Oleh: apt. Marlyn Dian Laksitorini, M.Sc., Ph.D.
Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi UGM
Blood-brain barrier (BBB) merupakan pembuluh darah mikro di dalam system syaraf pusat (SSP) yang memiliki struktur anatomi berbeda dari pembuluh darah perifer. Pembuluh darah mikro di otak (BBB) terdiri atas satu lapis sel endothelial yang dilingkupi oleh sel pericyte dan astrocytes. Ruang antarsel dari brain endothelial, astrocytes dan pericytes terisi oleh kolagen dan polimer yang disebut dengan basal lamina. Keempat komponen dari BBB (endothelial BBB, astrocytes, pericytes dan basal lamina) bersinergi dalam menjaga integritas blood-brain barrier (Laksitorini et al. 2019).
Keterangan gambar: Perbedaan struktur anatomi pembuluh darah mikro di otak (brain cappilaries) dibandingkan dengan pembuluh darah mikro di sirkulasi perifer (general cappilaries). Endothelial cell di BBB memiliki tight junction protein yang melekatkan ruang antar sel dan efflux transporter yang memompa senyawa kembali ke peredaran darah. Endothelial BBB tidak berpori (non-fenestrated) dan memiliki aktivitas transport via vesikel yang sangat kecil dibandingkan dengan endothelial sel di pembuluh darah perifer. Sifat sifat tersebut membuat BBB bersifat selektif dalam memfasilitasi masuknya senyawa ke otak. Endothelial BBB tidak berdiri sendiri namun disupport oleh pericytes, astrocytes, basal lamina (basement membrane) dan neuron endfeet dalam menjalankan fungsi strategisnya menjaga homeostasis otak. Sel endothelial di pembuluh darah sirkulasi perifer memiliki banyak pori (fenestrae) dan ruang lebar antar selular. Pada sistem sirkulasi perifer, sebuah senyawa dapat dengan mudah berdifusi menembus kapiler pembuluh darah dan membentuk equilibrium.
Gambar diambil dari: https://neupsykey.com/the-blood-brain-barrier-choroid-plexus-and-cerebrospinal-fluid/ yang merupakan adaptasi dari Goldstein GW, Betz AL. The blood-brain barrier. Sci Am. 1986 Sep;255(3):74-83. doi: 10.1038/scientificamerican0986-74. PMID: 3749857.
Jalur difusi menembus endothelial BBB melewati ruang antar selular (jalur paraselular) terhalang secara fisik oleh adanya tight junction protein yang saling berikatan membentuk barrier fisik (Laksitorini, 2014). Endothelial BBB mengekspresikan efflux pump yang mengenali banyak struktur molekul dan memompanya dari otak ke sirkulasi darah. Sel endothelial BBB tidak berpori layaknya sel endothelial di pembuluh darah perifer. Transport transelular di endothelial BBB dilakukan melalui vesikel namun dalam frekuensi yang relative kecil dibanding vesikel yang ditemukan di endothelial pembuluh darah perifer (Laksitorini et al. 2019). Dengan demikian, keberadaan tight junction protein, efflux transporter, tidak adanya pori sel serta minimumnya aktivitas transport via vesikel di endothelial BBB menyebabkan BBB bersifat sangat selektif terhadap masuknya senyawa ke otak. Jalur transport melalui difusi pasif menembus endothelial BBB memiliki kesuksesan yang relative kecil karena adanya efflux transporter yang mentransport mereka kembali ke sirkulasi darah. Akibatnya untuk masuk ke dalam otak, hampir sebagian besar senyawa/nutrient/ion difasilitasi transporter ataupun channel. Karena tingginya aktivitas transporter di BBB, tak heran jika sel endothelial di otak memiliki jumlah mitokondria yang jauh lebih banyak daripada sel endothelial di pembuluh darah perifer (Abbott et al. 2010).
Walaupun blood-brain barrier bersifat selektif dalam memfasilitasi transport zat keluar-masuk ke otak, senyawa dengan struktur tertentu dapat memasuki otak dengan mudah sebagai contoh: alkohol, kafein, obat obat narkotik dan psikotropika. Pasca terserap oleh dinding usus, senyawa tersebut memasuki peredaran darah dan dapat menembus BBB. Setelah menembus BBB, senyawa senyawa tersebut dapat menunjukan efek farmakologinya di sistem syaraf pusat (Pimentel et al. 2020).
