Oleh: Dr. Sylvia UT. Pratiwi, M.Si
Beras yang merupakan biji tanaman padi (Oryza sativa) adalah makanan pokok bagi mayoritas rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia paling sering mengkonsumsi beras putih. Selain beras putih, terdapat varian beras berpigmen lainnyam yaitu beras merah, beras cokelat, dan beras hitam. Beras hitam telah dikonsumsi sejak ribuan tahun lalu oleh keluarga kerajaan Tiongkok. Para bangsawan Tiongkok menganggap beras hitam dapat memperpanjang usia sehingga dijadikan sebagai bahan makanan pokok bagi para bangsawan dan keturunannya, dan rakyat jelata dilarang untuk mengkonsumsinya, sehingga beras hitam dikenal sebagai beras kekaisaran (Imperial rice) dan beras terlarang (Forbidden rice). Beras hitam mencakup banyak varietas beras berpigmen gelap, termasuk beras ungu, beras hitam Japonica, beras hitam Cina, beras hitam Thailand, dan beras hitam Indonesia. Beras hitam mulai banyak dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat di Asia sejak sekitar tahun 1990-an [1-3].
Gambar 1. Beras hitam.
Sumber gambar: dokumen pribadi
Menurut penelitian dari Jeng dkk [4], modifikasi beras putih menjadi beras berpigmen terjadi melalui mutasi spontan dan mutasi yang diinduksi secara kimia. Pigmentasi biji padi dikendalikan oleh tiga jenis gen yaitu Ra, Rc dan Rd. Gen Ra mengontrol pericarp ungu, dengan warna ungu dominan di atas warna putih. Gen Rc tanpa gen Rd akan menghasilkan pericarp warna coklat. Gen Rd sendiri tidak menghasilkan pigmen, tetapi pericarp warna merah dapat dihasilkan ketika kedua gen Rc dan Rd disilangkan.
Beras hitam memiliki warna hitam pekat dan biasanya berubah menjadi ungu pekat saat dimasak. Warna ungu gelapnya terutama karena kandungan antosianinnya yang lebih tinggi dari berat biji-bijian berwarna lainnya termasuk blueberry [3]. Beras hitam diketahui memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik dibanding varian beras lainnya. Beras hitam mengandung nutrisi makro seperti karbohidrat dan protein, dan nutrisi mikro seperti vitamin dan mineral yang lebih tinggi daripada beras putih. Beras hitam dianggap sebagai sumber serat yang baik, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan kandungan nutrisi beras putih, cokelat, merah dan hitam.
Per 100 gram beras | |||
Varian beras | Serat | Protein | Zat Besi |
Beras hitam | 4.9 g | 8.5 g | 3.5 g |
Beras Cokelat | 2.8 g | 7.9 g | 2.2 g |
Beras Merah | 2.0 g | 7.0 g | 5.5 g |
Beras Putih | 0.6 g | 6.8 g | 1.2 g |
Sumber data: Anonim [5].
Serat yang dikandung beras hitam merangsang kerja usus dan mencegah sembelit [6]. Beras hitam juga merupakan sumber protein. Beras hitam juga diketahui bebas gluten, bebas kolesterol, rendah gula, garam dan lemak. Selain itu terdapat kandungan senyawa bioaktif lainnya termasuk asam amino esensial, lipid fungsional, vitamin, mineral, antosianin, senyawa fenolik, γ-oryzanol, tokoferol, tokotrienol, pitosterol, dan asam fitat. Kandungan mineral beras hitam seperti Fe, Zn, Mn, dan P juga diketahui lebih tinggi dibanding beras putih [7, 8].
Manfaat mengkonsumsi beras hitam
Mencegah stress oksidatif
Beras hitam diketahui kaya akan kandungan antosianin, pigmen yang memberi warna hitam keunguan pada beras. Pigmen ini diketahui memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi dan antikanker yang kuat [9]. Aktivitas antioksidan dari antosianin beras hitam diketahui lebih tinggi dibanding aktivitas antioksidan antosianin pada buah blueberry [8]. Senyawa antioksidan dapat melindungi sel dari radikal bebas dari luar tubuh ataupun akibat proses metabolisme dari dalam tubuh yang menyebabkan stress oksidatif yang
dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa kondisi kronis, termasuk penyakit jantung, stroke, Alzheimer, dan beberapa bentuk kanker tertentu.
Mengendalikan kolesterol dan menjaga kesehatan jantung
Konsumsi antosianin dapat meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL), yang biasa dikenal sebagai kolesterol baik, dan menurunkan konsentrasi Low Density Lipoprotein (LDL) yang biasa dikenal sebagai kolesterol jahat [10]. Kandungan tokotrienol yang juga merupakan senyawa antioksidan pada beras hitam diketahui mampu menurunkan kandungan LDL dengan cara menghambat kerja enzim hati yaitu beta-hydroxy-beta-methylglutaryl coenzymeA (HMG-CoA) reductase, sehingga rutin mengkonsumsi beras hitam dapat membantu meningkatkan kesehatan jantung, mencegah stroke dan penyakit lain yang disebabkan oleh tingginya kadar kolesterol dalam tubuh [11].
