Universitas Gadjah Mada Kanal Pengetahuan Farmasi
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Obat Alami untuk Indonesia
  • page. 6
Arsip:

Obat Alami untuk Indonesia

Kelor, Tanaman Ajaib Kaya Manfaat

Obat Alami untuk Indonesia Monday, 7 December 2020

Penulis: Dr. Sylvia UT. Pratiwi, M.Si

Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM.

Email: sylvia_pratiwi@ugm.ac.id

 

Tanaman kelor (Moringa oleifera) telah banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai salah satu sumber sayur mayur. Tanaman ini berasal dari daerah tropis dan subtopris di Himalaya India, dan tersebar di berbagai negara di Afrika, Asia Tenggara termasuk Indonesia, hingga Amerika Latin.  Kelor dikenal sebagai spesies tanaman yang paling bernilai secara ekonomi. Tanaman ini disebut juga sebagai miracle tree, tree for life, atau amazing tree (pohon ajaib) dikarenakan khasiatnya yang begitu besar. Di Indonesia tanaman kelor dikenal dengan nama yang berbeda di setiap daerah,  diantaranya  kelor  (Jawa,  Sunda,  Bali,  Lampung), maronggih (Madura), moltong (Flores), keloro (Bugis), ongge (Bima), murong  atau  barunggai  (Sumatera)  dan  hau  fo  (Timor) [1].

Tanaman kelor dapat tumbuh berupa semak atau pohon dengan tinggi mencapai hingga 12 m dengan diameter batang mencapai 30 cm. Kayunya merupakan jenis kayu lunak dengan kualitas rendah. Daun tanaman kelor memiliki karakteristik bersirip tak sempurna, berukuran kecil dengan panjang 1-3 cm dan lebar 4 mm- 1 cm, berwarna hijau sampai hijau kecokelatan, berbentuk bulat telur, berujung daun tumpul, pangkal daun membulat, dengan tepi daun rata. Kulit akar berasa dan berbau tajam dan pedas, dari dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus, tetapi terang dan melintang. Tidak keras, bentuk tidak beraturan, permukaan luar kulit agak licin, permukaan dalam agak berserabut, bagian kayu warna cokelat muda, atau krem berserabut, sebagian besar terpisah. Bunga kelor muncul sepanjang tahun, berwarna putih kekuning – kuningan, dengan tudung pelepah bunga berwarna hijau, dan bunga beraroma semerbak tahun. Buah kelor berbentuk segitiga memanjang yang disebut kelentang. Akar kelor tidak keras, bentuk tidak beraturan, dengan permukaan luar kulit agak licin, permukaan dalam agak berserabut, bagian kayu warna cokelat muda, atau krem berserabut. Kulit akar berasa dan beraroma tajam dan pedas, dengan bagian dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus, tetapi terang dan melintang [2-4].

Menurut Integrated Taxonomic Information System, ITIS [5] klasifikasi tanaman kelor adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledoneae

Ordo : Brassicales

Familia : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies :  Moringa oleifera Lam.

      Gambar 1. Daun dan serbuk daun kelor. Sumber: shutterstock.

 

Gambar 2. Pohon kelor. Sumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRmGUI9WWEYhFdHzB_I6jCBhQ8aNdeCsnzU_A&usqp=CAU

Kelor diketahui memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi. Nutrisi yang terkandung di dalam tanaman kelor bervariasi tergantung lingkungan tempat tumbuh, metode budidaya, dan latar belakang genetik. Tanaman kelor ini kaya akan asam fosfor, asam folat, β-karoten dan asam glutamat. Tanaman kelor juga merupakan sumber fitosterol yang baik seperti sitosterol, kampesterol dan stigmasterol yang dapat meningkatkan produksi estrogen. Kadar vitamin A, C, dan E yang tinggi terdapat pada daun kelor. Vitamin A memainkan peran kunci dalam penglihatan, kekebalan, pertumbuhan sel dan diferensiasi dan reproduksi. Vitamin C dan Vitamin E membantu perlindungan terhadap radikal bebas sehingga berfungsi sebagai sumber antioksidan yang baik. Selain itu, tanaman kelor memiliki kandungan terpenoid, antrakuinon dan glikosida yang tinggi. Batang, biji, daun dan bunga masing-masing memiliki kandungan asam amino 30%, 44% dan 31%. Asam oleat, linoleat dan linolenat terdapat pada 76% dalam minyak biji kelor yang sebanding dengan minyak zaitun [6]. Penelitian oleh Patel et al. [7] menunjukkan bahwa tanaman kelor memiliki kandungan fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, karbohidrat, glikosida, protein, saponin, tanin, terpenoid dan antrakuinon. Daun kelor diketahui merupakan sumber fenolat, isotiosianat (ITC), dan glukosinolat [8], mineral, tokoferol, karotenoid, asam lemak tak jenuh ganda, asam askorbat, dan folat [9].

Dari penelitian yang telah dilakukan, tanaman kelor diketahui mampu meningkatkan sejumlah besar fungsi biologis seperti antiinflamasi, antikanker, hepatoprotektif, serta neuroprotektif. Beberapa penelitian juga menemukan manfaat tanaman kelor sebagai anti mikroba, antidiabetes, anti-rheumatoid arthritis, anti-atheroskeloris, anti-infertilitas, pereda nyeri, anti-depresi, serta juga dalam regulasi (pengaturan) diuretic dan tiroid [10].

Isotiosianat (ITC), yang diketahui sebagai senyawa antikanker yang kuat, terdapat secara alami dalam bentuk prekursornya yaitu glukosinolat dan dijumpai di seluruh bagian tumbuhan kelor [11]. Allyl isothiocyanates (AITC) mampu menghambat pertumbuhan sel kanker prostat [12]). Isothiocyanates benzyl (BITC) juga diketahui mampu menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram) secara in vitro terhadap sel kanker ovarian (Bose, 2007). BITC juga diketahui mampu menghambat pertumbuhan sel kanker pankreas BxPC-3 secara signifikan dengan IC50 sebesar  8 μM [13].

Kandungan Isotiosianat juga diketahui bertanggungjawab pada aktivitas antiinflamasi kelor. Penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan kemampuan kelor dalam mengurangi peradangan pada hewan uji tikus, dan juga membantu mengurangi obesitas, insulin, dan kolesterol [15].

Aktivitas antimikroba ekstrak dari berbagai bagian tanaman kelor telah diteliti. Senyawa lektin larut air yang diisolasi dari ekstrak biji kelor diketahui mampu menghambat pertumbuhan dan pertahanan diri dari beberapa mikroba pathogen yang diujikan yaitu Bacillus sp., Pseudomonas fluorescens dan Serratia mercescens [16]. Ekstrak akar kelor diketahui juga mengandung senyawa pterygospermin yang merupakan antibakteri dan antijamur kuat [17]. Senyawa 4- (β-D-glucopyranosyl-1 → 4-α-L-rhamnopyranosyloxy) -benzyl thiocarboxamide menunjukkan aktivitas antibakteri  terhadap Shigella dysenteriae, Escherichia coli dan Salmonella [18].

Gambar 3. Manfaat Kelor bagi Kesehatan. Sumber gambar: https://seputargk.id/inilah-aneka-manfaat-daun-kelor/.

Gambar 4. Perbandingan kandungan gizi tanaman kelor dengan bahan makanan lain. Sumber: https://issuu.com/treesforlifeusa/docs/moringa_book_en

Tabel 1. Kandungan asam amino dalam100 gram daun kelor [19].


 

Tabel 2. Kandungan Vitamin dalam 100 gr daun kelor [19].

Senyawa polifenol yang banyak dikandung tanaman kelor memiliki aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif yang sangat kuat.  Dari penelitian Sinha et al. [20] diketahui bahwa pemberian ekstrak daun kelor terhadap hewan uji tikus mampu mengembalikan kadar glutation (GSH) dan mencegah peroksidasi lipid di hati. Efek hepatoprotektif ini diduga disebabkan oleh senyawa asam askorbat dan fenol (katekin, epikatekin, asam ferulat, asam elagik, dan mirsetin) melalui penangkapan radikal bebas. Aktivitas antioksidan yang tinggi dari kelor juga memungkinkan tanaman ini memiliki kemampuan neuroprotektif. Penelitian terhadap mencit menunjukkan bahwa ekstrak daun eklor mampu melindungi terhadap kerusakan otak dan stress oksidatif yang merupakan faktor utama pada penyakit-penyakit degenerative seperti Alzehimer, Parkinson, penyakit Huntington, dan amyotrophic lateral sclerosis (ALS) [21]. Beberapa penelitian menemukan bahwa daun kelor dapat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan efektivitas kerja hormon insulin, sehingga dapat mencegah diabetes dan terjadinya resistensi insulin. Senyawa N-benzyl thiocarbamates, N-benzyl carbamates, and benzyl nitriles yang banyak ditemukan di ekstrak methanol serbuk buah kelor diketahui mampu memicu pengeluaran insulin dari sel beta pancreas tikus uji, menekan aktivitas siklooksigenase dan menghambat peroksidasi lipid, sehingga dengan pemberian ekstrak kelor dapat meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan kapasitas antioksidan total dan meningkatkan toleransi imun [22].

Pemanfaatan daun kelor dapat dilakukan dengan memanfaatkan daunnya sebagai sayur mayur, atau sebagai minuman seduhan. Daun kelor juga dapat diserbuk dan dikonsumsi sebagai campuran jus buah, smoothies, atau ditaburkan ke atas makanan. Dengan adanya kandungan senyawa yang sangat bervariasi serta tinggi nutrisi tersebut maka tanaman kelor sangat baik untuk dikonsumsi untuk pencegahan atau pengobatan serangkaian penyakit kronis.

Daftar Pustaka

1. Isnan W, Nurhaedah M. Ragam Manfaat Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lamk.) Bagi Masyarakat. Info Teknis EBONI. 2017. 14(1): 63-75.

2. Roloff A, Weisgerber H, Lang U, Stimm B. Moringa oleifera Lam., 1785. In: Stimm B, eds. Enzyklopädie der Holzgewächse, Handbuch und Atlas der Dendrologie. 2009. USDA Forest Service, Research & Development 1601 North Kent Street, Arlington: 1- 8.

3. Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti E. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. 2007. Modul e-Learning ENBP. Departemen Ilmu & Teknologi Pangan-Fateta-IPB.

4. Cancer Chemoprevention Research Center, CCRC. Kelor (Moringa oleifera L.). 2014. tersedia online: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/en/?page_id=2363#4, tanggal akses: 16 November 2020.

5. Integrated Taxonomic Information System ITIS. Moringa oleifera. 2020. tersedia online: https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=503874#null, tanggal akses: 15 Mei 2020.

6. Tiloke C, Anand K, Gengan RM, Chuturgoon AA. Moringa oleifera and Their Phytonanoparticles: Potential Antiproliferative Agents Against Cancer. Biomedicine and Pharmacotheraphy. 2018. 108 (457-466).

7. Patel P, Patel N, Patel D, Desai S, Mesram D. Phytochemical Analysis and Antifungal Activity of Moringa oleifera. Int J Pharm Pharm Sci. 2014. 6(5): 144-147.

8. Amaglo NK, Deng J, Bennett RN, Curto RBL, Rosac EAS, Domínguez-Perlesc R, Turcod VL, Guiffridad A, Curtod AL, Creae F. Profiling Selected Phytochemicals And Nutrients in Different Tissues of The Multipurpose Tree Moringa oleifera L., Grown in Ghana. Food Chem. 2010. 122:1047–1054.

9. Saini R K, Sivanesan I, Keum YS. Phytochemicals of Moringa oleifera: A Review of Their Nutritional, Therapeutic And Industrial Significance. 3 Biotech. 2016. 6(2): 203.

10. Kou X, Li B, Olayanju JB, Drake JM, Chen N. Nutraceutical or Pharmacological Potential of Moringa oleifera Lam. Nutrients. 2018. 10: 343

11. Fahey JW, Wade K, Stephenson KK, Shi Y, Liu H, Panjwani AA, Warrick CR, Olson ME. A Strategy to Deliver Precise Oral Doses of The Glucosinolates or Isothiocyanates from Moringa oleifera Leaves for Use in Clinical Studies. Nutrients. 2019. 11:1547.

12. Xiao D, Srivastava SK, Lew KL, Zeng Y, Hershberger P, Johnson CS, Trump DL, Singh SV. Allyl Isothiocyanate, A Constituent of Cruciferous Vegetables, Inhibits Proliferation of Human Prostate Cancer Cells by Causing G2/M Arrest and Inducing Apoptosis. Carcinogenesis. 2003. 24: 891–897.

13. Bose CK, Possible Role of Moringa Oleifera L. Root in Epithelial Ovarian Cancer. Med Gen Med. 2007. 9(1): 26.

14. Srivastava SK, Singh SV. Cell cycle Arrest, Apoptosis Induction and Inhibition of Nuclear Factor Kappa B Activation in Antiproliverative Activity of Benzyl Isothiocyanate against Human Pancreatic Cancer Cells. Carcinogenesis. 2004. 25(9): 1701-1709.

15. Minaiyan M, Asghari G, Taheri D, Saeidi M, Nasr-Esfahani S. Anti-inflammatory effect of Moringa oleifera Lam. Seeds on Acetic Acid-Induced Acute Colitis in Rats. Avicenna J. Phytomed. 2014. 4: 127–136.

16. Moura MC, Napoleao TH, Coriolano MC, Paiva PM, Figueiredo RC, Coelho LC. Water-Soluble Moringa oleifera Lectin Interferes with Growth, Survival and Cell Permeability of Corrosive and Pathogenic Bacteria. J Appl Microbiol. 2015. 119: 666–676.

17. Ruckmani, K.; Kavimani, S.; Anandan, R.; Jaykar, B. Effect of Moringa oleifera Lam. on Paracetamol Induced Hepatoxicity. Indian J Pharm Sci. 1998. 6: 33–35.

18. Wang L, Chen X, Wu A. Mini Review on Antimicrobial Activity and Bioactive Compounds of Moringa oleifera. Med Chem. 2016. 6:578-82.

19. Dhakar RC, Maurya SD. Moringa: The Herbal Gold to Combat Malnutrition. Chronicles of Young Scientist. 2011. 2(3): 119-125.

20. Sinha M, Das DK, Datta S, Ghosh S, Dey S. Amelioration of Ionizing Radiation Induced Lipid Peroxidation in Mouse Liver by Moringa oleifera Lam. Leaf Extract. Indian J Exp Biol. 2012. 50: 209–215.

