Jamu merupakan suatu kearifan lokal terutama bagi masyarakat Jawa. Di wilayah Yogyakakarta, hal ini diilhami dari budaya kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, kadipaten Pakualaman. Produksi jamu di Jogja masih tetap ditemukan walau dalam skala industri kecil maupun industri rumah tangga. Hal ini terlihat dari keberadaan “Jamu Ginggang” di kawasan Puro Pakualaman dan keberadaan “Jampi Asli” di kawasan Purawisata, Jl. Brigjen Katamso, Yogyakarta.
Selain Jamu Ginggang dan Jampi Asli di atas, ternyata masih banyak penjual jamu secara tradisional dijumpai di kawasan Yogyakarta terutama dalam bentuk jamu yang dijajakan (di pasar-pasar Tradisional, seperti pasar Kolombo dan pasar Kranggan); maupun di tempat-tempat yang strategis (di jalan Lempuyangan dan di kawasan Jalan Solo). Jenis jamu yang banyak diminati masyarakat (umumnya manula) antara lain: 1. jamu paitan; 2. jamu kunir asem; 3. jamu wejah; 4. jamu pegel linu; 5. pace. Frekuensi yang termasuk tinggi peminatnya adalah jamu paitan dan pace. Paitan oleh penjual jamu di lempuyangan (mbak Tri anak dari almarhumah ibu Soma Sumarto dan Bu Mila, adik ibu Soma Sumarto) dikatakan cocok bagi yang ingin menurunkan gula darah; sedangkan ramuan pace (diramu sedemikian rupa sehingga dapat meniadakan aroma kurang sedap dari buah pace yang sudah masak dimaksudkan untuk membantu penurunan tekanan darah bagi mereka yang mempunyai tekanan darah tinggi. Dari data hasil penelitian oleh mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, ternyata campuran ekstrak herba sambiloto dan daun mimba dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus yang dibuat diabetes dengan pemberian aloksan. Di samping itu, ramuan antara herba sambiloto dan daun sambung nyawa juga dapat berefek pada penurunan gula darah hewan coba. Begitu pula ramuan yang terdiri dari daun mimba dan daun sambung nyawa mempunyai dampak pada membantu penurunan gula darah dari hewan coba. Upaya standardisasi kualitas ramuan-ramuan tersebut masih diupayakan oleh tim riset di Fakultas Farmasi UGM. Bila dikaji dari aspek proses penuaan, dimana masyarakat setelah melampaui usia 30 tahun, maka mereka beresiko menderita penyakit akibat penuaan, seperti tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, kadar asam urat tinggi, dan batu ginjal.
Budaya Minum Jamu bagi usia lanjut merupakan “self health care” yang perlu dilestarikan apalagi seiring dengan perkembangan dinamika di masyarakat ada kecenderungan dituntut kerja ekstra keras sehingga waktu istirahat akan berkurang. Selain itu, saat ini terdapat kecenderungan mengkonsumsi makanan cepat saji dan juga pemenuhan gizi yang kurang seimbang. Padahal, sejak kecil merreka didiik agar memperhatikan asupan 4 sehat 5 sempurna yang merupakan dasar pemenuhan kebutuh gizi. Kecenderungan perubahan kualitas hidup kearah praktis dan efektif sangat didambakan. Namun, asupan makanan tanpa pertimbangan gizi seimbang bila dilakukan terus menerus dan berkesinambungan maka dapat menimbulkan penyakit tidak menular, misalnya: penyakit jantung koroner, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar gula darah, peningkatan kadar asam urat, dan peningkatan timbulnya radang sendi (lutut, bahu). Secara alamiah bila individu sudah mencapai usia 30 tahun (survei lain menyebutkan usia 50 tahun), pada umumnya terjadi proses penurunan keseimbangan sistem tubuh. Penurunan ini bisa drastis atau secara perlahan (bertahap). Salah satu contoh pada saat temperatur udara mengalami penurunan yang relatif drastis beberapa kelompok masyarakat mengalami gangguan pada sistem tubuhnya (mengalami batuk-batuk yang lama proses penyembuhannya walaupun sudah minum obat batuk atau sudah periksa ke Dokter).
Pelestarian minum jamu terutama yang dapat mempertahankan sistem tubuh sangat diperlukan untuk menjadi suatu kebiasaan, sekaligus upaya pelestarian budaya daerah. Menurut keyakinan masyarakat, minum jamu “paitan” dapat membantu gangguan pencernaan. Sedangkan minum ramuan jamu yang terdiri dari remasan buah pace yang dicampur dengan rimpang kunyit dapat menghilangkan aroma buah mengkudu. Fenomena penemuan campuran ini merupakan suatu kearifan lokal Yogyakarta dan masih diperlukan pengkajian ilmiah lebih lanjut untuk penjelasan sisi ilmiahnya. Walaupun demikian, hasil penelitian telah menunjukkan bahwa kombinasi jus buah mengkudu dan jus rimpang temulawak dapat memberikan efek antioksidan. Hasil publikasi lain adalah campuran jus buah mengkudu dan jus rimpang temu lawak pada hewan coba yang dibuat menderita hipertensi dapat berefek pada penurunan kadar gula darah dan bahkan dapat melindungi sel beta pankreas yang bertanggungjawab dalam produksi insulin untuk menurunkan gula darah. Ketidakseimbangan sistem tubuh salahsatunya disebabkan karena masyarakat kurang asupan makanan alami (sayur dan buah) yang bersifat antioksidan.
Oleh : Prof.Dr.phil.nat.Sudarsono Apt Dosen Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM
Kepustakaan
Billal SA Santoso, Sudarsono, Agung E.N., Yosi B Murti, 2018, Hypoglycemic Activity and
Pancreas Protection of Combination of Morinda citrifolia Linn Juice and Curcuma xanthorrhiza Roxb. Juice on Streptozotocin Induced Diabetic Rats, Indonesian Journal of Pharmacy vol 29, no.1 p.16-22
Bilal Subchan Agus Santoso, Sudarsono, Agung E.N., 2018 Synergistic Antioxidant
Activity of Mengkudu Fruit Juice (Morinda citrifolia Linn) and Temulawak Rhizome Juice (Curcuma xanthorrhiza Roxb), Proceeding of the Pakistan Academy of Science: B.life and Environmental Science, 55 (1) pp. 65-70
Komunikasi Pribadi, 2016, dengan ibu Pengrajin dan penjual Jamu (mbak Tri anak dari Ibu Soma) di kawasan Jalan Lempuyangan
Skirbekk V., 2003: Age and Individual Productivity a Literature Survey. MPIDR Working Paper WP 2003-028