Blood-brain barrier berfungsi sebagai penjaga system pertahanan dan homeostasis otak. Endothelial BBB dengan segala keunikannnya mampu mencegak masuknya zat asing dan patogen ke dalam jaringan otak tak terkecuali masuknya senyawa obat ke otak (Segarra, Aburto, and Acker-Palmer 2021). Kadar oksigen, glukosa, air, protein, ion dan neurotransmitter dalam otak juga diatur oleh BBB. Ketika tubuh kita dehidrasi, kekurangan oksigen atau dalam kondisi puasa, blood-brain barrier melakukan pengaturan sedemikian rupa sehingga komposisi zat essensial penunjang fungsi otak tetap berada pada jumlah yang optimal (homeostasis). Tidak seperti pembuluh darah kapiler di perifer, pembuluh darah di BBB mampu mencegah terjadinya kondisi equilibrium antara kompartmen otak dan kompartmen darah. Pada kondisi normal, konsentrasi nutrient/ion/neurotransmitter di kompartmen otak tidak equilibrium dengan konsentrasinya di pembuluh darah. Sebagai contoh: konsentrasi glutamate dalam peredaran otak adalah 1/50-1/100 kali jumlah glutamate di dalam sirkulasi darah. Selain itu jumlah albumin di kompartmet otak adalah 1/1000 kadar protein albumin di dalam darah (Abbott et al. 2010).
Lalu bagaimana dengan jargon “Jangan memakasi MSG. MSG bikin bodoh”. Apakah semua MSG yang kita konsumsi dapat masuk ke ke otak kita? Riset menunjukan bahwa glutamat yang berasal dari makanan sebagian besar mengalami metabolisme di saluran cerna sebelum masuk ke peredaran darah. Selain itu, proses transport glutamate dari sirkulasi darah ke otak kurang memungkinkan karena adanya protein transporter di endothelial BBB yang memompa glutamate kembali ke peredaran darah. Sebagian besar glutamat di otak tersimpan di vesikel sel syaraf dan vesikel astrocytes. Kelebihan jumlah glutamat di dalam cairan otak dibuang ke peredaran darah oleh transporter glutamat yang berada di endothelial BBB. Dengan demikian, ketika integritas BBB terganggu, endothelial sel gagal mengatur kadar optimal glutamate di dalam otak. Akumulasi glutamate di dalam otak dapat memicu kematian sel syaraf (Hawkins and Viña 2016).
BBB memproteksi system syaraf pusat dari masuknya bakteri pathogen ke jaringan otak. Tak heran apabila kita lebih sering mendengar berita seseorang teinfeksi saluran cerna, infeksi saluran nafas, infeksi kandung kemih, infeksi kulit, mulut, dan mata dibanding kasus infeksi otak. Prevalensi infeksi otak memang lebih kecil daripada infeksi infeksi di organ lainnya (Sarrazin, Bonneville, and Martin-Blondel 2012). Sistem pertahanan lood-brain barrier, tulang tengkorak dan lapisan meninges (selaput otak) lah yang bekerja mencegah masuknya pathogen ke dalam jaringan otak.
Walaupun BBB memiliki sistem pertahanan yang kuat, namun integritasnya dapat rusak/berkurang oleh beberapa hal. Trauma kepala, proses penuaan (aging), merokok, konsumsi alkohol dan narkotika psikotropika dapat memicu rusaknya pertahanan blood-brain barrier. Kerusakan fungsi BBB umumnya berakibat pada masuknya zat-zat asing ke dalam otak dan perubahan homeostasis otak yang berakibat pada reaksi inflamasi dan gangguan fungsi kerja otak (Wu et al. 2020).