21. Finkel T, Holbrook NJ. Oxidants, Oxidative Stress and The Biology of Ageing. Nature. 2000. 408: 239–247.

22. Tuorkey, M.J. Effects of Moringa oleifera Aqueous Leaf Extract in Alloxan Induced Diabetic Mice. Interv Med Appl Sci. 2016. 8: 109–117.

Daya Tarik Penggunaan Tanaman Untuk Pengobatan

Obat Alami untuk Indonesia Wednesday, 22 July 2020

<a href=”http://www.freepik.com”>Designed by macrovector / Freepik</a>

Oleh : Prof. Dr. Wahyono, SU., Apt

           Penggunaan tanaman sebagai obat telah lama dikenal oleh masyarakat dengan latar belakang sejarah dan budaja yang berbeda. Tidak dapat dipungkiri bahwa tanaman obat sudah sangat membantu di dalam bidang kesehatan baik sebelum ditemukan obat-obat modern hingga sampai saat ini. Sudah lama masyarakat Indonesia memanfaatkan tanaman obat untuk meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan kesehatan (rehabilitatif), pencegahan penyakit (preventif) serta penyembuhan (kuratif). Penggunaan jamu (obat tradisional Indonesia) sudah tidak asing lagi dan selalu dikaitkan dengan tanaman obat, meskipun sebetulnya jamu dapat berasal juga dari bahan mineral maupun dari hewan. Ada beberapa macam formula jamu yang terkenal di Indonesia misalnya cabe puyang untuk obat rematik, daun ketepeng untuk kurap, beras kencur untuk penyegar, daun jambu biji muda untuk diare, daun saga obat sariawan serta biji kedawung untuk mulas (Anonim, 1996). Jaman dahulu demikian terkenalnya jamu untuk menjaga kesehatan hingga setiap rumah tersedia botekan yang berupa wadah atau almari yang terdiri dari beberapa slorokan-slorokan yang masing-masing berisi simplisia (bagian kering dari tanaman) yang berbeda. Untuk membuat jamu godog tinggal mengambil simplisia yang diperlukan kemudian diberi air secukupnya dan direbus. Campuran simplisia tersebut direbus berkali-kali sampai airnya tidak berasa pahit lagi (Sutrisno, 1996).

Produk-produk bahan alami asing sudah banyak yang terdaftar di Indonesia, sebagai suplemen makanan. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa semakin banyaknya produk obat bahan alami asing yang masuk ke Indonesia merupakan ancaman bagi industri obat bahan alami nasional. Untuk menghadapi ancaman tersebut, tidak ada jalan lain Indonesia harus membangun komitmen nasional yang kuat, sehingga segala potensi yang ada dapat dikelola secara profesional untuk mencapai tujuan bersama secara nasional guna meningkatkan daya saing produk dan industri nasional di bidang obat bahan alami  (Ritiasa, 2004).  

Penggunaan tanaman untuk obat mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik tersebut antara lain bahwa penggunaan tanaman obat selain murah, juga lebih alami dari pada obat sintetik. Namun perlu dicatat bahwa penggunaan tanaman obat tersebut tidak sepenuhnya terlepas dari efek samping. Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa penelitian tanaman obat masih sangat sedikit, terutama yang menyangkut cara penggunaan agar tepat takarannya. Penelitian-penelitian yang bertujuan untuk memperkecil risiko bahaya, harus selalu dilakukan dalam rangka untuk memperbesar manfaat yang diperoleh. Alasan lain untuk menggunakan tanaman obat karena adanya banyak pilihan dan kebebasan. Ketika seorang berjuang melawan penyakitnya, beberapa pilihan yang diberikan kepada obat modern tidak begitu menarik (seperti pengobatan yang mahal dan menyakitkan, dan peluang tipis untuk sembuh), hal ini berbeda dengan obat dari tanaman yang mempunyai banyak pilihan serta mempunyai daya tarik psikologis (Spinella, 2005).

          Orang menggunakan rebusan dari tanaman obat (jamu godog) untuk tujuan pengobatan sangat beralasan, karena tidak hanya senyawa-senyawa yang sangat polar (larut air) saja yang larut namun senyawa-senyawa yang seharusnya tidak larut di airpun dapat ikut larut. Hal ini terjadi karena ada senyawa-senyawa lain yang membantu melarutkannya (Samuellson, 1999; Mills and Bone, 2000). Sebagai contoh adalah senyawa kubebin yang merupakan senyawa utama dalam buah kemukus (Piper cubeba). Senyawa ini dalam keadaan murni tidak dapat larut dalam air panas meskipun sudah direbus. Namun apabila kita membuat jamu godog yang komposisinya hanya buah kemukus saja, maka keberadaan dari kubebin dapat terdeteksi dalam air rebusan tersebut. Ini berarti ada senyawa lain yang membantu melarutkan kubebin di air panas tersebut (Wahyono et al., 2006). Tentunya contoh diatas berlaku juga untuk senyawa-senyawa berkhasiat lainnya yang berada bersama-sama di dalam tanaman.

Sistem kesehatan Nasional maupun Kebijaksanaan Obat Nasional menyatakan bahwa obat tradisional yang ternyata berdaya guna dan berhasil guna serta diterima oleh masyarakat perlu dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan. Dengan demikian maka penggunaan dalam pelayanan kesehatan diupayakan sedemikian rupa sehingga menjadi aman, berkhasiat dan bermutu, artinya secara medis harus dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian penggalian, penelitian, pengujian dan pengembangan jamu hingga dapat diterima secara medis harus ditingkatkan. Suatu produk obat tradisional sebelum diedarkan di pasaran harus memenuhi persyaratan mutu yaitu manjur (efficacy), aman (safety), dan dapat diterima (acceptable). Meskipun demikian, baik produsen maupun pemerintah tidak dapat menjamin secara mutlak mutu suatu produk obat herbal yang ada dipasaran, sehingga dapat difahami kalau ada produk herbal yang ditarik dari peredaran.

Bagaimana kita dapat mengetahui tanaman obat itu berkhasiat. Dari prilaku hewan dapat dijadikan contoh asal-muasal pemakaian tanaman untuk obat. Satu kelompok simpanse di Tanzania diketahui menggunakan obat dari tanaman genus  Aspilia untuk pengobatannya. Simpanse menelan daun tanpa mengunyahnya sehingga mereka memakannya bukan karena rasanya. Mereka tidak mendapat nutrisi yang nyata dari tumbuhan tersebut, jadi pertanyaannya, mengapa mereka memakannya? Jawabannya terdapat pada kandungan kimia dalam tanaman tersebut yang bernama thiarubine-A, dengan khasiat membunuh parasit dan mikroorganisme pada saluran pencernakan. Simpanse yang sengaja makan tumbuhan tersebut nampak bebas dari suatu masalah. Dengan demikian simpanse secara naluri melakukan hal tersebut demi kesehatan dan kenyamanan seperti yang pernah dilakukan generasi sebelumnya. Untuk prilaku manusia yang diberi kelebihan dari hewan tentunya mencermati manjur tidaknya suatu tanaman obat ada pertimbangan lain yang lebih maju karena manusia dikarunai ilmu. Misalnya memperhatikan bentuk, warna, bau, dan lain-lainnya (Mills and Bone, 2000). Dalam istilah ilmiah hal tersebut secara kolektif disebut : Doktrin tanda-tanda (doctrine of signatures) yaitu satu sistem yang menyatakan  bahwa Allah telah memberikan petunjuk visual bagi tiap penggunaan tanaman, karena tanaman ditempatkan di bumi untuk kebaikan umat. Orang-orang yang menggunakan percaya bahwa kunci penggunaannya tersembunyi di dalam bentuk (tanda) tanaman tersebut. Misalnya jahe berwarna kuning, mengindikasikan kegunaan dalam sistem pencernaan seperti halnya cairan kekuningan yang berkaitan dengan tubuh. Untuk gangguan penyakit di separuh bagian atas tubuh pengobatan menggunakan bagian atas tanaman sedangkan untuk bagian bawah tubuh diobati dengan tanaman yang ada dibawah. Misalnya jahe merupakan tanaman berumbi di bawah tanah, ini biasanya digunakan untuk gangguan bagian bawah tubuh seperti gangguan pencernaan, mual, problem seksual serta gangguan limpa. Sebaliknya daun lidah buaya (Aloe vera) merupakan bagian tanaman yang tumbuh di atas tanah digunakan untuk keluhan di tubuh bagian atas seperti sakit kepala, sariawan dll. (Pringgoutomo, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996, Penyuluhan Jamu Gendong, Ditjen POM, Depkes RI, Jakarta

Ritiasa, K., 2004, Seminar aktif menciptakan resep-resep terbaru dalam pengobatan diabetes mellitus dan hipertensi menggunakan tanaman obat, Cilangkap, 4-5 September 2004, Yayasan Pengembangan tanaman obat Karyasari,  Jakarta.

Mills, M., and Bone, K., 2000, Principles and Practice of Phytotherapy, Churchill Livingstone, London

Pringgoutomo, S., 2005, Pokok- pokok efektifitas obat herbal Indonesia ditinjau secara filsafat dan ilmiah, dalam Seminar Indonesian Herbal Fair, tanggal 11- 13 Maret 2005, Jakarta

Sutrisno, R. B., 1996, Reverse Aprroach and The A + B = C Equation, The New, Original and Reliable Technique in Qualitatif-Quantitative Analysis of Traditional Drugs, Faculty of Pharmacy, Pancasila University, Jakarta.

   Samuelsson, G., 1999, Drug of Natural Origin, A Textbook of Pharmacognosy, 4th Ed., 57, 180,  Gunnar Samuelsson and apotekarsocieteten, Sweden.

   Spinella, M., 2005, Concise Handbook of  Psychoactive Herbs, The Haworth Herbal Press, Oxford.

   Wahyono, 2006, Riset produksi marker tanaman obat kemukus (Piper cubeba Linn) , Laporan Penelitian, Badan POM-UGM

Manfaat Beras Hitam Untuk Kesehatan

Obat Alami untuk Indonesia Wednesday, 22 July 2020

Oleh: Dr. Sylvia UT. Pratiwi, M.Si

 

Beras yang merupakan biji tanaman padi (Oryza sativa) adalah makanan pokok bagi mayoritas rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia paling sering mengkonsumsi beras putih. Selain beras putih, terdapat varian beras berpigmen lainnyam yaitu beras merah, beras cokelat, dan beras hitam. Beras hitam telah dikonsumsi sejak ribuan tahun lalu oleh keluarga kerajaan Tiongkok. Para bangsawan Tiongkok menganggap beras hitam dapat memperpanjang usia sehingga dijadikan sebagai bahan makanan pokok bagi para bangsawan dan keturunannya, dan rakyat jelata dilarang untuk mengkonsumsinya, sehingga beras hitam dikenal sebagai beras kekaisaran (Imperial rice) dan beras terlarang (Forbidden rice). Beras hitam mencakup banyak varietas beras berpigmen gelap, termasuk beras ungu, beras hitam Japonica, beras hitam Cina, beras hitam Thailand, dan beras hitam Indonesia. Beras hitam mulai banyak dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat di Asia sejak sekitar tahun 1990-an [1-3].

 


 

Gambar 1. Beras hitam.

Sumber gambar: dokumen pribadi

 

Menurut penelitian dari Jeng dkk [4], modifikasi beras putih menjadi beras berpigmen terjadi melalui mutasi spontan dan mutasi yang diinduksi secara kimia. Pigmentasi biji padi dikendalikan oleh tiga jenis gen yaitu Ra, Rc dan Rd. Gen Ra mengontrol pericarp ungu, dengan warna ungu dominan di atas warna putih. Gen Rc tanpa gen Rd akan menghasilkan pericarp warna coklat. Gen Rd sendiri tidak menghasilkan pigmen, tetapi pericarp warna merah dapat dihasilkan ketika kedua gen Rc dan Rd disilangkan. 

 

Beras hitam memiliki warna hitam pekat dan biasanya berubah menjadi ungu pekat saat dimasak. Warna ungu gelapnya terutama karena kandungan antosianinnya yang lebih tinggi dari berat biji-bijian berwarna lainnya termasuk blueberry [3]. Beras hitam diketahui memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik dibanding varian beras lainnya. Beras hitam mengandung nutrisi makro seperti karbohidrat dan protein, dan nutrisi mikro seperti vitamin dan mineral yang lebih tinggi daripada beras putih. Beras hitam dianggap sebagai sumber serat yang baik, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

 

Tabel 1. Perbandingan kandungan nutrisi beras putih, cokelat, merah dan hitam.

Per 100 gram beras

Varian beras

Serat

Protein

Zat Besi

Beras hitam

4.9 g

8.5 g

3.5 g

Beras Cokelat

2.8 g

7.9 g

2.2 g

Beras Merah

2.0 g

7.0 g

5.5 g

Beras Putih

0.6 g

6.8 g

1.2 g

Sumber data: Anonim [5].

 

Serat yang dikandung beras hitam merangsang kerja usus dan mencegah sembelit [6]. Beras hitam juga merupakan sumber protein. Beras hitam juga diketahui bebas gluten, bebas kolesterol, rendah gula, garam dan lemak. Selain itu terdapat kandungan senyawa bioaktif lainnya termasuk asam amino esensial, lipid fungsional, vitamin, mineral, antosianin, senyawa fenolik, γ-oryzanol, tokoferol, tokotrienol, pitosterol, dan asam fitat. Kandungan mineral beras hitam seperti Fe, Zn, Mn, dan P juga diketahui lebih tinggi dibanding beras putih [7, 8].

 

Manfaat mengkonsumsi beras hitam

 

Mencegah stress oksidatif

Beras hitam diketahui kaya akan kandungan antosianin, pigmen yang memberi warna hitam keunguan pada beras. Pigmen ini diketahui memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi dan antikanker yang kuat [9]. Aktivitas antioksidan dari antosianin beras hitam diketahui lebih tinggi dibanding aktivitas antioksidan antosianin pada buah blueberry [8]. Senyawa antioksidan dapat melindungi sel dari radikal bebas dari luar tubuh ataupun akibat proses metabolisme dari dalam tubuh yang menyebabkan stress oksidatif yang  
dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa kondisi kronis, termasuk penyakit jantung, stroke, Alzheimer, dan beberapa bentuk kanker tertentu.

