebutkan mengandung enzim yang juga menentukan kualitasnya (Belay dkk, 2017; Huidobro dkk., 1995).
Laporan lainnya yang menggunakan madu sebagai campuran untuk ekstraksi dengan menggunakan dekokta (rebusan) akar Astragali meningkatkan kandungan zat aktif yang terekstraksi dan sekaligus meningkatkan biavailabilitasnya. Dalam penelitian tersebut juga dilaporkan bahwa perlakuan dengan madu menekan proses dekomposisi karena panas, berupa reaksi asetilasi pada akar Astragali yang diberi madu sebelum dipanaskan, meningkatkan kelarutan senyawa aktif dan absorbsinya (Dai dkk, 2019). Secara umum kapasitas ekstraksi golongan deep eutectic solvents adalah berkorelasi dengan interaksi ikatan hidrogen yang terjadi, polaritas, viskositas dan pH (Duan dkk, 2016).
Sangat menarik mengetahui bahwa madu bukan hanya manis di lidah, bermanfaat untuk kesehatan, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas ekstrak herbal secara keseluruhan. Hal yang perlu menjadi perhatian pula bahwa kualitas madu sendiri sangat bervariasi yang menjadi tantangan penerapannya untuk meningkatkan kualitas produk herbal. Hal menarik dari hasil penelitian dari Phaisan dkk. (2020) adalah bahwa rekonstruksi NADES dengan komposisi glukosa, fruktosa dan sukrosa menyerupai madu, memiliki efektivitas yang setara untuk mengekstraksi daidzin, bahkan dalam viskositas tertentu memiliki efektivitas yang lebih besar dibandingkan 50% etanol (madu menunjukkan efektivitas yang lebih kecil). Hanya saja, kandungan enzim pada madu berkontribusi lebih dengan meningkatkan efektivitas farmakologis ekstrak yang dihasilkan.
Gambar: Azzahra Hadna
Daftar Pustaka
Belay A, Haki GD, Birringer M, Borck H, Lee Y-C, Kim K-T, Baye K, Melaku S. 2017. Enzyme activity, amino acid profiles and hydroxymethylfurfural content in Ethiopian monofloral honey. J Food Sci Technol. 54(9):2769–2778 DOI 10.1007/s13197-017-2713-6
Dai Y, Jin R, Verpoorte R, Lam W, Cheng YC, Xiao Y, Xu J, Zhang L, Qin XM, Chen S. 2020. Natural deep eutectic characteristics of honey improve the bioactivity and safety of traditional medicines. J Ethnopharmacol. 25;250:112460. doi: 10.1016/j.jep.2019.112460. Epub 2019 Dec 16. PMID: 31837415
Dai Y, Choi YH, Verpoorte R. Chapter Fourteen – Honey in traditional Chinese medicine: A guide to future applications of NADES to medicines, Editor(s): Robert Verpoorte, Geert-Jan Witkamp, Young Hae Choi, Advances in Botanical Research, Academic Press, Volume 97, 2021, Pages 361-384
Duan L, Dou LL-, Li P, Liu E-H. 2016. Comprehensive Evaluation of Deep Eutectic Solvents in Extraction of Bioactive Natural Products. ACS Sustainable Chem. Eng. 4: 2405–2411 https://doi.org/10.1021/acssuschemeng.6b00091
Hikmawanti NPE, Ramadon D, Jantan I, Mun’im A. 2021. Natural Deep Eutectic Solvents (NADES): Phytochemical Extraction Performance Enhancer for Pharmaceutical and Nutraceutical Product Development. Plants 10, 2091. https://doi.org/10.3390/ plants10102091
Huidobro JF, Santana FJ, Sanchez MP, Sancho MT, Muniategui S, Simal-Lozano J. 1995. Diastase, invertase and β-glucosidase activities in fresh honey from north-west Spain, Journal of Apicultural Research, 34:1, 39-44, DOI: 10.1080/00218839.1995.11100884
Kua YL, Gan S. 2019. Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) as a Greener Alternative for the Extraction of Hydrophilic (Polar) and Lipophilic (Non-Polar) Phytonutrients. Key Eng. Mater. 797, 20–28.
Phaisan S, Yusakul G, Nuntawong P, Sakamoto S, Putalun W, Morimoto S, Tanaka H. 2020. Honey as a solvent for the green extraction, analyses, and bioconversion of daidzin from Pueraria candollei var, mirifica root. Phcog Mag. 16:524-30
Shishov A, Pochivalov A, Nugbienyo L, Andruch V, Bulatov A. 2020. Deep eutectic solvents are not only effective extractants. Trends Anal. Chem. 129, 115956.