Mencegah diabetes
Penelitian menunjukkan bahwa tingginya konsumsi beras putih menyebabkan peningkatan risiko diabetes tipe 2 secara signifikan [12]. Menurut Meng dkk [13] beras hitam dianggap lebih menyehatkan untuk dikonsumsi dibanding beras putih. Hal ini disebabkan karena senyawa fenolik yang terkadung dalam beras hitam dipercaya dapat menghambat aktivitas enzim alfa-glukosidase usus dan enzim alfa-amilase pankreas, yang ditunjukkan oleh kadar glukosa darah pada 1-2 jam setelah makan yang lebih rendah dibanding saat mengkonsumsi beras putih. Hal ini dapat menurunkan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit metabolisme lainnya termasuk obesitas, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia.
Mencegah konstipasi (sembelit) dan menurunkan berat badan
Kandungan serat yang tinggi dalam beras hitam mampu mengoptimalkan pergerakan usus, sehingga pada akhirnya akan memperlancar buang air besar dan menurunkan resiko konstipasi (sembelit). Kandungan serat yang tinggi juga bermanfaat dalam membantu menunda rasa lapar, sehingga dapat dimanfaatkan dalam diet untuk menurunkan berat badan [14].
Detoksifikasi alami tubuh
Kandungan antioksidan beras hitam dapat membantu hati membuang zat berbahaya dari tubuh, sehingga terhindar dari penumpukan racun yang bisa memicu penyakit. Antosianin juga dapat mengurangi penyimpanan lemak di hati, mengembalikan struktur dan fungsi hati normal, serta membantu regenerasi sel hati yang sehat. Efektivitas beras hitam dalam mengobati perlemakan hati telah diuji pada tikus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari ekstrak beras hitam dapat mengatur metabolisme asam lemak dan mengurangi kadar trigliserida dan kolesterol total, sehingga mengurangi risiko perlemakan hati [15].
Mencegah kanker
Penelitian Hui dkk [16] menunjukkan aktivitas antosianin dari beras hitam dalam menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram dengan tujuan untuk menghilangkan sel yang tidak diinginkan dan mengurangi jumlah sel yang terlalu banyak) dan menekan angiogenesis (proses pembentukan pembuluh darah baru dalam tubuh manusia, dan merupakan proses yang berperan penting dalam pembentukan sel tumor) sel kanker payudara.
Meningkatkan fungsi otak
antosianin pada beras hitam juga memiliki efek menguntungkan untuk meningkatkan fungsi otak yaitu membantu mengurangi gangguan memori dan mengurangi risiko penyakit alzheimer, demensia, dan depresi. Sebuah studi klinis oleh Varadinova dkk [17] menemukan bahwa antosianin efektif dalam meningkatkan fungsi belajar dan memori pada tikus yang menderita defisit estrogen. Sebuah penelitian lain yang dilakukan selama enam tahun terhadap 16.000 orang dewasa menemukan bahwa konsumsi jangka panjang makanan kaya antosianin dapat memperlambat laju penurunan kognitif hingga 2,5 tahun [18]. Konsumsi beras hitam membantu meningkatkan daya ingat dan mencegah penuaan dini otak.
Bahan makanan bebas gluten
Beberapa orang sensitif terhadap protein gluten dalam produk makanan. Alergi gluten dapat menimbulkan banyak gejala tidak nyaman seperti sembelit, diare, kembung, dan risiko tinggi terkena sindrom usus bocor. Beras hitam bebas gluten sehingga aman dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari oleh orang yang sensitif atau alergi terhadap gluten untuk memenuhi kebutuhan protein dan serat harian mereka [19].
Mengobati asma
Antosianin yang ditemukan dalam beras hitam diketahui efektif dalam mengobati asma. Penelitian pada hewan coba tikus oleh Park dkk. [20] menemukan bahwa antosianin dapat mengobati dan mencegah asma dengan mengurangi peradangan pada saluran udara dan hipersekresi lendir yang terkait dengan gangguan pernapasan.
Untuk kesehatan mata
Antosianin yang ditemukan dalam beras hitam telah lama dikenal meningkatkan penglihatan. Sebuah studi yang dilakukan pada tikus sebagai hewan uji menemukan bahwa antosianidin yang diekstraksi dari beras hitam sangat efektif dalam mencegah dan mengurangi kerusakan retina yang disebabkan oleh lampu fluoresen [21].
Daftar Pusataka
1. Samyor D, Das AB, Deka SC. Pigmented Rice A Potential Source of Bioactive Compounds: A Review, Food Sci Tech. 2017. 52(5): 1073-1081.