 

Mengendalikan kolesterol dan menjaga kesehatan jantung

Konsumsi antosianin dapat meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL), yang biasa dikenal sebagai kolesterol baik, dan menurunkan konsentrasi Low Density Lipoprotein (LDL) yang biasa dikenal sebagai kolesterol jahat [10]. Kandungan tokotrienol yang juga merupakan senyawa antioksidan pada beras hitam diketahui mampu menurunkan kandungan LDL dengan cara menghambat kerja enzim hati yaitu beta-hydroxy-beta-methylglutaryl coenzymeA (HMG-CoA) reductase, sehingga rutin mengkonsumsi beras hitam dapat membantu meningkatkan kesehatan jantung, mencegah stroke dan penyakit lain yang disebabkan oleh tingginya kadar kolesterol dalam tubuh [11].

 

Mencegah diabetes

Penelitian menunjukkan bahwa tingginya konsumsi beras putih menyebabkan peningkatan risiko diabetes tipe 2 secara signifikan [12]. Menurut Meng dkk [13] beras hitam dianggap lebih menyehatkan untuk dikonsumsi dibanding beras putih. Hal ini disebabkan karena senyawa fenolik yang terkadung dalam beras hitam dipercaya dapat menghambat aktivitas enzim alfa-glukosidase usus dan enzim alfa-amilase pankreas, yang ditunjukkan oleh kadar glukosa darah pada 1-2 jam setelah makan yang lebih rendah dibanding saat mengkonsumsi beras putih. Hal ini dapat menurunkan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit metabolisme lainnya termasuk obesitas, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia.

 

Mencegah konstipasi (sembelit) dan menurunkan berat badan

Kandungan serat yang tinggi dalam beras hitam mampu mengoptimalkan pergerakan usus, sehingga pada akhirnya akan memperlancar buang air besar dan menurunkan resiko konstipasi (sembelit). Kandungan serat yang tinggi juga bermanfaat dalam membantu menunda rasa lapar, sehingga dapat dimanfaatkan dalam diet untuk menurunkan berat badan [14].

 

Detoksifikasi alami tubuh

Kandungan antioksidan beras hitam dapat membantu hati membuang zat berbahaya dari tubuh, sehingga terhindar dari penumpukan racun yang bisa memicu penyakit. Antosianin juga dapat mengurangi penyimpanan lemak di hati, mengembalikan struktur dan fungsi hati normal, serta membantu regenerasi sel hati yang sehat. Efektivitas beras hitam dalam mengobati perlemakan hati telah diuji pada tikus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari ekstrak beras hitam dapat mengatur metabolisme asam lemak dan mengurangi kadar trigliserida dan kolesterol total, sehingga mengurangi risiko perlemakan hati [15].

 

Mencegah kanker

Penelitian Hui dkk [16] menunjukkan aktivitas antosianin dari beras hitam dalam menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram dengan tujuan untuk menghilangkan sel yang tidak diinginkan dan mengurangi jumlah sel yang terlalu banyak) dan menekan angiogenesis (proses pembentukan pembuluh darah baru dalam tubuh manusia, dan merupakan proses yang berperan penting dalam pembentukan sel tumor) sel kanker payudara.  

 

Meningkatkan fungsi otak

antosianin pada beras hitam juga memiliki efek menguntungkan untuk meningkatkan fungsi otak yaitu membantu mengurangi gangguan memori dan mengurangi risiko penyakit alzheimer, demensia, dan depresi. Sebuah studi klinis oleh Varadinova dkk [17] menemukan bahwa antosianin efektif dalam meningkatkan fungsi belajar dan memori pada tikus yang menderita defisit estrogen. Sebuah penelitian lain yang dilakukan selama enam tahun terhadap 16.000 orang dewasa menemukan bahwa konsumsi jangka panjang makanan kaya antosianin dapat memperlambat laju penurunan kognitif hingga 2,5 tahun [18]. Konsumsi beras hitam membantu meningkatkan daya ingat dan mencegah penuaan dini otak.

 

Bahan makanan bebas gluten

Beberapa orang sensitif terhadap protein gluten dalam produk makanan. Alergi gluten dapat menimbulkan banyak gejala tidak nyaman seperti sembelit, diare, kembung, dan risiko tinggi terkena sindrom usus bocor. Beras hitam bebas gluten sehingga aman dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari oleh orang yang sensitif atau alergi terhadap gluten untuk memenuhi kebutuhan protein dan serat harian mereka [19].

 

Mengobati asma

Antosianin yang ditemukan dalam beras hitam diketahui efektif dalam mengobati asma. Penelitian pada hewan coba tikus oleh Park dkk. [20] menemukan bahwa antosianin dapat mengobati dan mencegah asma dengan mengurangi peradangan pada saluran udara dan hipersekresi lendir yang terkait dengan gangguan pernapasan.

 

Untuk kesehatan mata

Antosianin yang ditemukan dalam beras hitam telah lama dikenal meningkatkan penglihatan. Sebuah studi yang dilakukan pada tikus sebagai hewan uji menemukan bahwa antosianidin yang diekstraksi dari beras hitam sangat efektif dalam mencegah dan mengurangi kerusakan retina yang disebabkan oleh lampu fluoresen [21].

 

 

Daftar Pusataka

1. Samyor D, Das AB, Deka SC. Pigmented Rice A Potential Source of Bioactive Compounds: A Review, Food Sci Tech. 2017. 52(5): 1073-1081.

2. Oikawa H, Maeda T, Oguchi T, Yamaguchi N, Tanabe K, Yano ME, et al., The Birth of A Black Rice Gene and Its Local Spread by Introgression. The Plant Cell. 2015. 27: 2401-2414.

 

3. Haliwell B, Aeschbach R, Loliger J, Auroma OI. Food Chem Toxicol. 1995. 33: 601-617.

 

4. Jeng TL, Lai CC, Ho PT, Shih YJ, Sung, JM. Agronomic, Molecular and Antioxidative Characterization of Red-and Purple-Pericarp Rice (Oryza Sativa L.) Mutants in Taiwan. Journal of Cereal Science. 2012. 56 (2): 425-431.

 

5. Anonim. Manfaat beras Hitam untuk Kesehatan. Sehatq. Kementerian Kesehatan Republic Indonesia. [internet]. 2018. Tersedia online: https://www.sehatq.com/artikel/manfaat-beras-hitam-untuk-kesehatan, tanggal akses 15 Juli 2020.

 

6. Marlett JA, McBurney MI, Slavin JL. Position of the American Dietetic Association: Health Implications of Dietary Fiber. Journal of the American Dietetic Association. 2002. 102 (7): 993-1000.

 

7. OECD, Organization for Economic Co-operation and Development. Environment, Health and Safety Publications Series on The Safety of Novel Foods and Feeds. In Consensus Document on Compositional Considerations for New Varieties of Rice (Oryza sativa): Key Food and Feed Nutrients and Anti-Nutrients. [Internet]. 2014. Tersedia on line: http://www.oecd.org/officialdocuments/publicdisplaydocumentpdf/?cote=env/jm/mono(2016)38&doclanguage=en. Tanggal akses: 15 Juli 2020.

 

8. Ichikawa H, Ichiyanagi T, Xu B, Yoshii Y, Nakajima M, Konishi T. Antioxidant Activity of Antosianin Extract from Purple Black Rice. J Med Food. 2001. 4(4):211-218.

 

9. Tanaka J, Nakamura S, Tsuruma K, Shimazawa M, Shimoda H, Hara H. Purple Rice (Oryza Sativa L.) Extract and Its Constituents Inhibit VEGF-Induced Angiogenesis. Phytotherapy Research. 2012. 26 (2): 214-222

 

10. Zhu Y, Huang X, Zhang Y, Wang Y, Liu Y, Sun R, et al., Antosianin Supplementation Improves HDL-Associated Paraoxonase 1 Activity and Enhances Cholesterol Efflux Capacity in Subjects with Hypercholesterolemia. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2014. Volume 99(2): 561–569. 

 

11. Qureshi AA, Sami SA, Salser WA, Khan FA. Dose-Dependent Suppression of Serum Cholesterol by Tocotrienol-Rich Fraction (TRF25) of Rice Bran In Hypercholesterolemic Humans. Atherosclerosis. 2002;161(1):199-207. doi:10.1016/s0021-9150(01)00619-0

 

12. Soriguer F, Colomo N, Olveira G, García-Fuentes, E., Esteva, I., de Adana, M.S.R.,  et al., White Rice Consumption and Risk of Type 2 Diabetes. Clin Nutr. 2013. 32(3):481-484.

 

13. Meng L, Zhang W, Wu Z, Hui A, Gao H, Chen P, et al., Effect of Pressure-Soaking Treatments on Texture and Retrogradation Properties of Black Rice LWT. Food Science and Technology. 2018. 93: 485-490

 

14. Anderson JW, Baird P, Davis RH Jr, Ferreri S, Knudtson M, Koraym A, et al., Health Benefits of Dietary Fiber. Nutr Rev. 2009. 67(4):188-205.

 

15. Jang HH, Park MY, Kim HW, Lee YM, Hwang AK, Park JH, et al., Black Rice (Oryza sativa L.) Extract Attenuates Hepatic Steatosis in C57BL/6 J Mice Fed A High-Fat Diet Via Fatty Acid Oxidation. Nutr Metab (Lond). 2012. 9(1):27.

 

16. Hui C, Bin Y, Xiaoping Y, Long Y, Chunye C, Mantian M, et al., Anticancer Activities of An Antosianin-Rich Extract from Black Rice Against Breast Cancer Cells In Vitro and In Vivo. Nutr Cancer. 2010. 62(8):1128-1136.

 

17. Varadinova MG, Docheva-Drenska DI, Boyadjieva NI. Effects of Antosianins on Learning and Memory of Ovariectomized Rats. Menopause. 2009. 16(2):345-349.

 

18. Devore EE, Kang JH, Breteler MM, Grodstein F. Dietary Intakes of Berries and Flavonoids in Relation to Cognitive Decline. Annals of Neurology. 2012. 72(1): 135-143.

 

19. Croitoru C, Mureșan C, Turturică M, Stănciuc N, Andronoiu DG, Dumitrașcu L, et al., Improvement of Quality Properties and Shelf Life Stability of New Formulated Muffins Based on Black Rice. Molecules (Basel, Switzerland.  2018. 23(11): 3047.

 

20. Park SJ, Shin WH, Seo JW, Kim EJ. Antosianins Inhibit Airway Inflammation and Hyperresponsiveness In A Murine Asthma Model. Food and Chemical Toxicology. 2007. 45(8): 1459-1467.

21. Jia H, Chen W, Yu X, Wu X, Li S, Liu H, et al., Black Rice Anthocyanidins Prevent Retinal Photochemical Damage Via Involvement of the AP-1/NF-Κb/Caspase-1 Pathway In Sprague-Dawley Rats.  J Vet Sci. 2013. 14(3):345-353.

Patikan Kebo, Tumbuhan semak yang layak disimak

Obat Alami untuk Indonesia Friday, 17 July 2020

Oleh:

Andayana Puspitsari Gani

Patikan kebo atau Euphorbia hirta adalah tanaman obat anggota suku Euphorbiaceae yang sangat populer di kalangan praktisi pengobatan  tradisional di kawasan Asia dan Afrika, juga disebutkan dalam kitab ayurverdha. Tanaman berupa semak ini banyak ditemukan di padang rumput, di pinggir jalan dan sepanjang saluran ai di hamper semua ketinggian tanah. Ditemukan di segala musim baik musim kemarau maupun penghujan, meskipun di musim penghujan akan lebih mudah tumbuh. Secara umum tanaman ini digunakan dalam ramuan  untuk mengobati berbagai penyakit termasuk parasit usus, diare, tukak lambung, mulas, muntah, disentri amuba, asma, bronkitis, demam, emfisema, batuk, pilek, batu ginjal, masalah menstruasi, sterilitas dan penyakit kelamin.   Lateks tanaman sering digunakan untuk kutil dan luka untuk mencegah infeksi pathogen. Selain itu, tanaman ini juga digunakan untuk merawat infeksi kulit (Kumar et al., 2010; Vallisuta, 2012).

Euphorbia hirta digunakan secara tradisional dalam mengobati diare dan disentri di African Traditional Medicine. Tanaman ini telah terbukti efektif secara in vitro dan in vivo terhadap Entamoeba, yang menyebabkan disentri amuba. Simplisia dan ekstrak tanaman ini telah digunakan secara komersial di Mali untuk  melawan disentri amuba. Di Ni­geria tanaman ini di­gu­nakan untuk mengobati luka juga untuk pengobatan yang disebabkan karena infeksi mikroba gonorhhoea dan disen­tri (Evans et al., 2009)

Bagian tanaman yang digunakan adalah herba atau seluruh bagian tanamana yang ada di atas tanah. Farmakope Herbal Indonesia (Kementrian Kesehatan, 2011) menyebutkan bahwa ekstrak etanolik herba Patikan kebo mengandung flavonoid total tidak kurang dari 0,5% dihitung sebagai kuersitrin.

Kandungan kimia patikan kebo antara lain adalah senyawa flavonoid (Isokuersitrin, kuersitrin, kuersetin, euphorbianin, mirisitrin), polifenol (asam galat, asam galoil kuinat), tanin (euphorbin), triterpen, dan fitosterol  seperti β-amirin, β-sitosterol, dan metilensikloartenol (Patil dkk., 2009; Sudarsono dkk., 1996; Wu dkk., 2012).   

Seperti disebutkan diatas, tanaman ini telah dikenal luas pada pengobatan tradisonal untuk berbagai penyakit, untuk membuktikan secara ilmiah bayak peneliti telah menguji aktivitas tanaman ini pada secara in vivo pada hewan coba dengan hasil sebagai berikut:

Aktivitas Farmakologi pada Saluran Pencernaan

Tanaman ini telah digunakan secara luas dalam. Rebusa digunakan untuk pengobatan enteritis akut dan disentri. Ekstrak air E. hirta dilaporkan mampu mengatasi diare, hal ini kemungkinan disebabkan oleh kemampuan ekstrak ini untuk mengurangi motilitas gastrointestinal pada tikus (Perumal et al., 2012)(Galvez et al., 1993; Hore et al., 2006)       .

Aktivitas Farmakologis pada Saluran Pernafasan

Euphorbia. hirta telah digunakan untuk mengobati asma secara tradisional. Penyakit Asma sendiri kerap dikaitkan dengan peristiwa peradangan kronis, stres oksidatif dan reaksi alergi. E. hirta juga ada aktivitas yang signifikan untuk mencegah reaksi alergi fase awal dan akhir dan karenanya asma. Patikan kebo terbukti mmapu mengurangi serangan asma pada tikus BALB/C yang dibuat dalam kondisi asma.  Senyawa kandungan E. hirta yang diduga memiliki peran aktif adalah senyawa glikosida flavonoid kuersitrin (Basma et al., 2011; Vallisuta, 2012).

