Penulis
Niken Nur Widyakusuma dan Fivy Kurniawati
Banyak masyarakat yang tidak ingin menggunakan obat hipertensi karena alasan khawatir terhadap efek samping obat antihipertensi. Pada penggunaan obat dalam jangka waktu yang panjang, banyak pula yang enggan untuk minum obat antihipertensi secara rutin/terus menerus. Ada beberapa informasi negatif yang diyakini oleh masyarakat mengenai pengobatan hipertensi. Padahal, informasi tersebut tidak sepenuhnya benar. Beberapa informasi yang diyakini tersebut di antaranya:
- Jika rutin minum obat hipertensi, ginjal akan rusak.
Keyakinan ini kurang tepat, karena sebenarnya yang perlu diwaspadai adalah tekanan darah yang tidak terkontrol. Tekanan darah yang tidak terkontrol justru akan membahayakan ginjal, otak, mata, jantung, saraf, dan menimbulkan komplikasi penyakit. Oleh karena itu, minum obat antihipertensi secara rutin tetap diperlukan. Memang ada beberapa risiko efek samping obat seperti pembengkakan pada kaki atau tekanan darah yang terlalu rendah, namun minum obat antihipertensi dengan rutin tetap lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan resiko efek sampingnya (yang belum tentu terjadi pada setiap orang). - Tekanan darah saya sudah normal, tidak perlu lagi minum obat hipertensi.
Keyakinan ini belum tentu benar, karena bisa saja tekanan darah seseorang normal karena bantuan obat. Jika obat dihentikan, belum tentu tekanan darah terkendali normal, apalagi jika pasien kemudian enggan memeriksa tekanan darahnya karena menganggap sudah normal. Penghentian obat sebaiknya dilakukan atas saran dokter, dan monitoring terhadap tekanan darah sebaiknya tetap rutin dilakukan. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya tetap rutin memeriksakan tekanan darahnya untuk memastikan apakah tekanan darahnya normal atau tidak. - Saya sudah minum obat tradisional, atau orang-orang menyarankan minum obat herbal saja, sehingga tidak perlu obat antihipertensi.
Keyakinan ini kurang tepat, karena penggunaan obat herbal belum tentu lebih manjur atau lebih aman dibandingkan obat sintetis/obbat dari dokter. Penelitian mengenai efektivitas dan keamanan obat herbal belum banyak diketahui. Penelitian mengenai interaksi obat herbal dengan obat sintetik pun belum banyak diketahui, sehingga jika masyarakat menggunakan obat herbal untuk mengatasi hipertensinya, sebaiknya memberikan jeda waktu setidaknya 2 jam sesuai dengan waktu pengosongan lambung. Penggunaan obat dari dokter harus tetap rutin diminum, dan sampaikan dengan jelas kepada dokter saat kontrol rutin tentang obat herbal apa yang diminum dan seberapa banyak obat yang diminum. Penggunaan obat tradisional yang berlebihan pun tidak baik bagi ginjal atau tubuh, sehingga sebaiknya tetap dikonsultasikan kepada dokter. - Minum obat antihipertensi terus menerus itu merepotkan (harus meluangkan waktu periksa, atau menunggu ada yang mengantar) atau menyulitkan (tidak ada yang membelikan atau mengambilkan obat).
Keyakinan ini dapat muncul karena pasien belum memprioritaskan kesehatan tekanan darahnya, atau karena tidak merasakan risiko/kerugian saat tekanan darah tidak terkontrol. Jika pasien merasa tidak dapat atau tidak perlu minum obat karena kurangnya bantuan dari keluarga/pendamping, maka diskusi dengan keluarga diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan mencari solusi bersama supaya obat hipertensi dapat terus menerus diminum sesuai aturan pakai. Jika obat sudah hampir habis, maka harus diperhatikan kapan jadwal periksa selanjutnya supaya penderita bisa mendapatkan obat antihipertensi yang mencukupi jumlahnya. - Dulu tekanan darah saya sudah baik (sekarang juga pasti baik).
Banyak pasien yang merasa tekanan darahnya sudah baik lalu tidak ingin memeriksakan kembali tekanan darahnya, sehingga tidak merasa perlu minum obat. Padahal, seiring pertambahan usia, pembuluh darah memang cenderung semakin kaku sehingga tekanan darah cenderung naik. Jika tidak mengetahui tekanan darahnya maka pasien tidak merasa perlu minum obat hipertensi. Padahal, hipertensi tidak bergejala. Jika tidak rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah (padahal sebenarnya terdapat kenaikan tekanan darah) maka hal ini dapat berbahaya dan “tiba-tiba” fatal. - Obat hipertensi diminum hanya jika pusing/ada gejala. Jika tidak merasakan gejala, maka saya tidak perlu minum obat.
Keyakinan ini juga kurang tepat, karena hipertensi sangat sering tidak bergejala. Jika tidak rutin minum obat antihipertensi setiap hari, dikhawatirkan tekanan darah tidak terkontrol dan tiba-tiba sudah parah baru terasa gejalanya, lalu memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan saat sudah terlambat. Kejadian-kejadian seperti inilah yang menyebabkan hipertensi dijuluki “the silent killer”. - Minum obat harus setelah makan.
Beberapa orang memahami bahwa jika belum makan nasi, kita tidak dapat minum obat. Maka, jika makan nasi tidak teratur, minum obat juga tidak dapat teratur. Keyakinan ini tentu kurang tepat, karena beberapa obat justru disarankan untuk diminum pada saat perut kosong (sebelum makan nasi) untuk mengoptimalkan efek kerja obat. Oleh karena itu, masyarakat perlu memperhatikan aturan pakai obat dengan cermat, dan tidak menunda-nunda minum obat antihipertensi jika memang sudah saatnya minum obat.
Demikian beberapa informasi yang biasanya membuat enggan penderita hipertensi untuk minum obat antihipertensi secara rutin dan terus menerus. Tentu sebaiknya Anda mengkonsultasikan kepada dokter mengenai pengobatan hipertensi Anda, supaya dapat menjalani pengobatan dengan aman dan nyaman.
Referensi:
Widyakusuma NN, Suryawati S, Wiedyaningsih C, Probosuseno. What Do Seniors Believe About Medication Adherence? A Qualitative Study Among Seniors with Chronic Conditions in Yogyakarta, Indonesia. Patient Prefer Adherence. 2023 Jun 8;17:1381-1392. doi: 10.2147/PPA.S412981. PMID: 37312872; PMCID: PMC10259584.