2. Oikawa H, Maeda T, Oguchi T, Yamaguchi N, Tanabe K, Yano ME, et al., The Birth of A Black Rice Gene and Its Local Spread by Introgression. The Plant Cell. 2015. 27: 2401-2414.
3. Haliwell B, Aeschbach R, Loliger J, Auroma OI. Food Chem Toxicol. 1995. 33: 601-617.
4. Jeng TL, Lai CC, Ho PT, Shih YJ, Sung, JM. Agronomic, Molecular and Antioxidative Characterization of Red-and Purple-Pericarp Rice (Oryza Sativa L.) Mutants in Taiwan. Journal of Cereal Science. 2012. 56 (2): 425-431.
5. Anonim. Manfaat beras Hitam untuk Kesehatan. Sehatq. Kementerian Kesehatan Republic Indonesia. [internet]. 2018. Tersedia online: https://www.sehatq.com/artikel/manfaat-beras-hitam-untuk-kesehatan, tanggal akses 15 Juli 2020.
6. Marlett JA, McBurney MI, Slavin JL. Position of the American Dietetic Association: Health Implications of Dietary Fiber. Journal of the American Dietetic Association. 2002. 102 (7): 993-1000.
7. OECD, Organization for Economic Co-operation and Development. Environment, Health and Safety Publications Series on The Safety of Novel Foods and Feeds. In Consensus Document on Compositional Considerations for New Varieties of Rice (Oryza sativa): Key Food and Feed Nutrients and Anti-Nutrients. [Internet]. 2014. Tersedia on line: http://www.oecd.org/officialdocuments/publicdisplaydocumentpdf/?cote=env/jm/mono(2016)38&doclanguage=en. Tanggal akses: 15 Juli 2020.
8. Ichikawa H, Ichiyanagi T, Xu B, Yoshii Y, Nakajima M, Konishi T. Antioxidant Activity of Antosianin Extract from Purple Black Rice. J Med Food. 2001. 4(4):211-218.
9. Tanaka J, Nakamura S, Tsuruma K, Shimazawa M, Shimoda H, Hara H. Purple Rice (Oryza Sativa L.) Extract and Its Constituents Inhibit VEGF-Induced Angiogenesis. Phytotherapy Research. 2012. 26 (2): 214-222
10. Zhu Y, Huang X, Zhang Y, Wang Y, Liu Y, Sun R, et al., Antosianin Supplementation Improves HDL-Associated Paraoxonase 1 Activity and Enhances Cholesterol Efflux Capacity in Subjects with Hypercholesterolemia. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2014. Volume 99(2): 561–569.
11. Qureshi AA, Sami SA, Salser WA, Khan FA. Dose-Dependent Suppression of Serum Cholesterol by Tocotrienol-Rich Fraction (TRF25) of Rice Bran In Hypercholesterolemic Humans. Atherosclerosis. 2002;161(1):199-207. doi:10.1016/s0021-9150(01)00619-0
12. Soriguer F, Colomo N, Olveira G, García-Fuentes, E., Esteva, I., de Adana, M.S.R., et al., White Rice Consumption and Risk of Type 2 Diabetes. Clin Nutr. 2013. 32(3):481-484.
14. Anderson JW, Baird P, Davis RH Jr, Ferreri S, Knudtson M, Koraym A, et al., Health Benefits of Dietary Fiber. Nutr Rev. 2009. 67(4):188-205.
15. Jang HH, Park MY, Kim HW, Lee YM, Hwang AK, Park JH, et al., Black Rice (Oryza sativa L.) Extract Attenuates Hepatic Steatosis in C57BL/6 J Mice Fed A High-Fat Diet Via Fatty Acid Oxidation. Nutr Metab (Lond). 2012. 9(1):27.
16. Hui C, Bin Y, Xiaoping Y, Long Y, Chunye C, Mantian M, et al., Anticancer Activities of An Antosianin-Rich Extract from Black Rice Against Breast Cancer Cells In Vitro and In Vivo. Nutr Cancer. 2010. 62(8):1128-1136.
17. Varadinova MG, Docheva-Drenska DI, Boyadjieva NI. Effects of Antosianins on Learning and Memory of Ovariectomized Rats. Menopause. 2009. 16(2):345-349.
18. Devore EE, Kang JH, Breteler MM, Grodstein F. Dietary Intakes of Berries and Flavonoids in Relation to Cognitive Decline. Annals of Neurology. 2012. 72(1): 135-143.
19. Croitoru C, Mureșan C, Turturică M, Stănciuc N, Andronoiu DG, Dumitrașcu L, et al., Improvement of Quality Properties and Shelf Life Stability of New Formulated Muffins Based on Black Rice. Molecules (Basel, Switzerland. 2018. 23(11): 3047.
20. Park SJ, Shin WH, Seo JW, Kim EJ. Antosianins Inhibit Airway Inflammation and Hyperresponsiveness In A Murine Asthma Model. Food and Chemical Toxicology. 2007. 45(8): 1459-1467.