Aktivtas Farmakologis sebagai Antioksidan dan Anti Radang

Senyawa radikal bebas telah diklaim memainkan peran penting dalam mempengaruhi kesehatan manusia dengan menyebabkan beberapa penyakit kronis, seperti kanker, diabetes, penuaan, aterosklerosis, hipertensi, serangan jantung dan penyakit degeneratif lainnya. Asupan antioksidan eksogen dapat membantu tubuh mengais radikal bebas secara efektif.  Skrining fitokimia E. hirta mengungkapkan adanya kandungan senyawa, termasuk flavanoid, yang mungkin bertanggung jawab terhadap tingginya aktivitas aktivitas anti-oksidatif E.hirta.  Aktivitas anti-oksidan E. hirta sebanding dengan asam askorbat  (Basma et al., 2011; Vallisuta, 2012). (S. Kumar et al., 2010) melaporkan bahwa ekstrak E. hirta memiliki aktivitas antioksidan.

Shih et al. (2010) dan Lanhers et al., (1991) , melaporkan bahwa ekstrak tanaman ini memiliki aktivitas anti peradangan (anti inflamasi). Aktivitas ini dikaitkan dengan kemampuan ekstrak untuk stabilisasi membran sel mast, sehingga menghambat pelepasan mediator inflamasi (Ramesh and Padmavathi, 2010). Ekstrak etanol E. hirta juga secara signifikan menghambat edema kaki tikus yang diinduksi dextran, melemahkan pelepasan interleukin-4 (IL-4) dan menambah IFN-gamma dalam splenosit tikus peka ovalbumin.  Youssouf et al, 2007.

Cara Penggunaan

Untuk pemakaian sehari-hari, herba patikan kebo dapat digunakan dengan cara direbus. Kurang lebih 50 gram herba segar atau 10 gram herba kering dipotong-potong atau dihancurkan hingga ukuran menjadi lebih kecil, lalu direbus menggunakan api sedang dengan air sebanyak kurang lebih 150 mL. Setelah air mendidih, kecilkan api dan tutup panci selama kurang lebih 15-30 menit. Matikan api, tunggu hingga rebusan agak dingin, setelah itu disaring.. Larutan siap dikonsumsi . Apabila dirasa terlalu pahit dapat ditambahkan gula pasir atau madu sesuai selera.

Efek Samping

Herba Patikan kebo telah digunakan secara turun temurun pada sistem pengobatan tradisional, hal ini menunjukkan bahwa dengan pemakaian secara direbus, herba ini aman digunakan

Kesimpulan

Meskipun E. hirta telah banyak digunakan  untuk mengobati berbagai penyakit di banyak negara, namun mekanisme molekuler  ekstrak tanaman belum banyak dieksplorasi. Beberapa hal yang telah jelas adalah aktivitas Anti-infeksi   disebabkan oleh aktivitas bakterisidal yang dimilikinya.  Tanaman ini juga memiliki aktivitas anti-inflamasi dan anti-oksidatif yang kuat. Aktivitas anti inflamasi dan antioksidan inilah yang diduga merupakan mekanisme tanamn ini mengatasi asma dan peradangan yang lain.  Secara keseluruhan, masih banyak aplikasi klinis E. hirta yang masih  perlu diteliti.

Pustaka

Basma, A.A., Zakaria, Z., Latha, L.Y., Sasidharan, S., 2011. Antioxidant activity and phytochemical screening of the methanol extracts of Euphorbia hirta L. Asian Pac. J. Trop. Med. 4, 386–390. https://doi.org/10.1016/S1995-7645(11)60109-0

Evans, W.C., Evans, D., Trease, G.E., 2009. Trease and Evans pharmacognosy, 16th ed. ed. Saunders/Elsevier, Edinburgh ; New York.

Galvez, J., Zarzuelo, A., Crespo, M.E., Lorente, M.D., Ocete, M.A., Jiménez, J., 1993. Antidiarrhoeic activity of Euphorbia hirta extract and isolation of an active flavonoid constituent. Planta Med. 59, 333–336. https://doi.org/10.1055/s-2006-959694

Hore, S.K., Ahuja, V., Mehta, G., Kumar, P., Pandey, S.K., Ahmad, A.H., 2006. Effect of aqueous Euphorbia hirta leaf extract on gastrointestinal motility. Fitoterapia 77, 35–38. https://doi.org/10.1016/j.fitote.2005.06.014

Kementrian Kesehatan, 2011. Farmakope Herbal Indonesia, I. ed. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kumar, Sunil, Malhotra, R., Kumar, D., 2010. Euphorbia hirta: Its chemistry, traditional and medicinal uses, and pharmacological activities. Pharmacogn. Rev. 4, 58. https://doi.org/10.4103/0973-7847.65327

Kumar, S., Malhotra, R., Kumar, D., 2010. Antidiabetic and free radicals scavenging potential of Euphorbia hirta flower extract. Indian J. Pharm. Sci. 72, 533.

Patil, S.B., Naikwade, N.S., Magdum, C.S., 2009. REVIEW ON PHYTOCHEMISTRY AND PHARMACOLOGICAL ASPECTS OF EUPHORBIA HIRTA LINN. J. Pharm. Res. Health Care 1.

Perumal, S., Mahmud, R., Pillai, S., Lee, W.C., Ramanathan, S., 2012. Antimicrobial Activity and Cytotoxicity Evaluation of Euphorbia hirta (L.) Extracts from Malaysia. APCBEE Procedia 2, 80–85. https://doi.org/10.1016/j.apcbee.2012.06.015

Ramesh, K.V., Padmavathi, K., 2010. Assessment of Immunomodulatory Activity of Euphorbia hirta L. Indian J. Pharm. Sci. 72, 621–625. https://doi.org/10.4103/0250-474X.78532

Sudarsono, D., Pudjoarinto, A., Gunawan, D., Donatus, I.A., Ngatidjan, Drajad, M., Wibowo, S., 1996. Tumbuhan obat : hasil penelitian, sifat-sifat dan penggunaan/ disusun oleh Dr. Sudarsono, Apt. … [et al.]. Pusat Penelitian Obat Tradisional, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Vallisuta, O. (Ed.), 2012. Drug Discovery Research in Pharmacognosy. InTech. https://doi.org/10.5772/1903

WU, Y., QU, W., GENG, D., LIANG, J.-Y., LUO, Y.-L., 2012. Phenols and flavonoids from the aerial part of Euphorbia hirta. Chin. J. Nat. Med. 10, 40–42. https://doi.org/10.1016/S1875-5364(12)60009-0

Designed by macrovector / Freepik

Menakar Potensi Tumbuhan Indonesia untuk Pencegahan Infeksi Virus Korona

Obat Alami untuk Indonesia Friday, 27 March 2020

Designed by macrovector / Freepik
Realistic healthcare colorful concept with medical kit and broken capsule with plant vector illustration

 A. Seputar Infeksi Virus Korona

Kita semua pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh coronavirus (SARS-CoV-2) atau dalam bahasa sehari-hari sering disebut sebagai virus korona. Hal inilah yang menyebabkan hampir semua agen kegiatan kita berantakan di awal tahun ini. Sampai saat artikel ini ditulis, lebih dari 250.000 kasus dilaporkan dengan tingkat kematian mencapai lebih dari 10.000 jiwa yang tersebar di lebih dari 180 negara. Sampai saat ini belum ada terapi atau vaksin yang telah disetujui untuk semua tipe coronavirus yang menginfeksi manusia. Salah satu tindakan pencegahan penyebaran virus ini adalah dengan menggalakkan program jaga jarak atau social distancing dan cuci tangan dengan seksama selama minimal 20 detik. Disinyalir, SARS-CoV-2 berasal dari spesies kelelawar yang berperan sebagai reservoir berbagai macam coronavirus, yang selanjutnya bermutasi dan dapat menular dari orang ke orang.

Mungkin ada yang bertanya “kenapa kok susah sekali ya nama virusnya?”. Penamaan virus dilakukan sedemikan rupa dengan melihat hubungan antara pengelompokannya dan penyakit yang disebabkannya, tidak menutup kemungkinan nama daerah ditemukannya pun bisa berfungsi sebagai nama dan penyakit virus tersebut (Gambar 1). Pada umumnya, virus merupakan unit yang sangat kecil (pada skala puluhan sampai ratusan nanometer), maka sangat sulit melihatnya dengan sebagian besar alat yang terdapat di laboratorium. Oleh karena itu, dibutuhkan cara lain untuk mengelompokkan virus ke dalam golongan tertentu. Cara yang ditempuh para ilmuwan adalah dengan mengelompokkan virus berdasarkan urutan materi genetiknya (DNA atau RNA) baik dengan eksperimen maupun dengan bantuan komputer.

Gambar 1. Sejarah penamaan coronavirus di tiga wabah terakhir dalam hubungannya dengan taksonomi virus dan penyakit yang disebabkannya. Dikutip dan diterjemahkan dari Gorbalenya et al (2020)

            Dengan bantuan komputer, maka diketahui bahwa SARS-CoV-2 (penyebab COVID-19) merupakan kerabat dekat dari SARS-CoV (penyebab SARS). Oleh karena itu, para ilmuwan pun berasumsi bahwa mungkin saja siklus hidupnya mirip. Belakangan diketahui bahwa SARS-CoV-2 menginfeksi manusia dengan cara yang mirip sekali dengan kerabatnya (SARS-CoV), yaitu berinteraksi dengan reseptor bernama ACE2. ACE2 terdapat dalam jumlah banyak pada sel-sel alveolus tipe II di paru-paru, sel epitel di esofagus bagian atas, enterosit pada ileum (bagian terakhir usus halus) dan kolon (usus besar), sel epitel pada empedu, sel otot jantung, sel proximal tubule pada ginjal dan sel urotelial pada kandung kemih.

Laporan lain mengelompokkan tingkat kerentanan organ tubuh manusia berdasarkan jumlah ACE2 yang terdapat di organ tersebut. Paru-paru berada pada urutan teratas untuk organ dengan kemungkinan risiko tertinggi terhadap SARS-CoV-2. Organ dan bagian tubuh seperti rongga mulut, jantung, saluran pencernaan (usus halus dan usus besar) dan ginjal termasuk dalam kategori risiko tinggi terhadap infeksi SARS-CoV-2, temuan yang dapat menjelaskan adanya gejala non-pernafasan pada COVID-19.

Virus SARS-CoV-2, seperti hampir semua virus pada umumnya, merupakan sebuah unit yang terdiri atas materi genetik (dalam hal ini RNA) yang dilindungi oleh kumpulan protein tertentu. Virus membutuhkan sel hidup untuk mereplikasi dirinya. Virus pada umumnya memiliki “kunci” yang spesifik untuk “pintu” sel tertentu. Dalam hal COVID-19, “pintu” diwakili oleh reseptor pada sel inang yang bernama ACE2. SARS-CoV-2 memiliki “kunci” yang bernama protein S (spike), satu dari empat protein struktural utama virus ini. Protein S memiliki dua fungsi utama, yaitu berikatan dengan sel target dan peleburan antara membran virus dan sel inang (manusia), sehingga RNA dari SARS-CoV-2 dapat ditransfer ke dalam sel inang untuk segera memulai proses perbanyakan virus. Selain protein S, SARS-CoV-2 secara spesifik diduga memanfaatkan peran protease (furin dan TMPRSS2) dari sel target untuk masuk ke dalam sel. Sehingga, setidaknya protease pada sel target dan protein S pada SARS-CoV-2 merupakan salah satu target potensial pengembangan terapi untuk melawan infeksi virus tersebut.

RNA yang berhasil masuk ke dalam sel inang, selain akan direplikasi, berfungsi sebagai “cetakan” untuk memproduksi bahan-bahan yang diperlukan untuk membentuk virion (struktur lengkap virus infeksius). Bahan-bahan tersebut berupa protein struktural (bertanggung jawab untuk struktur fisik virus) dan nonstruktural (bertanggung jawab untuk melancarkan replikasi virus secara keseluruhan) serta RNA yang telah mengalami replikasi. Semua itu lalu dirangkai di dalam kompleks intermediet retikulum endoplasma–badan Golgi untuk membentuk virion. Virion-virion tersebut lalu dipindahkan ke luar sel dengan “kendaraan” yang dinamakan vesikel.

Usut  punya usut, ternyata protein S yang tidak ikut dirangkai menjadi virion, ditransfer ke membran sel dan berfungsi sebagai perantara fusi antara sel target yang telah terinfeksi dengan sel lainnya yang belum terinfeksi. Hal ini mengakibatkan virus dapat menyebar lebih jauh tanpa terdeteksi oleh sistem imun tubuh. Menurut analisis kekerabatan secara filogenik, SARS-CoV-2 dan SARS-CoV berada pada satu kelompok yang sama, oleh karena itu sampai saat ini, diasumsikan siklus hidupnya pun diharapkan akan mirip. Kemiripan ini juga yang dapat dijadikan landasan analisis secara in silico (dengan bantuan komputer) untuk menyingkap kemungkinan terapi, meskipun pengetahuan mengenai protein sel target yang digunakan oleh SARS-CoV-2 masih sangat minim hingga artikel ini ditulis.

B. Herbal Indonesia untuk Pencegahan Infeksi Virus Korona

Indonesia merupakan negara yang kaya akan tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai obat (herbal). Negeri ini memiliki riwayat yang panjang dalam pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan berbagai macam penyakit secara turun temurun. Namun, COVID-19 merupakan jenis penyakit baru sehingga belum ada riwayat pengobatan di dunia ini termasuk Indonesia yang memanfaatkan tumbuhan. Kesamaan sekuen gen virus SARS-CoV-2 dengan SARS-CoV yang mencapai 79,5% dan kesamaan jalur masuk virus ke manusia yang melewati reseptor ACE2 memungkinkan beberapa kesamaan dalam target terapinya. Kandungan kimia (senyawa) yang ada didalam tumbuhan sudah banyak diteliti dan dipublikasikan. Bahkan beberapa senyawa sudah diteliti aktivitasnya pada target terapi SARS-CoV yang akan mempercepat evaluasi atas aktivitas senyawa-senyawa tersebut pada SARS-CoV-2. Beberapa tumbuhan Indonesia mengandung senyawa-senyawa yang berpotensi aktif sebagai agen untuk menghambat infeksi maupun replikasi SARS-CoV-2 berdasarkan aktivitasnya pada target-target terapi yang relevan. Senyawa-senyawa berpotensi aktif tersebut merupakan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan Indonesia setidaknya memiliki aktivitas pada target terapi di level in vitro.  Berikut beberapa tumbuhan Indonesia dan senyawanya yang berpotensi untuk dikembangkan dalam penanggulangan COVID-19.