Tauma kepala (mild traumatic brain injury/mTBI) karena benturan dapat menyebabkan neuroinflamasi, edema, kematian sel syaraf dan kerusakan akson. Disamping itu mTBI menyebabkan disfungsi blood brain barrier. Disfungsi BBB terjadi sesaat setelah mTBi dan masih ditemui dua hari pasca trauma otak. Disfungsi ini diperantarai oleh penurunan ekpresi tight junction protein, deformasi astrocytes serta basal lamina. Gangguan fungsi BBB, neuroinflamasi, dan kematian sel syaraf akibat trauma otak selanjutnya memicu penurunan fungsi kognitif dan perubahan respon emosi pasien mTBI (Wu et al. 2020).
Selain traima kepala, proses penuaan (aging) menyebabkan kerusakan pembuluh darah otak. Kerusakan ini meliputi berkurangnya jumlah endothelial BBB, pemanjangan bentuk sel endothelial, penurunan diameter pembuluh kapiler otak, dan penurunan jumlah mitrokondria sel endothelial BBB. Disamping morfologi pembuluh darah, penuaan turut menurunkan fungsi transport dari endothelial BBB seperti transport glukosa ke dalam otak. Glukosa merupakan sumber energi utama untuk aktivitas sel-sel di otak (Senatorov et al. 2019).
Selain penuaan dan trauma kepala, merokok dapat menurunkan fungsi BBB. Nikotin dalam rokok merusak integritas BBB melalui perubahan ekspresi tight junction protein sehingga membuka jalur difusi melalui ruang antar sel. Selain nikotin, rokok juga mengandung nitrit oksida yang dapat memicu berbagai mekanisme molekuler yang melemahkan integritas BBB. Nitrit oksida memicu stress oksidatif dalam sel endothelial, meningkatkan jumlah reactive oxygen species (ROS) dan radikal nitrogen dan menyebabkan kerusakan mitrokondria. Sama seperti nikotin, transduksi signal yang dipicu oleh radikal bebas berakibat pada perubahan ekspresi tight junction protein dan degradasinya oleh enzyme matrixmetalloprotease.
Saat ini, merokok tidak hanya dilakukan dengan rokok kretek atau cerutu. Banyak perokok beralih pada vape atau e-ciggarete. Tidak lebih aman dari rokok konvensional, nikotin dari vape (e-cigarette) tetap disfungsi BBB melalui mekanisme yang sama: penurunan ekpresi tight junction protein. Selain itu nikotin dari vape juga menurunkan ekpresi transporter Glut-1 yang membantu masuknya glukosa ke otak. Penurunan fungsi BBB akibat merokok menggunakan vape pada jangka panjang daapt menurunkan daya ingat (Małkiewicz et al. 2020)(Pimentel et al. 2020).
Di samping hal hal di atas, konsumsi alhohol secara berlebihan dapat menurunkan integritas BBB (Laksitorini et al. 2021). Minuman beralkohol tidak hanya merusak usus dan hati namun juga menyebabkan kerusakan otak. Studi pada pecandu alkohol menunjukan bahwa konsumsi alkohol secara berkepanjangan dapat memicu kematian sel syaraf otak dan penurunan kemampuan kognitif. Metabolisme alkohol di endothelial BBB menghasilkan asetaldehid dan reactive oxygen species (ROS). ROS mengaktifkan tranduksi signal yang berakibat pada disfungsi blood brain barrier dan neuroinflamasi. Selain alkohol, penyalahgunaan obat obat seperti cocaine, methamphetamine, morphine, dan heroin juga menyebabkan disfungsi BBB. Senyawa senyawa ini dapat memodifikasi konformasi sel endothelial BBB dan menurunkan ekspresi dari tight junction protein.
Remaja memiliki kecenderungan untuk mencoba hal yang baru. Mencoba rokok, minuman beralkohol dan obat obat terlarang termasuk hal hal yang menjadi sasaran remaja untuk mencoba hal baru. Berdasarkan uraian di atas diharapkan bahwa remaja, orang tua dan guru pendamping mengetahui bahwa merokok, minuman berakohol dan obat terlarang memiliki efek negatif terhadap integritas blood-brain barrier. Ketika BBB tidak berfungsi dengan baik maka dapat menyebabkan masuknya sel imun ke dalam jaringan otak dan reaksi neuroinflamasi. Efek jangka panjang dari rusaknya BBB akibat merokok, alkohol dan obat terlarang adalah penurunan fungsi kognitif otak (Małkiewicz et al. 2020). Yuk, jaga otak kita dengan menjaga fungsi blood-brain barrier: garda pertahanan kesehatan otak.