1.   Tumbuhan yang berpotensi mengambat interaksi reseptor ACE2 dengan protein S

Saat ini, ACE2 merupakan reseptor yang berhasil diidentifikasi sebagai pintu masuknya virus SARS-CoV-2 dalam menginfeksi manusia. Reseptor ACE2 ini banyak diekspresikan di paru-paru (terutama sel endothelial paru). Virus memulai proses infeksinya dengan melibatkan interaksi antara protein S pada SARS-CoV-2 dengan ACE2 pada sel inang. Risiko infeksi ini bisa dicegah atau dikurangi dengan senyawa dari tumbuhan yang mampu mengganggu interaksi tersebut. Beberapa tumbuhan Indonesia mengandung senyawa yang berpotensi untuk mencegah atau mengurangi infeksi virus ini.  Contohnya adalah senyawa emodin dan luteolin yang mampu mencegah interaksi antara reseptor ACE2 dengan protein S pada SARS-CoV. Tumbuhan Indonesia yang banyak mengandung emodin antara lain lidah buaya (Aloe vera; daun), kelembak (Rheum officinnale; akar), dan pada biji dari tumbuhan genus Cassia, seperti Cassia alata atau Senna alata (ketepeng kebo), Cassia obtusifolia atau Senna obtusifolia (kacang jawa), dan Senna alexandrina (jati cina). Sedangkan tanaman yang banyak mengandung luteolin antara lain seledri (Apium graveolens, daun dan biji), tapak liman (Elephantopus scaber; daun dan bunga), bawang (Alium cepa; daun), brokoli (Brassica oleracea), cabe hijau (Capsicum annuum; buah), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi; daun dan buah), jeruk purut (Citrus hystrix; daun), dan wortel (Daucus carota; umbi).

1.   Tumbuhan yang berpotensi menghambat aktivitas protease serin

Seperti sudah diuraikan sebelumnya bahwa infeksi SARS-CoV-2 pada manusia selain memerlukan reseptor ACE2 sebagai pintu masuk, juga melibatkan protein S pada permukaan virus untuk berikatan dengan reseptor ACE2. Pada tahap selanjutnya, diperlukan aktivitas enzim protease serin oleh TMPRSS2 (sebuah glikprotein transmembran) yang memungkinkan virus untuk melebur dan masuk kedalam sel target untuk memulai infeksinya. Penghambatan aktivitas protease serin ini merupakan target dalam pencegahan infeksi virus. Penelitian terbaru dari jurnal bereputasi Cell mempublikasikan bahwa selain pengambatan interaksi dengan reseptor ACE2, penghambatan terhadap enzim protease (terutama protease serin) juga merupakan target yang potensial untuk mengendalikan infeksi virus korona terbaru ini. Senyawa yang menghambat protease pada residu serin (serineprotease inhibitor, selanjutnya disebut sebagai SPI) diperkirakan bisa menjadi kandidat obat yang baik untuk menghentikan siklus hidup virus. SARS-CoV-2 menggunakan protease untuk memfasilitasi proses infeksi kepada sel inang. Protease merupakan target terapi yang sangat penting karena terlibat dalam banyak proses yang penting dalam perkembangbiakan virus korona. Tumbuhan merupakan sumber SPI yang melimpah dan sudah banyak diteliti. Senyawa SPI yang berasal dari tumbuhan umumnya berupa protein atau molekul mengandung protein (molekul besar). Tumbuhan keluarga polong-polongan (Fabaceae, Poaceae, dan Solanaceae) merupakan sumber penghasil SPI yang utama dari tumbuhan. Fraksi protein yang berasal dari biji polong-polongan kaya akan senyawa SPI. Contoh tumbuhan suku polong-polongan yang bijinya mengandung SPI adalah kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), buncis (Phaseolus vulgaris), kapri (Pisum sativum), dan orok-orok (Crotalaria juncea). Selain polong-polongan, banyak tanaman Indonesia yang mengandung senyawa SPI, diantaranya adalah kelor (Moringa oleifera; daun dan biji); pare (Momordica charantia; biji), timun (Cucumis sativus; buah),labu kuning(Cucurbita moschata; buah),nanas(Ananas comosus; buah),ubi(Ipomoea batatas; umbi),dan kentang (Solanum tuberosum, umbi).

Selain kedua target diatas, tentunya ada target-target lain yang dimulai dari proses masuknya virus hingga proses replikasi virus dalam tubuh inang. Contohnya adalah enzim helikase pada SARS-CoV-2. SARS-CoV-2 dan virus corona lain memiliki enzim helikase RNA yang penting untuk replikasi dan proliferasi virus. Hasil penelitian menyebutkan bahwa senyawa mirisetin dan skutellarein mampu menghambat aktivitas enzim helikase. Senyawa mirisetin terdapat dalam tumbuhan cengkeh (Syzygium aromaticum; bunga)dan tumbuhan duwet (Syzygium cumini; daun), jambu semarang (Syzygium samarangense; daun), dan rosela (Hibiscus sabdariffa; kelopak bunga). Sedangkan skutellarein terdapat dalam daun tumbuhan jaka tuwa (Scoparia dulcis), dan senggugu (Clerodendron serratum). Semua senyawa dan tanaman yang disebutkan dalam artikel ini hingga saat ini belum ada yang diuji efektivitasnya pada model percobaan yang relevan dengan SARS-CoV-2 karena virus ini baru diidentifikasi diawal tahun 2020. Namun tanaman-tanaman tersebut memiliki potensi sebagai pencegah infeksi atau pengambat perkembangan SARS-CoV-2 berdasarkan target-target terapi dalam COVID-19 yang sudah teridentifikasi dan berdasarkan aktivitasnya terhadap SARS-CoV. Tulisan ini mengulas beberapa tanaman Indonesia yang potensial untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut sebagai agen anti-SARS-CoV-2.

 Saat ini sedang dikembangkan juga teknik in silico (model komputasi) untuk memprediksi senyawa dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk mencegah infeksi dan replikasi SARS-CoV-2 dengan memprediksi interaksinya dengan target-target dalam penyakit ini. Contohnya adalah senyawa metoksi flavonoid seperti hesperetin, tangeretin, naringenin, dan nobiletin pada jeruk-jerukan (Citrus sp.; buah dan kulit), dan senyawa baikalin, skutellarin, glisirizin, rhoifolin, herbasetin, pektolinarin dan galangin pada lengkuas (Alpinia galanga; rimpang). Namun, prediksi yang berbasis pada model komputasi ini masih memerlukan pembuktian pada uji laboratorium. Ada banyak strategi yang saat ini sedang dikembangkan oleh para peneliti untuk mencari senyawa aktif antivirus termasuk yang berasal dari senyawa bahan alam bersumber dari tumbuhan. Tingginya biodiversitas tumbuhan Indonesia menyediakan keanekaragaman struktur senyawa bahan alam yang sekaligus menjadi modal yang besar dalam upaya penemuan obat, termasuk obat untuk penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. Hal ini sekaligus merupakan tantangan bagi peneliti Indonesia dalam mendukung program kemandirian obat.

 

Oleh : Nanang Fakhrudin dan Puguh Indrasetiawan

Center for Natural Antiinfective Research (CNAIR), dan Departemen Biologi Farmasi,

Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Daftar Pustaka

  1. World Health Organization (2020). Novel Coronavirus 2019. Retrieved from https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019
  2. Walls, A.C., Park, Y.J., Tortorici, M.A., Wall, A., McGuire, A.T., & Veesler, D., Structure, Function, and Antigenicity of the SARS-CoV-2 Spike Glycoprotein, Cell. doi: 10.1016/j.cell.2020.02.058
  3. World Health Organization (2020). Q & A on coronavirus (COVID-19). Retrieved from https://www.who.int/news-room/q-a-detail/q-a-coronaviruses
  4. Zhou, P., Yang, X.L., Wang, X.G., Hu, B., Zhang, L., Zhang, W.,. . . Shi, Z. L. (2020) A pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature, 579, 270–273. doi: 10.1038/s41586-020-2012-7
  5. Cui, J., Li, F., &Shi, Z.-L. (2019) Origin and evolution of pathogenic coronaviruses. Nat Rev Microbiol, 17, 181–192. doi: 10.1038/s41579-018-0118-9
  6. Gorbalenya, A.E., Baker, S.C., Baric, R.S. de Groot, R. J., Drosten, C., Gulyaeva, A. A., . . . Ziebuhr, J. (2020). The species Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus: classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. doi: 10.1038/s41564-020-0695-z
  7. Jia, H. P., Look, D. C., Shi, L., Hickey, M., Pewe, L., Netland, J., . . . McCray PB Jr. (2005). ACE2 receptor expression and severe acute respiratory syndrome coronavirus infection depend on differentiation of human airway epithelia. J Virol, 79(23), 14614-21. doi: 10.1128/JVI.79.23.14614-14621.2005
  8. Hoffmann, M., Kleine-Weber, H., Schroeder, S., Kruger, N., Herrler, T., Erichsen, S., . . . Pohlmann, S. (2020). SARS-CoV-2 Cell Entry Depends on ACE2 and TMPRSS2 and Is Blocked by a Clinically Proven Protease Inhibitor. Cell. doi:10.1016/j.cell.2020.02.052
  9. Letko, M., Marzi, A.,& Munster, V. (2020). Functional assessment of cell entry and receptor usage for SARS-CoV-2 and other lineage B betacoronaviruses. Nat Microbiol. doi: 10.1038/s41564-020-0688-y
  10. Xu, H., Zhong, L., Deng, J., Peng, J., Dan, H., Zeng, X., . . . Chen, Q. (2020). High expression of ACE2 receptor of 2019-nCoV on the epithelial cells of oral mucosa. Int J Oral Sci, 12, 8. doi: 10.1038/s41368-020-0074-x
  11. Zou, X., Chen, K., Zou, J., Han, P., Hao, J., &Han, Z. (2020). Single-cell RNA-seq data analysis on the receptor ACE2 expression reveals the potential risk of different human organs vulnerable to 2019-nCoV infection. Front Med. doi: 10.1007/s11684-020-0754-0
  12. Tai, W., He, L., Zhang, X., Pu, J., Voronin, D., Jiang, S., . . . Du, L. (2020). Characterization of the receptor-binding domain (RBD) of 2019 novel coronavirus: implication for development of RBD protein as a viral attachment inhibitor and vaccine. Cell Mol Immunol.doi : 10.1038/s41368-020-0074-x
  13. Coutard, B., Valle, C., de Lamballerie, X., Canard, B., Seidah, N.G., &Decroly, E. (2020). The spike glycoprotein of the new coronavirus 2019-nCoV contains a furin-like cleavage site absent in CoV of the same clade. Antiviral Research, 176, 104742. doi: 10.1016/j.antiviral.2020.104742.
  14. Fehr A.R., &Perlman S. (2015).Methods in Molecular Biology. New York: Humana Press.
  15. Zhou, Y., Hou, Y., Shen, J. Huang, Y., Martin, W., & Cheng, F. (2020). Network-based drug repurposing for novel coronavirus 2019-nCoV/SARS-CoV-2. Cell Discov, 6, 14. Doi: 10.1038/s41421-020-0153-3
  16. Ali, B. H., Al Wabel, N., & Blunden, G. (2005). Phytochemical, pharmacological and toxicological aspects of Hibiscus sabdariffa L.: a review. Phytother Res, 19(5), 369-375. doi:10.1002/ptr.1628
  17. Ayyanar, M., & Subash-Babu, P. (2012). Syzygium cumini (L.) Skeels: a review of its phytochemical constituents and traditional uses. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 2(3), 240-246. doi:10.1016/S2221-1691(12)60050-1
  18. Bijina, B., Chellappan, S., Krishna, J. G., Basheer, S. M., Elyas, K. K., Bahkali, A. H., & Chandrasekaran, M. (2011). Protease inhibitor from Moringa oleifera with potential for use as therapeutic drug and as seafood preservative. Saudi J Biol Sci, 18(3), 273-281. doi:10.1016/j.sjbs.2011.04.002
  19. Cai, L., & Wu, C. D. (1996). Compounds from Syzygium aromaticum possessing growth inhibitory activity against oral pathogens. J Nat Prod, 59(10), 987-990. doi:10.1021/np960451q
  20. Chen, H., & Du, Q. (2020). Potential Natural Compounds for Preventing 2019-nCoV Infection. Preprints, 2020010358.
  21. Clemente, M., Corigliano, M. G., Pariani, S. A., Sánchez-López, E. F., Sander, V. A., & Ramos-Duarte, V. A. (2019). Plant Serine Protease Inhibitors: Biotechnology Application in Agriculture and Molecular Farming. International Journal of Molecular Sciences, 20(6), 1345. doi:10.3390/ijms20061345
  22. Ho, T.-Y., Wu, S.-L., Chen, J.-C., Li, C.-C., & Hsiang, C.-Y. (2007). Emodin blocks the SARS coronavirus spike protein and angiotensin-converting enzyme 2 interaction. Antiviral Res, 74(2), 92-101. doi:https://doi.org/10.1016/j.antiviral.2006.04.014
  23. Kuo, Y. C., Yang, L. M., & Lin, L. C. (2004). Isolation and immunomodulatory effect of flavonoids from Syzygium samarangense. Planta Med, 70(12), 1237-1239. doi:10.1055/s-2004-835859
  24. Miean, K. H., & Mohamed, S. (2001). Flavonoid (myricetin, quercetin, kaempferol, luteolin, and apigenin) content of edible tropical plants. J Agric Food Chem, 49(6), 3106-3112. doi:10.1021/jf000892m
  25. Shenoy, V., Kwon, K. C., Rathinasabapathy, A., Lin, S., Jin, G., Song, C., . . . Raizada, M. K. (2014). Oral delivery of Angiotensin-converting enzyme 2 and Angiotensin-(1-7) bioencapsulated in plant cells attenuates pulmonary hypertension. Hypertension, 64(6), 1248-1259. doi:10.1161/hypertensionaha.114.03871
  26. Srikanth, S., & Chen, Z. (2016). Plant Protease Inhibitors in Therapeutics-Focus on Cancer Therapy. Front Pharmacol, 7, 470-470. doi:10.3389/fphar.2016.00470
  27. Utomo, R. Y., Ikawati, M., & Meiyanto, E. (2020). Revealing the Potency of Citrus and Galangal Constituents to Halt SARS-CoV-2 Infection. Preprints.
  28. Wang, J.-H., Luan, F., He, X.-D., Wang, Y., & Li, M.-X. (2017). Traditional uses and pharmacological properties of Clerodendrum phytochemicals. Journal of traditional and complementary medicine, 8(1), 24-38. doi:10.1016/j.jtcme.2017.04.001
  29. Wu, W.-H., Chen, T.-Y., Lu, R.-W., Chen, S.-T., & Chang, C.-C. (2012). Benzoxazinoids from Scoparia dulcis (sweet broomweed) with antiproliferative activity against the DU-145 human prostate cancer cell line. Phytochemistry, 83, 110-115. doi:https://doi.org/10.1016/j.phytochem.2012.07.022
  30. Yi, L., Li, Z., Yuan, K., Qu, X., Chen, J., Wang, G., . . . Xu, X. (2004). Small molecules blocking the entry of severe acute respiratory syndrome coronavirus into host cells. J Virol, 78(20), 11334-11339. doi:10.1128/jvi.78.20.11334-11339.2004
  31. Yu, M. S., Lee, J., Lee, J. M., Kim, Y., Chin, Y. W., Jee, J. G., . . . Jeong, Y. J. (2012). Identification of myricetin and scutellarein as novel chemical inhibitors of the SARS coronavirus helicase, nsP13. Bioorg Med Chem Lett, 22(12), 4049-4054. doi:10.1016/j.bmcl.2012.04.081
  32. Zumla, A., Chan, J. F., Azhar, E. I., Hui, D. S., & Yuen, K. Y. (2016). Coronaviruses – drug discovery and therapeutic options. Nat Rev Drug Discov, 15(5), 327-347. doi:10.1038/nrd.2015.37

Obat Tradisional dengan Pendekatan Masa Kini

Obat Alami untuk Indonesia Friday, 27 March 2020

Obat Tradisional dengan Pendekatan Masa Kini

Puguh Indrasetiawan, S.Farm., M.Sc., Ph.D., Apt.

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

Apakah yang ada di pikiran kita mengenai obat tradisional (OT)?

Ketinggalan zaman? Kuno? Lamban?

Pada kenyataannya, OT sudah digunakan oleh manusia selama ratusan tahun dengan masing-masing kearifan lokalnya untuk mengobati berbagai macam penyakit. Industri farmasetika penghasil obat-obatan modern (OM) baru menapaki kehidupannya sejak seratus tahun terakhir dengan memanfaatkan komponen aktif dan turunannya dengan mode aksi yang presisi. Oleh karena itulah OM lebih sering diresepkan para dokter di masa kini untuk menyembuhkan / meredakan penyakit.

Jika ditilik lewat sejarahnya, tanaman menyediakan info yang sangat berharga yang didapatkan melalui proses trial and error langsung ke manusia selama ribuan tahun. Hal inilah yang sebagian sudah diungkap dengan pendekatan modern masa kini. Indonesia sebagai salah satu negara dengan biodiversitas terbesar di dunia tentu saja menawarkan kemungkinan banyaknya tanaman obat untuk diteliti lebih lanjut berdasarkan efek obat tradisionalnya.

Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan etnik yang tersebar di lebih dari 10.000 pulau. Tidak heran bila sebagian dari mereka mengembangkan sistem pengobatan yang unik. Oleh karena itu, Indonesia pun sebenarnya “kecipratan” dan akhirnya memiliki banyak kekayaan pengetahuan mengenai sumber bahan alam dan OT. Penelitian besar yang dilakukan pada tahun 2013 menyebutkan bahwa 30,4% dari subyek penelitian masih memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional.

Beberapa penelitian lainnya yang sudah dilakukan mengungkapkan bahwa memang penggunaan OT dan pengobatan tradisional / komplementer / alternatif (traditional, complementary and alternative medicine, TCAM) tetap dilakukan masyarakat Indonesia sampai saat ini, terlepas dari beberapa faktor seperti umur, agama, lokasi tinggal dan sebagainya. Hal ini menyiratkan bahwa OT dan TCAM tersedia dengan mudah di Indonesia dan diterima secara luas sejak dahulu kala, meskipun OM mempunyai pangsa pasar yang besar terutama oleh kalangan profesi medis.

Tingginya minat masyarakat terhadap OT membuat pemerintah Republik Indonesia melakukan modernisasi OT dengan tetap menjaga identitas aslinya. Hal-hal seperti meningkatkan mutu bahan baku OT dan perbaikan proses produksi serta kontrol kualitas dilakukan agar OT mampu terus sejajar dengan OM. Langkah-langkah tersebut membutuhkan dukungan data dari penelitian ilmiah yang cukup termasuk sampai ke uji klinik, untuk mendokumentasikan efek dari OT. Kegiatan inilah yang diperlukan agar OT bisa diterima kalangan yang lebih luas terutama profesi medis dan yang lebih utama lagi, agar OT juga dapat dimasukkan ke dalam berbagai macam sistem kesehatan.

Produk OT yang beredar di masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu jamu, obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka. Jamu merupakan istilah dari Indonesia untuk OT dengan menggunakan bahan dari herbal dan telah digunakan sejak dahulu kala untuk menyembuhkan berbagai gejala penyakit secara empiris (tidak melalui serangkaian uji preklinik dan atau klinik). OHT (gambar 1) merupakan versi upgrade dari jamu, yang telah mengalami proses standardisasi bahan baku alam dan uji preklinik, sehingga tingkat keamanannya lebih baik dan dikemas dalam sediaan yang tahan lebih lama daripada jamu. Tingkatan tertinggi dari OT adalah fitofarmaka (gambar 2), sebuah sediaan yang telah mengalami proses standardisasi bahan baku alam dan uji klinik (teruji khasiatnya pada manusia). Karena telah teruji khasiatnya pada manusia, fitofarmaka sejajar dengan obat-obatan sintetik pada umumnya dan dapat diresepkan oleh para dokter. Sampai bulan Juli 2019, sudah 23 jenis fitofarmaka yang terdaftar di Badan POM dengan jumlah OHT dan jamu terdaftar yang jauh lebih banyak dari itu (karena syaratnya yang jauh lebih mudah daripada fitofarmaka). Perkembangan positif ini jelas didukung langsung oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan terus mengawasi semua prosesnya dengan ketat.

Gambar 1. Contoh produk OHT.

Gambar 2. Contoh produk fitofarmaka.

Dua dari tiga jenis OT telah mengalami modernisasi dan standardisasi sehingga menjadi lebih baik dan lebih aman. Jadi, OT tidak selamanya kuno dan ketinggalan zaman. Justru dengan “kuno dan ketinggalan zaman” inilah Indonesia sangat kaya, dan dengan kekayaan inilah saatnya para peneliti mengungkap apa yang terkandung di dalamnya dalam rangka memperkaya khazanah pengetahuan dan juga meningkatkan level OT agar setara dengan OM dan diterima lebih luas di masyarakat.

Referensi

Afdhal AF,  Welsch RL. 1988. The Rise of the Modern Jamu Industry in Indonesia: A Preliminary Overview. The Context of Medicines in Developing Countries:149–172

Badan POM Republik Indonesia. 2019. Dorong Percepatan Pengembangan Industri Fitofarmaka, Badan POM Sampaikan Strategi di Tingkat Global.https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/484/Dorong-Percepatan-Pengembangan-Industri-Fitofarmaka–Badan-POM-Sampaikan-Strategi-di-Tingkat-Global.html diakses pada 19 Februari 2020.

Elfahmi, Woerdenbag HJ, Kayser O. 2014. Jamu: Indonesian traditional herbal medicine towards rational phytopharmacological use. J Herb Med  4(2):51-73.

Li FS, Weng JK. 2017. Demystifying traditional herbal medicine with modern approach. Nat Plants3:17109.

Liem A, Rahmawati KD. 2017.The meaning of complementary, alternative and traditional medicine among the Indonesian psychology community: a pilot study. J Integr Med 15(4):288-294.

Nurhayati L, Widowati L. 2017. The use of traditional health care among Indonesian Family. Health Sci J Indonesia 8(1):30-35.

Pengpid S, Peltzer K. 2018. Utilization of traditional and complementary medicine in Indonesia: Results of a national survey in 2014-15. Complement Ther Clin Pract33:156-163.

World Health Organization. 2001. Trips, CBD and Traditional Medicines: Concepts and Questions. Report of an ASEAN Workshop on the TRIPS Agreement and Traditional Medicine, Jakarta, February 2001. https://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2996e /6.2.html diakses pada tanggal 10 Februari 2020.

Ayo racik sendiri minyak telonmu…!!!

Obat Alami untuk Indonesia Thursday, 8 November 2018

Minyak telon tentu sudah tidak asing lagi di kalangan ibu-ibu yang memiliki bayi atau balita. Minyak ini identik dengan bayi karena biasanya dioleskan ke tubuh bayi untuk memberikan rasa hangat dan nyaman. Tidak jarang, wangi minyak telon disebut wangi bayi.

Minyak telon dapat digunakan pada bagian perut, dada, punggung, maupun telapak kaki setiap selesai mandi atau saat cuaca dingin. Minyak telon dapat mencegah masuk angin dan melegakan pernafasan. Saat tubuh bayi agak demam, minyak telon juga dapat digunakan sabagai campuran bersama parutan bawang merah lalu dibalurkan atau dipijatkan ke seluruh badan bayi untuk memberi rasa hangat. Selain untuk bayi atau balita, minyak telon pun masih sering digunakan oleh orang dewasa yang menyenangi aromanya yang harum dan rasa hangat yang tidak terlalu menyengat jika dibandingkan dengan minyak kayu putih atau balsam. Ada juga yang menggunakan minyak telon untuk mengurangi rasa mual karena baunya yang segar.

Minyak telon berasal dari bahasa Jawa yaitu telu yang artinya tiga. Disebut tiga karena minyak ini terdiri dari 3 bahan yaitu minyak kayu putih (cajuput oil), minyak adas (oleum foeniculi) dan minyak kelapa (oleum cocos) dengan perbandingan yang sesuai.

Ketiga minyak ini memiliki khasiat masing-masing. Minyak kayu putih merupakan hasil penyulingan daun kayu putih . Minyak ini juga memiliki aroma yang khas. Khasiat dari minyak kayu putih adalah untuk melancarkan peredaran darah dengan cara melebarkan pori-pori pada kulit sehingga badan menjadi lebih hangat. Minyak kayu putih tidak akan mengganggu pernafasan kulit karena adanya sifat dari minyak kayu putih yang mudah menguap.

Sementara itu minyak adas merupakan hasil sulingan serbuk buah adas yang masak dan kering. Minyak dari buah adas memiliki aroma yang segar dan berkhasiat untuk merangsang saraf, karminatif (mencegah atau mengurangi perut kembung), antibakteri, antelmintik (jenis obat yang dapat mematikan cacing dalam usus), menyejukkan saluran cerna dan bekerja menyerupai perangsang nafsu makan.

Minyak kelapa biasanya digunakan sebagai minyak pijat, kerik, dan cem-ceman. Selain untuk masakan, minyak ini dikenal memiliki khasiat untuk menjaga kehalusan serta kelembaban kulit. Minyak kelapa berbeda dengan virgin coconut oil (VCO) dari cara pembuatannya, sehingga warnanya lebih kuning, tidak harum, dan cenderung mudah tengik.

Ternyata, cukup mudah untuk meracik sendiri minyak telon di rumah. Bagi anda yang memiliki bayi dan balita, kebutuhan untuk menggunakan minyak telon cukup banyak, sehingga meracik sendiri minyak telon menjadi alternatif yang murah meriah. Selain aromanya yang jauh lebih harum jika dibandingkan minyak telon yang dijual oleh merk produk bayi di pasaran, anda juga dapat membuat minyak telon dengan jumlah relatif besar, sehingga tidak bolak-balik habis karena sering digunakan.

Untuk membuat minyak telon, diperlukan minyak adas, minyak kayu putih, dan minyak kelapa masing-masing sebanyak 1/3 bagian. Minyak adas dan minyak kayu putih dapat dibeli di toko bahan kimia sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan saja, misalnya masing-masing 150 ml untuk membuat 450 ml minyak telon. Minyak kelapa dapat dibeli di penjual minyak kelapa di pasar dengan harga yang juga cukup murah. Botol dengan ukuran yang diinginkan bisa kita dapatkan di toko bahan kimia. Atau, kita dapat menggunakan botol bekas dari bahan plastik atau kaca.

Selanjutnya, ketiga minyak dikocok dengan cukup kuat sehingga dapat bercampur dengan baik. Pastikan botol dan corong yang digunakan untuk menuangkan dan mencampur minyak-minyak tersebut sudah bersih dari kotoran, tidak ada endapan dan benar-benar kering. Hasilnya adalah minyak bening tanpa endapan dengan wangi yang segar, berwarna hijau kekuningan perpaduan dari warna minyak kayu putih yang kehijauan dan minyak kelapa yang kekuningan.

Komposisi ini juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika diinginkan minyak telon yang lebih hangat karena usia anak yang sudah lebih besar, jumlah minyak kayu putih dapat dibuat lebih banyak, misalnya dengan perbandingan minyak kayu putih:minyak adas:minyak kelapa= 2:1:1. Volume total yang dibuat dapat mengikuti kebutuhan masing-masing.

Pada pengalaman meracik minyak telon sendiri, dibutuhkan kurang dari Rp. 150.000,00 untuk membuat minyak telon sebanyak 1 liter. Jika dibandingkan dengan minyak telon di pasaran, ukuran 30 ml rata-rata berkisar harga Rp. 15.000,00- 25.000,00,  sehingga meracik sendiri tentu lebih ekonomis. Jika dikemas dalam botol yang baik dan menarik, minyak telon ini juga dapat kita hadiahkan kepada teman atau saudara yang baru saja melahirkan sebagai minyak telon homemade buatan sendiri.

Meskipun demikian, daya tahan minyak telon buatan sendiri ini mungkin tidak selama daya tahan minyak telon produk jadi yang ada di pasaran. Selain dipengaruhi oleh kebersihan saat proses pembuatannya, daya tahan minyak telon racikan sendiri juga dipengaruhi oleh minyak kelapa yang digunakan. Minyak kelapa dapat mengalami perubahan aroma selama penyimpanan. Kerusakan minyak secara umum disebabkan oleh proses oksidasi (kerusakan oleh oksigen dari udara bila bahan dibiarkan kontak dengan udara), dan hidrolisis (kerusakan oleh air bila bahan tercampur air).