Referensi:
Abbott, N. Joan, Adjanie A.K. Patabendige, Diana E.M. Dolman, Siti R. Yusof, and David J. Begley. 2010. “Structure and Function of the Blood-Brain Barrier.” Neurobiology of Disease 37 (1): 13–25. https://doi.org/10.1016/j.nbd.2009.07.030.
Hawkins, Richard A., and Juan R. Viña. 2016. “How Glutamate Is Managed by the Blood-Brain Barrier.” Biology 5 (4): 1–7. https://doi.org/10.3390/biology5040037.
Laksitorini, Marlyn D. Prasasty Vivitri D. Kiptoo, Paul K. Siahaan, Teruna J. 2014. “Pathways and Progress in Improving Drug Delivery through the Intestinal Mucosa and Blood-Brain Barriers” 5 (10): 1143–63. https://doi.org/10.4155/tde.14.67.Pathways.
Laksitorini, Marlyn D., Vinith Yathindranath, Wei Xiong, Sabine Hombach-Klonisch, and Donald W. Miller. 2019. “Modulation of Wnt/β-Catenin Signaling Promotes Blood-Brain Barrier Phenotype in Cultured Brain Endothelial Cells.” Scientific Reports 9 (1): 1–13. https://doi.org/10.1038/s41598-019-56075-w.
Laksitorini, Marlyn D., Vinith Yathindranath, Wei Xiong, Fiona E. Parkinson, James A. Thliveris, and Donald W. Miller. 2021. “Impact of Wnt/β-Catenin Signaling on Ethanol-Induced Changes in Brain Endothelial Cell Permeability.” Journal of Neurochemistry 157 (4): 1118–37. https://doi.org/10.1111/jnc.15203.
Małkiewicz, Marta A., Andrzej Małecki, Michal Toborek, Arkadiusz Szarmach, and Paweł J. Winklewski. 2020. “Substances of Abuse and the Blood Brain Barrier: Interactions with Physical Exercise.” Neuroscience and Biobehavioral Reviews 119 (October): 204–16. https://doi.org/10.1016/j.neubiorev.2020.09.026.
Pimentel, Emely, Kalaiselvi Sivalingam, Mayur Doke, and Thangavel Samikkannu. 2020. “Effects of Drugs of Abuse on the Blood-Brain Barrier: A Brief Overview.” Frontiers in Neuroscience 14 (May): 1–9. https://doi.org/10.3389/fnins.2020.00513.
Sarrazin, J. L., F. Bonneville, and G. Martin-Blondel. 2012. “Brain Infections.” Diagnostic and Interventional Imaging 93 (6): 473–90. https://doi.org/10.1016/j.diii.2012.04.020.
Segarra, Marta, Maria R. Aburto, and Amparo Acker-Palmer. 2021. “Blood–Brain Barrier Dynamics to Maintain Brain Homeostasis.” Trends in Neurosciences 44 (5): 393–405. https://doi.org/10.1016/j.tins.2020.12.002.
Senatorov, Vladimir V., Aaron R. Friedman, Dan Z. Milikovsky, Jonathan Ofer, Rotem Saar-Ashkenazy, Adiel Charbash, Naznin Jahan, et al. 2019. “Blood-Brain Barrier Dysfunction in Aging Induces Hyperactivation of TGFβ Signaling and Chronic yet Reversible Neural Dysfunction.” Science Translational Medicine 11 (521). https://doi.org/10.1126/scitranslmed.aaw8283.
Wu, Yingxi, Haijian Wu, Xinying Guo, Brock Pluimer, and Zhen Zhao. 2020. “Blood–Brain Barrier Dysfunction in Mild Traumatic Brain Injury: Evidence From Preclinical Murine Models.” Frontiers in Physiology 11 (August). https://doi.org/10.3389/fphys.2020.01030.