Kita juga perlu memperhatikan cara penyimpanan minyak telon. Pastikan wadah mudah ditutup rapat karena minyak telon mudah menguap. Jauhkan dari sinar matahari karena proses oksidasi dapat dipercepat dengan adanya sinar matahari, serta jauhkan dari jangkauan anak-anak.

Selamat mencoba!

Oleh : Niken N. Widyakusuma, M.Sc., Apt    Fakultas Farmasi UGM

Daftar Pustaka

Agoes HA, 2010, Tanaman Obat Indonesia Buku 3, Salemba Medika, Jakarta.

Batubara I, Suparto IH, Rakhmatika FA, 2016, Sineol dalam Minyak Kayu Putih sebagai Pelangsing Aromaterapi, Jurnal Jamu Indonesia, 1(3): 12-17.

Dalimartha, 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1, Trubus Agriwidya, Anggota Ikapi, Jakarta.

Sutarmi, Rozaline H, 2005, Taklukkan penyakit dengan VCO, Penebar Swadaya, Jakarta.

Ketumbar, si bulir kecil yang penuh manfaat

Obat Alami untuk Indonesia Wednesday, 7 November 2018

Khasiat ketumbar yang aneka ragam

Siapa yang tidak kenal ketumbar? Hampir setiap hari dalam masakan yang kita buat, pasti memakai ketumbar. Siapa sangka, buah kecil beraroma khas dengan nama latin Corindrum sativum yang sudah sejak lama digunakan sebagai bumbu dapur dan membuat masakan berasa maknyus ini ternyata mempunyai khasiat yang beragam bagi kesehatan badan.

Herbal yang mengandung asam lemak, sterol, dan minyak menguap (minyak atsiri) dengan kandungan senyawa utama linalool ini (kadar sampai 60%) ternyata terbukti poten untuk menurunkan gula darah dan berkemampuan setara dengan glibenklamid, obat yang biasa digunakan dalam pengobatan diabetes tipe 2. Tanaman ini juga mengandung kumin, senyawa kimia yang mampu menstimulasi sekresi insulin dari pankreas. Peran itu membantu mengubah gula darah menjadi glikogen. Ketumbar mengandung sineol dan asam linoleat yang berkhasiat antirematik dan antiartritis. Kabar baik yang lain adalah bahwa ketumbar mengandung senyawa kimia tokoferol, komponen penyusun vitamin E yang terbukti berefek sebagai antioksidan.

Dalam kitab Ayurveda, yaitu ilmu kesehatan yang berasal dari India, ketumbar dapat digunakan sebagai bahan untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida, dan terbukti efektif dibandingkan dengan simvastatin dan atorvastatin, suatu obat penurun kolesterol. Ketumbar mengandung kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin C, asam folat, dan vitamin B3. Kandungan lemak seperti asam linoleat, asam oleat, asam palmitat, dan asam askorbat ternyata efektif menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. Dengan turunnya kolesterol jahat tersebut, maka akan mengurangi resiko penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis) yang menjadi pemicu terjadinya penyakit jantung dan stroke.

Ketumbar juga dapat menurunkan tekanan darah dengan cara memperlancar buang air seni dan menstabilkan tekanan darah. Penggunaan bersama-sama dengan seledri akan membuat efek penurunan tekanan darah yang lebih baik. Ketumbar mengandung beberapa mineral penting seperti kalsium, fosfor, magnesium, dan besi. Adanya kandungan kalsium tersebut menyebabkan ketumbar dapat berperan menjaga tekanan darah dalam rentang normal.

Contoh penyakit tersebut di atas, yaitu diabetes mellitus, kolesterol, dan tekanan darah tinggi, adalah penyakit yang senantiasa memerlukan penggunaan obat kimia secara jangka panjang untuk membuat tubuh dalam rentang nilai normal. Hal ini tentu saja akan berakibat tidak baik pada hati dan ginjal, dua organ dalam tubuh kita yang berfungsi sebagai tempat detoksifikasi dan pengeluaran zat asing/racun dari dalam tubuh. Nah, dengan khasiat yang dimiliki oleh biji ketumbar terhadap contoh penyakit diatas, menjadikan ketumbar dapat digunakan sebagai alternatif terapi yang tepat yang terbukti lebih aman.

Kandungan kalsium yang cukup tinggi sehingga penggunaan secara teratur dapat menjaga kesehatan tulang. Dalam kitab ini disebutkan juga bahwa ketumbar mampu membantu menyembuhkan arthritis dan inflamasi  dengan cara mempengaruhi sintesis prostaglandin dan leukotrien, senyawa kimia yang dihasilkan tubuh dalam dari asam lemak dan terlibat dalam banyak proses termasuk terjadinya inflamasi. Kandungan besi dan asam folat menjadikan herbal ini dapat berguna untuk mencegah anemia.

Penelitian lain menyebutkan bahwa ketumbar dapat meredakan rasa sakit karena kandungan linaloolnya. Beberapa khasiat ketumbar yang sudah terbukti antara lain sebagai antibakteri, antikejang, dan antioksidan, memperlancar ASI sehingga cocok diminum oleh ibu yang sedang menyusui, memperlancar pencernaan karena dapat merangsang gerakan peristaltik usus, serta menambah nafsu makan. Senyawa borneol dan linalool dalam ketumbar membantu proses pencernaan, meningkatkan fungsi hati, dan membantu proses pengikatan massa feses pada usus.

Ketumbar juga dapat membantu siklus hormon estrogen secara teratur pada seorang perempuan. Hal ini dapat membantu menjaga keteraturan siklus menstruasi dan mengurangi rasa sakit yang berlebihan dan kelainan lain pada saat menstruasi. Motede yang sering digunakan untuk tujuan ini adalah dengan cara merebus sekitar enam biji ketumbar yang telah dihaluskan dalam 1 gelas air, tambahkan gula dan minum selagi hangat.

Bagi Anda yang memiliki masalah dengan bau mulut dan badan, mungkin dapat mencoba mengkonsumsi rebusan ketumbar sebagai salah satu obatnya. Rebusan ketumbar yang rutin diminum setiap malam ternyata juga efektif untuk mengatasi insomnia atau gangguan tidur. Rasa senang (euphoria) yang ringan juga dapat ditimbulkan oleh konsumsi herbal ini sehingga ketumbar dapat meningkatkan mood, kreativitas dan imajinasi. Bahkan menurut pengalaman beberapa orang, konsumsi ketumbar dapat meningkatkan libido dan produksi sperma sehingga sangat bermanfaat untuk mereka yang mengalami masalah seksualitas

Nah, dari beberapa ulasan diatas ternyata dapat disimpukan bahwa ketumbar selain merupakan bumbu yang khas dalam berbagai masakan juga mempunyai berbagai macam khasiat yang sangat bermanfaat. Anda ingin mencoba?

Bagaimana cara penggunaan dalam pengobatan?

Proses pembuatan obat herbal dari ketumbar mudah dilakukan sehingga mudah diaplikasikan di masyarakat, yaitu dengan cara diserbuk kemudian diseduh dengan air panas. Sebanyak 1 sendok teh serbuk ketumbar yang diseduh dalam satu gelas air kemudian diminum rutin sekali sehari dapat memberikan manfaat yang sangat terasa bagi badan.Tetapi harap diingat bahwa serbuk ketumbar harus disimpan di tempat yang kering, tertutup rapat dan terhindar dari cahaya agar kandungan kimia obat di dalamnya tidak hilang atau mengalami kerusakan.

 

Bagaimana tingkat keamanan penggunaan ketumbar sebagai obat herbal?

Tidak semua herbal adalah aman sepenuhnya untuk dikonsumsi karena penggunaan yang tidak tepat dapat mengakibatkan kerugian pada tubuh. Uji yang dilakukan oleh Hosseinzadeh  menunjukkan bahwa ekstrak ketumbar tidak toksik sampai pada kadar 3000 mg/Kg BB dan tidak menunjukkan gejala perubahan tingkah laku seperti tremor, salivasi, dan lesu. Hal ini menunjukkan bahwa ketumbar adalah herbal yang aman untuk dikonsumsi.

 

Oleh: Dr. Purwanto, M.Sc., Apt.  Fakultas Farmasi UGM

Daftar pustaka

Al-Mofleh, I.A., Alhaider, A.A., Mossa, J.S., Al-Sohaibani, M.O., Rafatullah, S., and Qureshi, S., 2006, Protection of gastric mucosal damage by Coriandrum sativum L. pretreatment in Wistar albino rats, Environ. Toxicol. Pharmacol., 22 (1), 64-69.

Anwar, F., Sulman, M., Hussain, A.I., Saari, N., Iqbal, C., and Rashid, U., 2011, Physicochemical composition of hydro-distilled essential oil from coriander (Coriandrum sativum L.) seed cultivated in Pakistan, J. Med. Plant Res., 5 (15), 3537-3544.

Casetti, F., Bartelke, S., Biehler, K., Augustin, M., Schempp, C.M., and Frank, U., 2012, Antimicrobial activity against bacteria with dermatological relevance and skin tolerance of the essential oil from Coriandrum sativum L. fruits, Phytother. Res., 26 (3), 420-424.

Chithra, V. and Leelamma, S., 2000, Coriandrum sativum effect on lipid metabolism in 1,2-dimethyl hydrazine induced colon cancer, J. Ethnopharmacol., 71, 457-463.

Guimar, A.G., Quintans, J.S.S., and Quintans-Junior L.J., 2013, Monoterpenes with analgesic activity, a systematic review, Phytother. Res., 27, 1-15.

Hosseinzadeh, H. and Madanifard, M., 2016, Anticonvulsant effects of Coriandrum sativum L. seed extracts in mice, Arch. Irn. Med., 3 (3), 182-184.

Lal, A,A, Kumar, T., Murthy, P.B., and Pillai, K.S., 2004, Hypolipidemic effect of Coriandrum sativum L. in triton-induced hyperlipidemic rats, Indian J. Exp. Biol., 42 (9), 909-912.

Laribi, B., Kouki, K., M’Hamdi, M., and Bettaieb, T.. 2015, Coriander (Coriandrum sativum L.) and its bioactive constituents, Fitoterapia, 103, 9-26.

Romlah, S., 2015, Pengaruh rebusan biji ketumbar sebagai penurun hipertensi pada ibu hamil di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Mojokerto, Laporan Penelitian.

Sogara, P.P.U., Fatimawali, dan Bodhi, W., 2014, Pengaruh ekstrak etanol buah ketumbar (Coriandrum sativum L.) terhadap penurunan kadar gula darah tikus putih yang diinduksi aloksan, Pharmacon, 3 (3), 196-203.

Sriti, J., Wannes, W.A., Talou, T., Mhamdi, B., Cerny, M., and Marzouk, B., 2010, Essential oil, fatty acid and sterol composition of Tunisian coriander fruit defferent parts, J. Am. Chem. Soc., 87, 395-400.

Thabrew, M.I., Dharmasiri, M.G., and Senaratne, L., 2003, Anti-inflammatory and analgesic activity in the polyherbal formulation Maharasnadhi Quathar, J. Ethnopharmacol., 85 (2-3), 261-267.

Upaya Pelestarian Minum Jamu membantu pemerintah di bidang pemeliharaan kesehatan masyarakat

Obat Alami untuk Indonesia Tuesday, 25 September 2018

Jamu merupakan suatu kearifan lokal terutama bagi masyarakat Jawa. Di wilayah Yogyakakarta,  hal ini diilhami dari budaya kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, kadipaten Pakualaman. Produksi jamu di Jogja masih tetap ditemukan walau dalam skala industri kecil maupun industri rumah tangga. Hal ini terlihat dari keberadaan “Jamu Ginggang” di kawasan Puro Pakualaman dan keberadaan “Jampi Asli” di kawasan Purawisata, Jl. Brigjen Katamso, Yogyakarta.

Selain Jamu Ginggang dan Jampi Asli di atas, ternyata masih banyak penjual jamu secara tradisional dijumpai di kawasan Yogyakarta terutama dalam bentuk jamu yang dijajakan (di pasar-pasar Tradisional, seperti pasar Kolombo dan pasar Kranggan); maupun di tempat-tempat yang strategis (di jalan Lempuyangan dan di kawasan Jalan Solo). Jenis jamu yang banyak diminati masyarakat (umumnya manula) antara lain: 1. jamu paitan; 2. jamu kunir asem; 3. jamu wejah; 4. jamu pegel linu; 5. pace. Frekuensi yang termasuk tinggi peminatnya adalah jamu paitan dan pace. Paitan oleh penjual jamu di lempuyangan (mbak Tri anak dari almarhumah ibu Soma Sumarto dan Bu Mila, adik ibu Soma Sumarto) dikatakan cocok bagi yang ingin menurunkan gula darah; sedangkan ramuan pace (diramu sedemikian rupa sehingga dapat meniadakan aroma kurang sedap dari buah pace yang sudah masak dimaksudkan untuk membantu penurunan tekanan darah bagi mereka yang mempunyai tekanan darah tinggi. Dari data hasil penelitian oleh mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, ternyata campuran ekstrak herba sambiloto dan daun mimba dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus yang dibuat diabetes dengan pemberian aloksan. Di samping itu, ramuan antara herba sambiloto dan daun sambung nyawa juga dapat berefek pada penurunan gula darah hewan coba. Begitu pula ramuan yang terdiri dari daun mimba dan daun sambung nyawa mempunyai dampak pada membantu penurunan gula darah dari hewan coba. Upaya standardisasi kualitas ramuan-ramuan tersebut masih diupayakan oleh tim riset di Fakultas Farmasi UGM. Bila dikaji dari aspek proses penuaan, dimana masyarakat setelah melampaui usia 30 tahun, maka mereka beresiko menderita penyakit akibat penuaan, seperti tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, kadar asam urat tinggi, dan batu ginjal.

Budaya Minum Jamu bagi usia lanjut merupakan “self health care” yang perlu dilestarikan apalagi seiring dengan perkembangan dinamika di masyarakat ada kecenderungan dituntut kerja ekstra keras sehingga waktu istirahat akan berkurang. Selain itu, saat ini terdapat kecenderungan mengkonsumsi makanan cepat saji dan juga pemenuhan gizi yang kurang seimbang. Padahal, sejak kecil merreka didiik agar memperhatikan asupan 4 sehat 5 sempurna yang merupakan dasar pemenuhan kebutuh gizi. Kecenderungan perubahan kualitas hidup kearah praktis dan efektif sangat didambakan. Namun, asupan makanan tanpa pertimbangan gizi seimbang bila dilakukan terus menerus dan berkesinambungan maka dapat menimbulkan penyakit tidak menular, misalnya: penyakit jantung koroner, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar gula darah, peningkatan kadar asam urat, dan peningkatan timbulnya radang sendi (lutut, bahu). Secara alamiah bila individu sudah mencapai usia 30 tahun (survei lain menyebutkan usia 50 tahun), pada umumnya terjadi proses penurunan keseimbangan sistem tubuh. Penurunan ini bisa drastis atau secara perlahan (bertahap). Salah satu contoh pada saat temperatur udara mengalami penurunan yang relatif drastis beberapa kelompok masyarakat mengalami gangguan pada sistem tubuhnya (mengalami batuk-batuk yang lama proses penyembuhannya walaupun sudah minum obat batuk atau sudah periksa ke Dokter).

Pelestarian minum jamu terutama yang dapat mempertahankan sistem tubuh sangat diperlukan untuk menjadi suatu kebiasaan, sekaligus upaya pelestarian budaya daerah. Menurut keyakinan masyarakat, minum jamu “paitan” dapat membantu gangguan pencernaan. Sedangkan minum ramuan jamu yang terdiri dari remasan buah pace yang dicampur dengan  rimpang kunyit dapat menghilangkan aroma buah mengkudu. Fenomena penemuan campuran ini merupakan suatu kearifan lokal Yogyakarta dan masih diperlukan pengkajian ilmiah lebih lanjut untuk penjelasan sisi ilmiahnya. Walaupun demikian, hasil penelitian telah menunjukkan bahwa kombinasi jus buah mengkudu dan jus rimpang temulawak dapat memberikan efek antioksidan. Hasil publikasi lain adalah campuran jus buah mengkudu dan jus rimpang temu lawak pada hewan coba yang dibuat menderita hipertensi dapat berefek pada penurunan kadar gula darah dan bahkan dapat melindungi sel beta pankreas yang bertanggungjawab dalam produksi insulin untuk menurunkan gula darah. Ketidakseimbangan sistem tubuh salahsatunya disebabkan karena masyarakat kurang asupan makanan alami (sayur dan buah) yang bersifat antioksidan.

Oleh : Prof.Dr.phil.nat.Sudarsono Apt     Dosen Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM

Kepustakaan

Billal SA Santoso, Sudarsono, Agung E.N., Yosi B Murti, 2018, Hypoglycemic Activity and

Pancreas Protection of Combination of Morinda citrifolia Linn Juice and Curcuma xanthorrhiza Roxb. Juice on Streptozotocin Induced Diabetic Rats, Indonesian Journal of Pharmacy vol 29, no.1 p.16-22

Bilal Subchan Agus Santoso, Sudarsono, Agung E.N., 2018 Synergistic Antioxidant

Activity of Mengkudu Fruit Juice (Morinda citrifolia Linn) and Temulawak Rhizome Juice (Curcuma xanthorrhiza Roxb), Proceeding of the Pakistan Academy of Science: B.life and Environmental Science, 55 (1) pp. 65-70

Komunikasi Pribadi, 2016, dengan ibu Pengrajin dan penjual Jamu (mbak Tri anak dari Ibu Soma) di kawasan Jalan Lempuyangan

Skirbekk V., 2003: Age and Individual Productivity a Literature Survey. MPIDR Working Paper WP 2003-028

Tanaman yang Jarang Dimanfaatkan Ternyata Berpotensi Sebagai Anti-Kanker

Obat Alami untuk Indonesia Saturday, 22 September 2018

Kanker adalah salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Seiring dengan perkembangan zaman, epidemologi penyakit ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data WHO (2012), sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker dan diperkirakan jumlah kasus kanker baru akan meningkat menjadi 22 juta dalam dua dekade ke depan.

Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel-sel mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali. Selama proses pertumbuhan kanker, angiogenesis memiliki peran yang sangat penting. Apa itu angiogenesis? Angiogensis adalah suatu proses pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang ada. Proses ini merupakan suatu proses fisiologi normal yang terjadi di dalam tubuh seperti pada proses penyembuhan luka. Namun pada kondisi patologi, proses angiogenesis menjadi tidak terkontrol sehingga dapat memperburuk kondisi kanker. Adanya angiogenesis mengindikasikan bahwa sel kanker telah mengalami pertumbuhan lanjut yaitu menyebar ke jaringan lain.

Gambar 1. Proses angiogenesis (Carmeliet, P. dan Jain, R.K., 2011)

Berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk mengatasi kanker. Salah satu upaya yang saat ini dikembangkan adalah melalui agen anti-angiogenesis. Penghambatan angiogenesis merupakan terapi baru dalam pengobatan kanker. Terapi penghambatan angiogenesis diharapkan dapat mengurangi dan mencegah pertumbuhan kanker. Obat-obat dengan mekanisme anti-angiogenesis akan menghentikan pertumbuhan pembuluh darah baru di sekitar sel kanker dan memutus jaringan kapiler yang tidak normal tetapi, tidak mempengaruhi pembuluh darah normal.

Saat ini, memang telah banyak usaha penemuan obat untuk terapi kanker yang berasal dari tanaman. Salah satu tanaman yang telah terbukti memiliki aktivitas antikanker dan berpotensi untuk dikembangkan adalah awar-awar (Ficus septica Burm. f.). Awar-awar  merupakan tanaman yang tumbuh di dataran rendah dan terdistribusi di beberapa negara meliputi Jepang, Taiwan, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Australia dan Kepulauan Solomon. Tumbuhan ini banyak tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan laut, dan biasa ditemukan di tepi jalan, semak belukar dan hutan terbuka.

Gambar 2. Daun awar-awar (Ficus septica Burm. f.)

Tanaman awar-awar mungkin terdengar asing di telinga, tetapi terkadang tanaman ini sering kita jumpai. Ciri-ciri tumbuhan awar-awar ini adalah berbentuk pohon atau semak tinggi, dengan ketinggian 1-5 meter. Batang pokok bengkok-bengkok, lunak, ranting bulat silindris, berongga, gundul, bergetah bening. Daun penumpu tunggal, besar, sangat runcing, daun tunggal, bertangkai, duduk daun berseling atau berhadapan. Helaian berbentuk bulat telur atau elips, dengan pangkal membulat, ujung menyempit cukup tumpul dengan tepi rata. Bagian atas daun berwarna hijau tua mengkilat dan terdapat bintik-bintik yang pucat, sedangkan bagian bawah daun berwarna hijau muda. Bunga pada tanaman awar-awar termasuk bunga majemuk dengan susunan periuk berpasangan dan bertangkai pendek. Pada bagian pangkal bunga terdapat 3 daun pelindung yang berwarna hijau muda atau hijau abu-abu. Sedangkan buah awar-awar merupakan buah tipe periuk dan berdaging.

Di Indonesia, tanaman awar-awar banyak ditemukan di Jawa dan Madura. Masyarakat secara tradisional memanfaatkan hampir semua bagian tanaman awar-awar untuk mengatasi berbagai penyakit. Daun awar-awar digunakan sebagai obat penyakit kulit, radang usus buntu, mengatasi bisul, gigitan ular berbisa dan sesak nafas. Bagian akar banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai penawar racun (ikan) dan juga untuk penanggulangan asma. Buahnya digunakan untuk pencahar. Tak hanya itu, getahnya pun digunakan masyarakat untuk mengatasi bengkak-bengkak dan kepala pusing. Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, banyak peneliti yang melakukan penelitian terhadap tanaman awar-awar baik dari segi kandungan maupun manfaatnya.

Kandungan senyawa kimia pada bagian batang dan daun tanaman awar-awar sebagian besar mengandung senyawa alkaloid. Apa itu senyawa alkaloid? Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Senyawa alkaloid yang terdapat pada awar-awar merupakan golongan fenantroindolisidin diantaranya ficuseptine, tylophorine, tylocrebrine, isotylocrebrine, Antofin, dan Esculine. Telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa keberadaan senyawa alkaloid fenantroindolisidin ini berkaitan erat dengan efek antikanker, termasuk juga penghambatan angiogenesis.

Alkaloid fenantroindolisidin tiloforin telah terbukti memiliki aktivitas antiangiogenik melalui penghambatan jalur pensinyalan antara reseptor dengan senyawa kimia yang berasal dari sel kanker. Selain itu, senyawa alkaloid fenantroindolisidin lain seperti antofin juga memiliki potensi sebagai anti-angiogenik melalui penghambatan migrasi dan pembentukan tube di sel-sel endotel. Efek farmakologi yang dilaporkan tidak hanya terbatas pada senyawa tunggal tetapi juga pada ekstrak dan fraksi. Baru-baru ini dilaporkan bahwa ekstrak metanol batang awar-awar dan fraksi tak larut n-heksana dari ekstrak etanol daun awar-awar mampu menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru yang diuji coba pada membrane kario alantois. Efek anti-angiogenesis yang dihasilkan dari ekstrak dan fraksi diduga kuat juga melibatkan pengaturan beberapa langkah angiogenesis melalui penghambatan jalur pensinyalannya.

Jadi sebenarnya, bagaimana cara kerja anti-angiogenesis melalui penghambatan jalur pensinyalannya? Tentu hal yang pertama harus kita ketahui adalah, apa itu reseptor? Reseptor merupakan molekul protein yang menerima sinyal kimia dan kemudian berfungsi untuk mengarahkan kegiatan sel. Berdasarkan penelitian, senyawa alkaloid fenantroindolisidin tiloforin dan antofin ini memiliki cara kerja yang sama yakni dengan menghambat jalur pensinyalan antara reseptor dengan senyawa kimia yang berasal dari sel kanker. Penghambatan tersebut mengakibatkan sinyal yang berasal dari sel kanker tidak dapat ditangkap oleh reseptor sehingga tidak diproses lebih lanjut. Hal ini menyebabkan sel kanker tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen, sehingga tidak dapat bertahan hidup. Kondisi yang demikian merupakan strategi yang sangat baik untuk mengatasi sel kanker, karena secara khusus hanya menargetkan sel kanker tanpa mempengaruhi sel-sel normal lainnya. Strategi ini merupakan suatu keunggulan dan sangat berpotensi untuk lebih dikembangkan dibandingkan dengan obat kanker yang telah ada saat ini. Keberadaan anti-angiogenesis tentu akan lebih menjanjikan dibandingkan dengan obat-obat kemoterapi, karena dapat meminimalkan efek samping bagi penderita kanker mengingat cara kerjanya yang lebih spesifik yakni hanya menyasar pada sel kanker saja.

Hal menarik dari tanaman awar-awar adalah tanaman ini mudah sekali ditemukan tetapi jarang dimanfaatkan bahkan sedikit sekali masyarakat yang menyadari potensinya. Padahal, berbagai penelitian telah berhasil membuktikan bahwa tanaman awar-awar khususnya bagian daun dan batang memiliki potensi sebagai anti kanker dengan berbagai mekanisme salah satunya adalah melalui penghambatan angiogenesis. Penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan dasar pertimbangan guna mamaksimalkan pemanfaatan tanaman awar-awar, sehingga nantinya dapat dikembangkan dan diaplikasikan untuk terapi kanker.

Oleh : Devika Nurhasanah, Nanang Fakhrudin, Agung Endro Nugroho       Fakultas Farmasi UGM

Daftar Pustaka

Carmeliet, P. dan Jain, R.K., 2011. Molecular mechanisms and clinical applications of angiogenesis. Nature, 473: nature10144

Gamallo, J.P.M. dan Gallego, R.P., 2017. ‘Evaluation of Antiangiogenic Property and Toxicity of Ficus Septica Burm F. Stem Extract’ dalam: Evaluation of Antiangiogenic Property and Toxicity of Ficus Septica Burm F. Stem Extract. Dipresentasikan pada RF-ISERD International Conference, Singapore, hal. 1-17.

Lansky, E.P. dan Paavilainen, H.M., 2011. Figs: The Genus Ficus, Traditional herbal medicines for modern times. CRC Press, Boca Raton.

Matter, A. 2001. Tumor angiogenesis as a therapeutic target. Drug Discovery Today. 6: 1005-1020.

Nurhasanah, D., 2018. ‘Uji Aktivitas Anti-angiogenesis Fraksi Tak Larut N-Heksana dari Ekstrak Etanol Daun Awar-awar (Ficus septica Burm. f.) pada Membran Kario Alantois Ayam secara Ex-ovo‘, Thesis, M. Pharm. Sci, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Potente, M., Gerhardt, H., dan Carmeliet, P., 2011. Basic and Therapeutic Aspects of Angiogenesis. Cell, 146: 873–887.

Ragasa, C.Y., Macuha, M., De Los Reyes, M.M., Mandia, E.H., dan Van Altena, I.A., 2016. Chemical Constituents of Ficus septica Burm. F. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 8: 1464–1469.

Saraswati, S., Kanaujia, P.K., Kumar, S., Kumar, R., dan Alhaider, A.A., 2013. Tylophorine, a phenanthraindolizidine alkaloid isolated from Tylophora indica exerts antiangiogenic and antitumor activity by targeting vascular endothelial growth factor receptor 2-mediated angiogenesis. Molecular Cancer, 12: 82.

Sudarsono, Gunawan, D., Wahyono, S., Donatus, I.A., dan Purnomo, 2002. Tumbuhan Obat II: Hasil Penelitian, Sifat-Sifat Dan Penggunaan. Pusat Studi Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ueda, J., Takagi, M., dan Shin-ya, K., 2009. Aminocaprophenone- and Pyrrolidine-type Alkaloids from The Leaves of Ficus septica. Journal of Natural Products, 72: 2181–2183.

Wu, P.-L., Rao, K.V., Su, C.-H., Kuoh, C.-S., dan Wu, T.-S., 2002. Phenanthroindolizidine Alkaloids and Their Cytotoxicity from The Leaves of Ficus septica. Heterocycles, 57: 2401–2408.

1…4567

Terkini

  • Kaki Terasa Sakit Saat Berjalan: Bisa Jadi Tanda Penyakit Arteri Perifer
  • Kenali Kandungan Kosmetik yang aman untuk Ibu Hamil dan Menyusui
  • Revitalisasi Herbal Indonesia: Menjaga Warisan, Membangun Industri Berkelanjutan
  • Kayu Kuning: Satu nama dengan tiga spesies yang berbeda
  • Herbal Nanomedicines Untuk Penyakit Neurodegeneratif: Potensi dan Tantangan Pengembangan
Universitas Gadjah Mada

Kanal Pengetahuan

Fakultas Farmasi

Universitas Gadjah Mada

Sekip Utara, Yogyakarta 55281

email: kpf.farmasi@ugm.ac.id

© Kanal Pengetahuan Farmasi - Universitas Gajah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY