Universitas Gadjah Mada Kanal Pengetahuan Farmasi
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Kemoprevensi dan Antikanker
Arsip:

Kemoprevensi dan Antikanker

EPIGALLOCATECHIN GALLATE (EGCG) KANDUNGAN “AJAIB” DARI TEH HIJAU YANG BERMANFAAT UNTUK KESEHATAN

Kemoprevensi dan AntikankerObat Alami untuk IndonesiaPusat Informasi Obat dan Farmakologi Wednesday, 22 January 2025

Penulis
Dewi Marlina
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, UGM
Dosen Poltekes Kemenkes Palembang, Prodi D III Farmasi

Gambar 1. Daun dan serbuk teh hijau
Sumber: blog.jaco.co.id

Gambar 1. Daun dan serbuk teh hijau
Sumber: blog.jaco.co.id

Teh hijau merupakan minuman penting di sebagian besar negara Asia dan populer di kalangan masyarakat Tiongkok dan Jepang. Teh hijau diproduksi dari daun segar Camellia sinensis. Teh hijau mengandung senyawa antioksidan, vitamin, karbohidrat, protein, mineral, klorofil, dan polifenol, yang memberikan manfaat bagi Kesehatan (Xu et al., 2021).

Efek teh hijau yang paling menonjol pada kesehatan manusia terutama disebabkan oleh katekin termasuk epikatekin, epigallocatechin, epikatekin galat, dan epigallocatechin gallate (EGCG). Salah satu komponen utama yang membuat teh hijau begitu istimewa adalah senyawa yang disebut EGCG. Senyawa ini sering dianggap sebagai bahan aktif yang memberikan banyak manfaat untuk tubuh kita. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang EGCG, manfaatnya, dan mengapa Anda sebaiknya mempertimbangkan untuk rutin mengonsumsi teh hijau. (Xu et al., 2020).

Gambar 2. Skema komposisi daun teh hijau
Sumber: (Rady et al., 2018)

Apa Itu EGCG?

EGCG adalah jenis katekin, yaitu kelompok senyawa flavonoid yang ditemukan dalam daun teh hijau. EGCG  senyawa aktif teh hijau dan perannya dalam penyembuhan dan pencegahan penyakit telah terbukti. Perannya dalam manajemen penyakit dapat dikaitkan dengan sifat antioksidan dan anti-inflamasinya. EGCG memiliki sifat antioksidan yang tinggi, yang artinya dapat membantu tubuh melawan kerusakan sel akibat radikal bebas. Radikal bebas sendiri adalah molekul yang dapat merusak sel-sel tubuh dan berkontribusi pada proses penuaan serta penyakit degeneratif (Almatroodi et al., 2020)

Katekin, termasuk EGCG, memiliki banyak manfaat kesehatan, seperti meningkatkan metabolisme, memperbaiki kesehatan jantung, dan bahkan melawan kanker. Meskipun ada banyak jenis katekin dalam teh hijau, EGCG adalah yang paling dominan dan yang paling banyak diteliti oleh para ilmuwan.

Bagaimana EGCG Bekerja dalam Tubuh?

EGCG bekerja dengan berbagai cara dalam tubuh, terutama berkat kemampuannya sebagai antioksidan yang kuat. Antioksidan membantu mengurangi stres oksidatif proses di mana radikal bebas merusak sel-sel tubuh. Selain itu, EGCG juga memiliki efek anti-inflamasi yang dapat mengurangi peradangan di tubuh (Gonçalves et al., 2021). EGCG juga memiliki pelindung jaringan yang mungkin berguna dalam pengobatan berbagai penyakit, terutama kanker, dan gangguan neurologis, kardiovaskular, pernapasan, dan metabolic  (Mokra et al., 2022). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa EGCG dapat mempengaruhi jalur metabolik tertentu, yang dapat mendukung proses penurunan berat badan, pengelolaan gula darah, dan bahkan melawan beberapa jenis kanker Selain itu, EGCG juga diketahui dapat meningkatkan kesehatan jantung dengan membantu menurunkan kolesterol jahat (LDL) dan meningkatkan fungsi pembuluh darah (Anandh Babu and Liu, 2008).

Manfaat EGCG untuk Kesehatan

Gambar 3. Peran EGCG dan katekin teh hijau pada kanker reproduksi
Sumber: (Hung et al., 2022)
  1. Meningkatkan Kesehatan Jantung
    Salah satu manfaat utama EGCG adalah kemampuannya untuk melindungi kesehatan jantung. Sebagian besarpenelitian  studi observasional telah mengungkap peran protektif suplementasi teh hijau pada penyakit kardiovaskular. Efek suplementasi teh hijau pada faktor risiko kardiovaskular termasuk profil lipid, tekanan darah, penanda kontrol glikemik, dan CRP, menunjukkan perbaikan dalam profil lipid dan glikemik setelah suplementasi teh hijau.(Zamani et al., 2023). Hal ini dikarenakan sifat antioksidan EGCG yang membantu melawan oksidasi kolesterol jahat, yang merupakan penyebab utama aterosklerosis.
  2. Meningkatkan Pembakaran Lemak
    EGC yaitu antioksidan yang dapat menstimulasi metabolism tubuh. Tubuh dapat membakar lemak hanya dengan duduk dan minum teh. Jadi, dengan minum teh dapat meningkatkan gelombang otak neurotransmitter dan metabolisme tubuh yang dapat meningkatkan energi dan menurunkn nafsu atau selera makan. EGCG dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan oksidasi lemak yang pada akhirnya dapat membantu menurunkan berat badan (Rismayanthi and Purnama, 2021). Inilah sebabnya banyak orang yang mengonsumsi teh hijau sebagai bagian dari program diet mereka.
  3. Mencegah Kanker
    Penelitian menunjukkan bahwa EGCG juga memiliki sifat anti-kanker yang signifikan. Senyawa ini bekerja dengan menghambat pertumbuhan sel kanker dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh untuk melawan sel-sel kanker. Pada beberapa menelitian menunjukkan bahwa EGCG dapat menghambat proliferasi sel kanker dalam beberapa jenis kanker, termasuk kanker payudara kanker serviks dan prostat (Almatroodi et al., 2020). Dari beberapa penelitian yang mengunakan EGCG, dari teh hijau dapat berperan dalam pencegahan kanker.
  4. Meningkatkan Kesehatan Otak
    Senyawa EGCG juga memiliki efek positif pada kesehatan otak. EGCG dapat membantu melindungi otak dari kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif dan peradangan (Al-Najjar et al., 2024). EGCG dapat meningkatkan kognisi dan melindungi sel-sel otak dari kerusakan yang dapat menyebabkan penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson. Ini menjadikan teh hijau sebagai pilihan minuman yang sangat baik untuk mendukung kesehatan otak di usia lanjut.
  5. Meningkatkan Kesehatan Kulit
    Teh hijau dan EGCG juga memiliki manfaat besar bagi kesehatan kulit. Antioksidan dalam EGCG dapat melawan kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari dan polusi. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa EGCG dapat membantu mengurangi kerusakan kulit akibat sinar UV dan meningkatkan elastisitas kulit. EGCG dapat diserap oleh kulit dan dapat melawan kepikunan kulit secara efektif. (Chen et al., 2017). Oleh karena itu, selain diminum, ekstrak teh hijau juga sering digunakan dalam berbagai produk perawatan kulit.

 

Cara Mengonsumsi Teh Hijau untuk Mendapatkan Manfaat EGCG

Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari EGCG dalam teh hijau, perhatikan cara penyeduhan dan konsumsinya:

  • Suhu Air: Gunakan air dengan suhu sekitar 80°C untuk menyeduh teh hijau. Air yang terlalu panas dapat merusak kandungan EGCG.
  • Waktu Penyeduhan: Seduh teh selama 2-3 menit. Penyeduhan yang terlalu lama dapat membuat rasa teh menjadi pahit dan mengurangi kandungan EGCG.
  • Konsumsi Secara Teratur: Minum 2-3 cangkir teh hijau per hari dianggap aman dan dapat memberikan manfaat kesehatan. Namun, hindari konsumsi berlebihan karena dapat menyebabkan efek samping seperti gangguan tidur akibat kandungan kafein.

Kesimpulan

EGCG adalah senyawa ajaib yang terkandung dalam teh hijau dengan berbagai manfaat kesehatan yang luar biasa. Dari melindungi kesehatan jantung, meningkatkan metabolisme, hingga mencegah kanker dan menjaga kesehatan otak, EGCG adalah alasan mengapa teh hijau sering disebut sebagai “superfood”. Mengonsumsi teh hijau secara rutin bisa menjadi langkah sederhana yang Anda lakukan untuk meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.

Namun, seperti halnya dengan suplemen atau bahan alami lainnya, konsumsi teh hijau harus dilakukan dengan bijak dan dalam jumlah yang wajar. Jika Anda memiliki kondisi medis tertentu, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter Anda.

 

Daftar Pustaka

Almatroodi, S.A., Almatroudi, A., Khan, A.A., Alhumaydhi, F.A., Alsahli, M.A., Rahmani, A.H., 2020. Potential Therapeutic Targets of Epigallocatechin Gallate (EGCG), the Most Abundant Catechin in Green Tea, and Its Role in the Therapy of Various Types of Cancer. Molecules 25, 3146. https://doi.org/10.3390/molecules25143146

Al-Najjar, A.H., Khalifa, M.K.A., Amin, O.M., Badawi, N.M., 2024. Epigallocatechin-3-gallate loaded proliposomal vesicles for management of traumatic brain injury: In-vitro and in-vivo evaluation. Journal of Drug Delivery Science and Technology 97, 105745. https://doi.org/10.1016/j.jddst.2024.105745

Anandh Babu, P., Liu, D., 2008. Green Tea Catechins and Cardiovascular Health: An Update. CMC 15, 1840–1850. https://doi.org/10.2174/092986708785132979

Chen, J., Li, Y., Zhu, Q., Li, T., Lu, H., Wei, N., Huang, Y., Shi, R., Ma, X., Wang, X., Sheng, J., 2017. Anti-skin-aging effect of epigallocatechin gallate by regulating epidermal growth factor receptor pathway on aging mouse model induced by d -Galactose. Mechanisms of Ageing and Development 164, 1–7. https://doi.org/10.1016/j.mad.2017.03.007

Gonçalves, P.B., Sodero, A.C.R., Cordeiro, Y., 2021. Green Tea Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) Targeting Protein Misfolding in Drug Discovery for Neurodegenerative Diseases. Biomolecules 11, 767. https://doi.org/10.3390/biom11050767

Hung, S.W., Li, Y., Chen, X., Chu, K.O., Zhao, Y., Liu, Y., Guo, X., Man, G.C.-W., Wang, C.C., 2022. Green Tea Epigallocatechin-3-Gallate Regulates Autophagy in Male and Female Reproductive Cancer. Front. Pharmacol. 13, 906746. https://doi.org/10.3389/fphar.2022.906746

Mokra, D., Joskova, M., Mokry, J., 2022. Therapeutic Effects of Green Tea Polyphenol (‒)-Epigallocatechin-3-Gallate (EGCG) in Relation to Molecular Pathways Controlling Inflammation, Oxidative Stress, and Apoptosis. IJMS 24, 340. https://doi.org/10.3390/ijms24010340

Rady, I., Mohamed, H., Rady, M., Siddiqui, I.A., Mukhtar, H., 2018. Cancer preventive and therapeutic effects of EGCG, the major polyphenol in green tea. Egyptian Journal of Basic and Applied Sciences 5, 1–23. https://doi.org/10.1016/j.ejbas.2017.12.001

Rismayanthi, C., Purnama, Y.O., 2021. The effect of green tea (camellia sinensis) with aerobic exercise for weight loss in obesity adolescents.

Xu, C., Liang, L., Li, Y., Yang, T., Fan, Y., Mao, X., Wang, Y., 2021. Studies of quality development and major chemical composition of green tea processed from tea with different shoot maturity. LWT 142, 111055. https://doi.org/10.1016/j.lwt.2021.111055

Xu, R., Bai, Y., Yang, K., Chen, G., 2020. Effects of green tea consumption on glycemic control: a systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Nutr Metab (Lond) 17, 56. https://doi.org/10.1186/s12986-020-00469-5

Zamani, M., Kelishadi, M.R., Ashtary-Larky, D., Amirani, N., Goudarzi, K., Torki, I.A., Bagheri, R., Ghanavati, M., Asbaghi, O., 2023. The effects of green tea supplementation on cardiovascular risk factors: A systematic review and meta-analysis. Front. Nutr. 9, 1084455. https://doi.org/10.3389/fnut.2022.1084455

Seputar Biang Keringat

Kemoprevensi dan Antikanker Friday, 27 December 2024

Biang keringat atau miliaria merupakan kondisi kulit dengan ruam kecil yang diakibatkan adanya penyumbatan kelenjar keringat. Hal ini menyebabkan aliran balik keringat ke dermis atau epidermis menimbulkan bentol kecil di bawah kulit.

Biang keringat dapat terjadi pada semua kelompok umur, etnis, jenis kelamin, namun pada bayi dan anak-anak berisiko lebih tinggi karena belum matangnya fungsi saluran kelenjat keringat. Biang keringat umumnya terjadi di iklim hangat dan lembab, terutama selama musim panas. Ruam biasanya sembuh tanpa pengobatan.

Pemicu terjadinya biang keringat juga dapat disebabkan oleh riwayat penggunaan obat-obatan yang memicu keringat antara lain  bethanechol, clonidine, dan neostigmine.

Beberapa jenis biang keringat,antara lain:

  1. Miliaria crystalline: umumnya terjadi pada orang dewasa dan neonatus. Jenis ini ditandai dengan bintil yang menyerupai tetesan air pada kulit dan mudah pecah. Ruam biasanya muncul dalam beberapa hari setelah terpapar faktor risiko dan sembuh dalam sehari setelah lapisan kulit paling luar terlepas.
  2. Miliaria rubra: Kondisi ini adalah bentuk miliaria yang paling umum dan ditandai dengan sumbatnya saluran keringat di lapisan kulit yang lebih dalam, yang memicu respons inflamasi. Hal ini mengarah pada pembentukan bintil yang lebih besar. Oleh karena respon inflamasi, penderita bisa mengalami gejala gatal dan nyeri yang dapat diperburuk ketika berkeringat, menyebabkan peningkatan terjadinya iritasi.
  3. Miliaria profunda: Miliaria profunda menghasilkan bintil besar dan keras, menyerang lapisan kulit lebih dalam, di persimpangan dermal-epidermis.  Kondisi ini sering diamati pada pasien dengan riwayat beberapa kali mengalami miliaria rubra. Ruam biasanya muncul dalam beberapa menit hingga jam setelah berkeringat dan sembuh dalam waktu satu jam setelah berkeringat berhenti.

Pengobatan miliaria unik tergantung pada jenisnya. Namun, pada umumnya, penangananan pada biang keringat berfokus pada mengurangi terjadinya keringat dan mencegah penyumbatan kelenjar. Penanganan yang dapat dilakukan adalah:

  1. Menjaga kulit dalam suasana dingin, seperti mandi menggunakan air dingin, berada di ruangan yang sejuk
  2. Menggunakan perawatan kulit yang tepat, yaitu gentle cleanser dan menghindari krim kental atau salep yang dapat menyumbat saluran keringat.
  3. Meminum air yang cukup agar tetap terhidrasi
  4. Menggunakan pakaian longgar atau tidak ketat
  5. Menghindari material yang menempel di kulit seperti perban atau patch
  6. Menghindari lingkungan yang panas
  7. Pemberian steroid topikal atau antihistamin untuk meredakan gatal
  8. Miliaria crystallina biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena biasanya sembuh dalam waktu 24 jam.
  9. Miliaria rubra diobati dengan mengurangi peradangan. Penggunaan kortikosteroid seperti krim triamcinolone 0,1%, dapat dioleskan ke area yang terkena selama 1 hingga 2 minggu. Sedangkan, miliaria pustulosa yang berkembang, antibiotik topikal seperti klindamisin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.

Konsultasi diperlukan untuk penderita dengan miliaria parah, berulang, atau resisten terhadap perawatan standar.

(Sumber gambar: https://img.freepik.com/free-vector/baby-with-heat-rash_1308-17553.jpg?ga=GA1.1.624983005.1733895300&semt=ais_hybrid, Designed by Freepik)

Referensi

Danzig, R.M., Raunig, J.M., dan Acholonu, C.J., 2024. Exertional Heat Illness—From Identifying Heat Rash to Treating Heat Stroke. Pediatric Annals, 53: e17–e21.

Guerra, K.C., Toncar, A., dan Krishnamurthy, K., 2024. Miliaria, dalam: StatPearls. StatPearls Publishing, Treasure Island (FL).

Sorensen, C. dan Hess, J., 2022. Treatment and Prevention of Heat-Related Illness. New England Journal of Medicine, 387: 1404–1413.

Investigasi sifat imunomodulator dan toksisitas ekstrak kulit jeruk

Kemoprevensi dan Antikanker Tuesday, 6 August 2024

Menganalisis efek imunomodulator dan toksisitas ekstrak kulit jeruk menggunakan ekstrak kulit jeruk hasil hidrodinamik-kavitasi  pada berbagai vasiasi dosis

Buah jeruk, yang banyak dikonsumsi karena manfaat nutrisinya, menawarkan banyak manfaat kesehatan. Selain bagian yang dapat dimakan, kulitnya yang terdiri dari flavedo dan albedo umumnya hanya dibuang sebagai limbah. Namun, perlahan bagian yang tidak dikonsumsi tersebut semakin menarik perhatian peneliti karena kandungan senyawa kimia berharganya yang tinggi. Senyawa-senyawa yang terkandung tersebut memiliki potensi sebagai suplemen atau bahan obat, yang menunjukkan peluang yang menjanjikan untuk penelitian dan penerapan di masa depan dalam industri farmasi dan kesehatan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kulit jeruk menunjukkan kemampuan antivirus, aktivitas imunomodulator, dan sifat anti-inflamasi. Sayangnya, metode ekstraksi konvensional yang menggunakan pelarut organik menjadi rate limiting step dalam pemanfaatan  ekstrak kulit jeruk yang mengandung metoksi-flavonoid, yaitu terkait dengan aspek toksisitas dan kehalalannya. Oleh karena itu, penelitian ini mengadopsi teknik hydrodynamic cavitation ( HC, hidrodinamik-kavitasi) sebagai metode ekstraksi berbasis air untuk memperoleh ekstrak yang mengandung metoksi-flavonoid tinggi dari kulit buah jeruk mandarin (Citrus reticulata). “Metode hidrodinamik-kavitasi sangat bermanfaat karena dapat menghasilkan ekstrak kulit jeruk dengan kandungan metoksi-flavonoid yang tinggi, praktis tidak toksik, dan memiliki aktivitas imunomodulator tanpa menggunakan ekstraksi pelarut organik, sehingga memungkinkan penerapannya di bidang nutra-farmaseutikal,” kata Dr. Muthi Ikawati dari Laboratorium Rekayasa Makromolekul, Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.

Penelitian ini berkontribusi menambah  pengetahuan yang ada dengan memvalidasi keamanan dan sifat imunomodulator ekstrak hidrodinamik-kavitasi kulit jeruk (HCE-CP) melalui uji toksisitas akut dan uji imunomodulator pada tikus. Temuan utama meliputi tidak adanya toksisitas oral akut dan kelainan histopatologis pada tikus yang diberikan HCE-CP hingga dosis 5000 mg/kg berat badan (bb). Ekstrak tersebut juga tidak berpengaruh pada berat badan atau profil hematologi pada tikus setelah asupan harian selama 4 minggu.

Selain itu, limpa sebagai salah satau organ limfoid sekunder terbukti memiliki bobot relatif lebih tinggi pada pemberian HCE-CP, yang menunjukkan aktivasi sistem imun. Evaluasi lebih lanjut menunjukkan penurunan limfosit sel T CD4+, yang mengindikasikan kemungkinan efek anti-inflamasi. Analisis bioinformatik mengidentifikasi 14 protein yang ditargetkan oleh hesperidin dan hesperetin, dua metoksi-flavonid utama pada kulit jeruk, termasuk STAT1, interleukin-27, dan protein-protein mediator inflamasi seperti PTGS1, MMP12, MMP13, dan MMP8. Protein-protein tersebut memainkan peran penting dalam reaksi inflamasi/peradangan, dan senyawa metoksi-flavonoid dari kulit jeruk tersebut dapat memblokir peradangan. Penelitian selanjutnya mencakup pengukuran tingkat ekspresi protein-protein tersebut dan dan uji migrasi pada sel yang diberi perlakukan metoksi-flavonoid atau HCE-CP secara in vitro untuk membuktikan teori tersebut. Temuan ini menunjukkan bahwa HCE-CP aman dan memiliki potensi manfaat pada sistem imunitas tubuh, menjadikannya kandidat yang menjanjikan untuk dikembangkan sebagai sediaan nutra-farmasetikal.

Penelitian menyimpulkan bahwa pemberian HCE-CP secara oral hingga 5000 mg/kg bb pada tikus aman dan tidak menimbulkan efek mematikan atau tanda klinis yang nyata. HCE-CP menurunkan jumlah sel limfosit T CD4+. Hesperidin dan hesperetin, metoksi-flavonoid utama dalam kulit jeruk, mentarget protein-protein yang terlibat pada proses inflamasi pada sel  limfosit yang diinduksi lipopolisakarida. Analisis histopatologi hati dan ginjal tikus tidak menunjukkan kerusakan yang berarti setelah pemberian HCE-CP. Oleh karena itu, temuan ini menunjukkan bahwa HCE-CP memiliki potensi sebagai agen imunomodulator dan agen anti-inflamasi terhadap infeksi.

Secara keseluruhan, artikel ilmiah yang diterbitkan pada 2022 lalu  ini menyajikan analisis perbandingan metode ekstraksi pelarut tradisional dan metode HC yang terhitung baru, serta menyoroti keunggulan metode HC dalam hal keberterimaan, pemanfaatan, dan keamanan. 

Gambar:
Gambar:
Judul  G¥gambar: Penilaian Toksisitas Akut dan Potensi Imunomodulator Ekstrak Hidrodinamik-Kavitasi Kulit Jeruk

Keterangan gambar: Kulit jeruk telah banyak dieksplorasi karena kandungan metoksi-flavonoidnya yang tinggi, yang menunjukkan beberapa aktivitas biologis seperti imunomodulator, anti-inflamasi, dan kemoprevensi. Pemberian ekstrak kavitasi hidrodinamik kulit jeruk secara oral, hingga 5000 mg/kg bb pada tikus, pada dasarnya tidak menunjukkan efek toksik.

Ringkasan: &nbspStudi ini menggunakan teknik hidrodinamik-kavitasi, yaitu suatu metode ekstraksi berbasis air, sebagai alternatif yang lebih aman, lebih dapat diterima, dan efisien dibandingkan metode ekstraksi pelarut organik. Pendekatan ini berhasil menghasilkan ekstrak kandungan metoksi flavonoid yang tinggi dari kulit jeruk Citrus reticulata. Melalui pengujian dan penelitian toksisitas oral akut pada tikus yang diinduksi lipopolisakarida, bersama dengan analisis bioinformatik, ekstrak tersebut terbukti non-toksik dan memiliki potensi efek imunomodulator yang menargetkan protein-protein inflamasi. Oleh karena itu, ekstrak tersebut dianggap aman dan menjanjikan untuk aplikasi di bidang nutra-farmaseutikal.

Artikel ini ditulis aslinya dalam Bahasa Inggris.

Artikel asli dalam Bahasa Inggris dapat diakses di [link ke yg english]….

The original English version can be found here: …[link ke yg english]….

Baca artikel selengkapnya di sini:

“Acute toxicity evaluation and immunomodulatory potential of hydrodynamic cavitation extract of citrus peels” diterbitkan pada 05 April 2022 di Journal of Applied

Pharmaceutical Science https://dx.doi.org/10.7324/JAPS.2022.120415

 

Bacaan lebih lanjut

  • The Chemopreventive Potential of Diosmin and Hesperidin for COVID-19 and Its Comorbid Diseases diterbitkan pada tahun 2020, di Indonesian Journal of CancerChemopreventionhttps://ijcc.chemoprev.org/index.php/ijcc/article/view/349/0
  • Citrus Flavonoids from Citrus reticulata Peels Potentially Target an Autophagy Modulator, MAP1LC3A, in Breast Cancer diterbitkan pada tahun 2021, di Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention https://ijcc.chemoprev.org/index.php/ijcc/article/view/374

Umbi Uwi, Bahan Pangan Lokal “Uwow” Peningkat Sistem Pertahanan Tubuh

Kemoprevensi dan Antikanker Tuesday, 19 September 2023

Penulis :
Ika Puspitaningrum

NIM 22 / 495254 / SFA / 00262

Mahasiswa Program Doktor Fakultas Farmasi UGM

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Semarang

 

    Perkembangan penyakit yang semakin meluas menyebabkan tubuh mudah sekali terinfeksi bakteri dan virus. Saat ini, dunia sedang dihadapkan dengan banyaknya bermunculan virus-virus dan bakteri-bakteri baru yang bersifat patogen, seperti virus Corona, virus Cacar Monyet, hingga bakteri penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Atas. Hal ini menyebabkan naiknya biaya pengobatan namun tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan.

    Oleh karena itu, langkah awal yang dapat dilakukan dalam upaya menghadapi organisme yang merugikan tersebut adalah menjaga sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Sistem pertahanan tubuh atau disebut sistem imun sangat penting bagi tubuh kita, terutama dalam melindungi tubuh dari paparan bakteri, virus, dan senyawa asing lainnya. Konfigurasi asing ini disebut antigen atau imunogen, dan proses serta fenomena yang menyertainya disebut antibodi.

    Bila sistem imun terpapar oleh zat yang dianggap asing, maka akan terjadi dua jenis respon imun, yaitu respon imun non spesifik (natural/innate), dan respon imun spesifik (adaptif/acquired). Meskipun kedua respon imun ini berbeda, namun keduanya saling meningkatkan efektivitas. Respon imun yang terjadi merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat dalam system imun (1).

    Imunitas non spesifik (natural/innate) merupakan mekanisme pertahanan secara alamiah. Mekanisme ini berperan sebagai garis pertahanan pertama dan penghambat kebanyakan patogen sebelum menjadi infeksi yang terlihat. Yang termasuk dalam imunitas non spesifik adalah reaksi antiinflamasi, protein antivirus (interferon), sel Natural Killer (NK cell), fagosit, dan sistem komplemen (1).

    Sedangkan imunitas spesifik (adaptif/acquired) timbul akibat dari rangsangan antigen tertentu, sebagai akibat tubuh pernah terpapar sebelumnya. Sistem imunitas spesifik terdiri dari humoral dan seluler. Sistem imun spesifik humoral yang berperan adalah sel Limfosit B, atau sel B. Sel B bila dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi, dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Sedangkan sistem imun spesifik seluler yang berperan adalah sel Limfosit T, atau sel T. Subpopulasi sel T yang disebut dengan sel T penolong (T-helper) akan mengenali mikroorganisme atau antigen dan sinyal ini menyulut limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk diantaranya interferon, yang dapat membantu makrofag untuk menghancurkan mikroorganisme tersebut. Sub populasi limfosit T lain yang disebut dengan sel T-sitotoksik (T-cytotoxic), juga berfungsi untuk menghancurkan mikroorganisme intraseluler serta menghasilkan gamma interferon yang mencegah penyebaran mikroorganisme kedalam sel lainnya (1).

                                       

Gambar 1. Mekanisme Imunitas Tubuh Melawan Bakteri (2)

    Virus dan bakteri tidak akan mudah masuk ke dalam tubuh apabila sistem imun kuat. Salah satu cara mempertahankan sistem imun adalah dengan pemberian imunomodulator, terutama zat yang meningkatkan sistem imun (imunostimulasi) (3). Selain itu, sistem imun dapat ditingkatkan dengan berolahraga, istirahat yang cukup, dan konsumsi gizi yang seimbang. Kumpulan zat-zat gizi tertentu atau subtansi makanan spesifik yang dikonsumsi dalam jumlah tertentu dalam diet yang memiliki kemampuan memodulasi dan memperbaiki respon imun, disebut sebagai immunonutrisi. Immunonutrisi merupakan bagian dari Nutrasetikal (bahan pangan yang dapat memberikan manfaat untuk kesehatan) dimana memiliki pengaruh terhadap parameter imunologik dan inflamasi yang telah terbukti secara klinis dan laboratorik (4).

    Immunonutrisi tersebut dapat diperoleh dari umbi-umbian. Indonesia merupakan negara yang banyak ditemukan beraneka macam umbi-umbian. Umbi-umbian ini menjadi salah satu bahan pangan lokal, yang bisa dikonsumsi oleh sebagian masyarakat sebagai pengganti beras. Banyak penelitian membuktikan bahwa umbi-umbian memiliki komponen yang berperan bagi kesehatan, seperti oligosakarida, polisakarida, serat pangan, antioksidan, prebiotik, vitamin, mineral, yang terbukti dapat meningkatkan kesehatan saluran cerna, dan sistem imun. Namun, konsumsi umbi-umbian di tingkat masyarakat masih rendah, dan masyarakat banyak beranggapan umbi-umbian sebagai makanan kelas dua (5). Masyarakat hanya mengenal beras, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar, sedangkan jenis umbi-umbi lain yang tersebar di Indonesia, masyarakat kurang mengenal dan memanfaatkannya.

     Salah satunya adalah umbi uwi (Dioscorea alata L.). Umbi uwi, bahan pangan lokal sebagai pengganti karbohidrat. Dahulu, umbi uwi merupakan bahan pangan alternatif yang digunakan saat musim paceklik tiba, dan sering kita temui di pasar-pasar tradisional. Sejak lama uwi merupakan tanaman budidaya, tetapi masih sangat jarang ditanam secara besar-besaran. Saat ini keberadaan uwi lokal di Indonesia mulai tergusur. Keengganan petani untuk menanam uwi disebabkan nilai ekonomi yang rendah dan belum tereksplorasinya manfaat dari uwi.

    Jika kita lihat lebih dalam kandungan-kandungan di dalam umbi uwi, ternyata umbi uwi memiliki khasiat dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Seperti kata pepatah “Tak Kenal maka Tak Sayang”, oleh karena itu melalui ulasan singkat ini, kita akan coba mengenalkan lebih dalam mengenai umbi uwi meliputi morfologi, kandungan serta khasiat nya sebagai peningkat sistem pertahanan tubuh. Harapannya, ulasan ini dapat meningkatkan daya tarik masyarakat untuk mengkonsumsi umbi uwi sebagai bahan pangan alternatif peningkat daya tahan tubuh, sehingga umbi uwi bisa dibudidayakan oleh para petani Indonesia.

               

       Gambar 2. Umbi Uwi (Dioscorea alata L.) Berbagai Varietas (a) ungu, (b) kuning, (c) putih

    Uwi termasuk ke dalam suku uwi-uwian (Dioscorea spp.). Uwi (Dioscorea spp.) merupakan tanaman umbi-umbian merambat dengan bentuk batang bulat, daun tunggal, dan memiliki rambut akar yang pendek dan kasar. Biasanya tanaman ini bisa mencapai ketinggian 3-10 m serta memiliki panjang berkisar 15,5-27 cm dan diameter 5,25-10,75 cm. Tanaman ini umumnya berumbi satu dan memiliki variasi dalam ukuran maupun bentuk, yakni: berlekuk ataupun menjari. Warna dari daging umbi uwi yaitu berwarna kuning, putih dan ungu, teksturnya keras dan bergetah. Uwi (Dioscorea alata L.) memiliki mutu rasa yang lebih baik dibandingkan jenis-jenis lain yang masih satu marga (Dioscorea spp.) yang sudah dikenal (6),(7).

     Di luar negeri, uwi dikenal dengan sebutan sebagai greater yam atau water yam. Dinamakan water yam kemungkinan karena air merupakan kandungan terbesar dalam umbi uwi. Sedangkan penamaan purple yam atau white yam, dikarenakan warna dari daging umbinya ungu atau putih. Nama greater yam karena daerah persebarannya paling luas di antara jenis yang lainnya. Di beberapa negara, uwi dikenal dengan sebutan Ife (Nigeria), ube (Filipina), ratalu (India), ubi kipas (Malaysia), uhi (Hawai dan Tahiti). Di Indonesia, uwi dikenal dengan beberapa nama daerah seperti ubi alabio atau ubi kelapa (Kalimantan), uwi (Jawa), huwi (Sunda), same (Sulawesi Selatan), dan lutu (Maluku) (7).

            Tanaman uwi dapat dipanen jika mempunyai ciri-ciri daunnya menguning, kemudian rontok, dan pohon mulai mengering. Waktu yang paling baik untuk memanen yaitu ketika musim kemarau. Hasil umbi yang tinggi dengan kualitas yang baik dihasilkan dari umbi yang dipanen ketika tanaman kering dengan umur sekitar 9 bulan (8).

     Umbi uwi dikonsumsi karena kandungan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (9). Umbi uwi kaya akan nutrisi, termasuk tepung, protein kasar (3,59 to 8,93%), ekstrak kasar (rata-rata 3,48%), asam amino (2,31 to 7,26%), gula (3,39%), dan vitamin. Penelitian Afidin, dkk. (2014) membuktikan bahwa umbi uwi ungu, kuning dan putih mempunyai karakteristik kandungan yang berbeda, yaitu kadar air antara 7,77-10,66%, kadar abu antara 2,1-3,77%, karbohidrat antara 77,95-82,88%, lemak antara 0,12-0,52%, dan protein antara 2,59-10,49% (10).

    Karbohidrat yang terdapat di dalam umbi uwi terdiri dari golongan oligosakarida dan polisakarida. Umbi uwi terbukti mengandung oligosakarida inulin sebesar 48,66 mg dan fiber 1,52% (11). Penelitian lain membuktikan kandungan inulin dalam umbi uwi sebesar 13% (12). Umbi uwi terbukti juga mengandung polisakarida larut air (PLA) berupa getah kental, seperti mannan dan selulosa, serta mannosa,  arabinosa,  glukosa, galaktosa, xilosa, dan rhamnosa, yang berkontribusi terhadap serat pangan (13). Sedangkan, protein dalam umbi uwi berupa dioscorin dengan kadar pada  umbi uwi  ungu  dan  kuning  adalah  28,94%  dan  25,45%  dari  total  protein  larut  air (14).

    Selain metabolit-metabolit primer di atas, umbi uwi juga mengandung senyawa bioaktif berupa metabolit sekunder, seperti  dioscin, dioscorin, allantoin, choline, polifenol, dan diosgenin (15). Diosgenin merupakan sapogenin steroidal dari asam, basa, atau hidrolisis enzim dari saponin yang memiliki rumus C27H42O3. Uwi ungu dan kuning mengandung diosgenin 0.015  g/kg  dan  0.006  g/kg (13).

     Kandungan-kandungan dalam umbi uwi tersebut yang diduga dapat memberikan aktivitas imunomodulator. Kandungan tinggi serat dalam umbi uwi dapat sebagai prebiotik, seperti inulin, glukomanan. Prebiotik adalah makanan bagi bakteri flora normal dalam usus yang berfungsi sebagai mekanisme sistem imun dalam saluran cerna (16). Mekanisme prebiotik dalam meningkatkan imunitas untuk melawan virus atau bakteri patogen adalah dengan mempromosikan pematangan, diferensiasi, dan reproduksi limfosit dan makrofag, mengaktifkan sistem retikuloendotelial, meningkatkan proporsi CD8+ IEL (17).

    Aktivitas imunomodulator dari umbi uwi tersebut telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Ekstrak hidro-methanol 70% dapat mempolarisasikan populasi limfosit TH0 menuju ekspresi respon imun TH1 dengan meningkatkan ekspresi IFN-γ & IL-2 serta menurunkan ekspresi IL-4 & IL-10. Ekstrak hidro-methanol 70% juga terbukti memiliki aktivitas mitogenik yg dibuktikan dengan proliferasi limfosit secara in vitro dg splenocyte cell mouse (18).

    Fraksi fruktooligosakarida Yam tubers (India) terbukti memiliki nilai aktivitas prebiotik yang sangat bagus, serta dapat meningkatkan imunomodulasi yang dimediasi IgA (19). Yam tuber mucilages (polisakarida) dari Taiwan terbukti dapat meningkatkan jumlah sel T Helper, aktivitas fagositik granulosit, monosit & makrofag baik secara in vivo maupun in vitro pada sel RAW 264.7, serta meningkatkan aktivitas cytotoksik (20).

    Dioscorea alata L mengandung Dioscorin (protein) sebagai imunomodulator, dengan merangsang produksi NO, meningkatkan indeks fagositosis, menginduksi produksi IL-6, TNF-α, IL-1β pada sel RAW 264.7, serta meningkatkan proliferasi spleen cell dari Balb/c (21). Ekstrak etanol D. alata L. mempunyai metabolit sekunder diosgenin yang beraktivitas immunocompetent pada sel T (CD8+, CD8+CD462L) pada mencit model alergi pencernaan (22).

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka umbi uwi dapat digunakan sebagai bahan pangan peningkat sistem kekebalan tubuh. Masyarakat biasa mengkonsumsi umbi uwi dengan cara direbus, dikukus atau dibakar. Bahkan saat ini untuk mengenalkan umbi uwi ke masyarakat, telah banyak bentuk pangan olahan dari umbi uwi, mulai dari dibuat keripik, tepung yang diolah menjadi kue, dodol atau bakmi. Dengan adanya bukti ilmiah bahwa umbi uwi dapat meningkatkan kekebalan tubuh, maka dapat memperkuat umbi uwi menjadi pilihan sebagai bahan baku pangan fungsional, sehingga meningkatkan pamor, budidaya serta nilai jual dari umbi uwi.

Daftar Pustaka

  • Abbas, A.K. and Lichtman, A.H. 2007. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed. WB Saunders Company Saunders, Philadelphia.
  • Abbas, A.K., Lichtman, A.H., and Pillai, S. 2012. Cellular and Molecular Immunologi. 12th ed. WB Saunders Company Saunders, Philadelphia.
  • Kusmardi, K. S. , dan Triana, E. E. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Johar (Cassia siamea ) Terhadap Peningkatan Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Makrofag. Laporan Penelitian. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  • Krenitsky, J. 2006. Immunonutrition – fact, fancy or folly?. In Parish CR (eds) Nutrition issues in gastroenterology: practical enterology. New York.
  • Portal Berita Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. 2020. Angkat Pamor Uwi dan Gembili, Jateng Gerakkan Diversifikasi Pangan Lokal. Website: jatengprov.go.id.
  • Richana, N., & Sunarti, T. C. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi kelapa dan Gembili. Pascapanen. 1(1): 29–37.
  • Hapsari, R.T. 2014. Prospek Uwi Sebagai Pangan Fungsional Dan Bahan Diversifikasi Pangan. Buletin Palawija. 27: 26-38.
  • Manu FDW, I Oduro, WO Ellis, R Asiedu, BM Dixon. 2013. Food quality changes in water yam (Dioscorea alata) during growth and storage. Asian J of Agric. and Food Sci. 1(3): 66–72.
  • Behera KK, T Maharana, S Sahoo, & A Prusti. 2009. Biochemical quantification of protein, fat, starch, crude fibre, ash and dry matter content in different collection of greater yam (Dioscorea alata) found in Orissa. Nature and Science. 7(7): 24-32.
  • Afidin, M.N., Hendrawan, Y., dan Yulianingsih, R. 2014. Analisis Sifat Fisik dan Kimia pada Pembuatan Tepung Umbi Uwi Ungu (Discorea alata), Uwi Kuning (Discorea alata) dan Uwi Putih (Discorea alata). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 2(3): 297-303.
  • Zubaidah, E., dan Akhadiana, W. 2013. Comparative Study of Inulin Extracts from Dahlia, Yam, and Gembili Tubers as Prebiotic. Food and Nutrition Sciences. 4: 8-12.
  • Winarti, S., Harmayani, E., dan Nurismanto, R. 2011. Karakteristik dan Profil Inulin Beberapa Jenis Uwi (Dioscorea). Agritech. 31(4): 378-383.
  • Prasetya, M.W.A., Estiasih, T., dan Nugrahini, N.I.P. 2016. Potensi Tepung Ubi Kelapa Ungu Dan Kuning (Dioscorea alata) Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 4(2): 468-473.
  • Harijono, Teti  Estiasih,  Mulia    Apriliyanti,  Asmak  Afriliana,  dan  Joni  Kusnadi.  2013. Physicochemical  and  Bioactives  Characteristics  of  Purple  and  Yellow  Water  Yam (Dioscorea alata) Tubers. International Journal of PharmTech Research. 5(4): 1691-1701.
  • Ajiid, M.D.S., Wulandari, S. Apriliyanti, F., Alamsyah, F., Fansuri, H., dan Mojiono. 2022. PROFIL UMBI UWI (Dioscorea spp.) dan Potensi Aplikasi Pada Beragam Produk Pangan: Review. Jurnal Agrosains: Karya Kreatif dan Inovatif. 7(1): 36-41.
  • Puspitasari, I. 2020. Pola Hidup Sehat Lawan Covid-19. https://farmasi.ugm.ac.id
  • Setiarto, R.H.B., dan Widhyastuti, N. 2021. Kajian Pustaka: Probiotik dan Prebiotik Meningkatkan Imunitas untuk Mencegah Infeksi Virus Covid 19. Jurnal Veteriner. 22(4): 130-145.
  • Dey P, SR Chowdhuri, MP Sarkar, & TK Chaudhuri. 2016. Evaluation of anti-inflammatory activity and standardisation of hydro-methanol extract of underground tuber of Dioscorea alata. Pharmaceutical Biology. 54(8): 1474–1482.
  • Bandyopadhyay, B., Mitra, P.K., Mandal, V., and Mandal, N.C. 2021. Novel fructooligosaccharides of Dioscorea alata tuber have prebiotic potentialities. European Food Research and Technology. 247: 3099-3112.
  • Shang, H.F., Cheng, H.C., Liang, H.J., Liu, H.Y, Liu, S.Y., and Hou, W.C. 2007. Immunostimulatory Activities Of Yam Tuber Mucilages. Botanical Studies. 48: 63-70.
  • Liu, Y.W., Shang, HF., Wang, CK., Hsu, FL., and Hou, WC. 2007. Immunomodulatory activity of dioscorin, the storage protein of yam (Dioscorea alata Tainong No. 1) tuber. Food and Chemical Toxicology. 45 : 2312–2318.
  • Christina, YI. and Rifa’I, M. 2014. Bioactivity of Purple Yam Tuber (Dioscorea alata) on the Level of CD8+ and CD8+ CD462L+ T cells and Histology of Liver in BALB/c Mice Model of Digestive Allergy. J.Exp. Life Sci. 4(2): 27-33.

Wedang Uwuh: Minuman Tradisional Kesehatan Sejak Zaman Dulu

Kemoprevensi dan Antikanker Friday, 14 April 2023

Penulis:

Apt. Adeltrudis Adelsa D., M.Farm.Klin.1)

Dr. apt. Sekar Ayu Pawestri, S.Farm. 2)

1) Mahasiswa Program Doktor Ilmu Farmasi,  Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

Dosen Departemen Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya

2) Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

                                                                  

                                  Gambar 1. Minuman wedang uwuh, dikutip dari Setyowati et al., 2023

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan rempah. Bahkan setengah dari rempah dunia berasal dari Indonesia. Selain banyak digunakan dalam masakan, rempah juga memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Banyak penelitian menggunakan rempah sebagai potensi bahan aktif untuk tujuan farmakologis tertentu. Jauh sebelum adanya penelitian, masyarakat Indonesia sering mengkonsumsi rempah dalam bentuk minuman. Wedang adalah sebutan untuk minuman hangat dalam bahasa Jawa. Wedang uwuh merupakan minuman khas Imogiri, Yogyakarta, yang juga terkenal bermanfaat bagi kesehatan. Minuman ini sudah masuk sebagai warisan budaya tak benda yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sejarah Wedang Uwuh

Wedang uwuh pertama kali muncul saat zaman Raja Mataram, Sultan Agung. Saat itu, sang Raja meminta abdinya untuk dibuatkan minuman penghangat tubuh. Abdi raja awalnya membuat wedang secang, lalu meletakkannya di bawah pohon tempat sang Raja bersemedi. Saat itu, angin bertiup cukup kencang sehingga merontokkan dahan serta daun pepohonan yang tidak sengaja jatuh ke dalam minuman raja. Sang raja yang meminum wedang yang sudah tercampur itu, ternyata menyukai rasa minumannya. Maka sang abdi akhirnya membuatkan minuman dengan tambahan dahan dan daun pepohonan yang masuk ke dalam minuman tersebut.

Komposisi Wedang Uwuh

Wedang itu disebut wedang uwuh (uwuh = sampah/ampas), dikarenakan herba penyusun wedang ini tampak seperti sampah. Komposisi wedang uwuh umumnya terdiri dari: jahe emprit, serutan kayu secang, kapulaga, daun pala, buah pala, batang cengkeh, daun cengkeh, bunga cengkeh, daun kayu manis, batang kayu manis, sereh dan gula batu.

Manfaat umum wedang uwuh

Manfaat wedang uwuh bagi kesehatan yang dirasakan masyarakat ketika mengonsumsi rutin wedang uwuh adalah memberikan rasa hangat pada tubuh, meningkatkan kekebalan tubuh, dan membantu meredakan flu, batuk, serta kelelahan. Selain itu, penelitian juga melaporkan wedang uwuh bermanfaat dalam mengontrol kadar gula darah karena memiliki aktivitas antioksidan.

Manfaat untuk kesehatan berdasarkan komposisi wedang uwuh

  • Jahe

Rimpang jahe memiliki kandungan energi,karbohidrat, protein, dan serat. Selain itu, jahe juga mengandung beragam mineral dan vitamin, seperti vitamin A, vitamin B6 dan vitamin C. Jahe memiliki banyak manfaat kesehatan, antara lain digunakan sebagai antispasmodik, ekspektoran, antitusif, bronkodilator, analgesik, anti-inflamasi, antivirus, antibakteri, antioksidan serta mengatasi masalah pencernaan.

  • Kayu secang

Tanaman kayu secang memiliki kandungan flavonoid yang terkenal dengan efek antioksidan. Salah satu bentuk dari golongan flavonoid ialah antosianin. Selain sebagai antioksidan, antosianin juga bermanfaat sebagai anti-inflamasi, antibakteri, anti kanker dan mencegah peroksidasi lipid sebagai upaya menjaga endotel.

  • Kapulaga

Kapulaga banyak digunakan masyarakat untuk mengatasi bau mulut, melegakan tenggorokan, mengatasi radang tenggorokan. Kandungan minyak atsiri dari kapulaga memiliki efek anti jamur dan antibakteri. Kapulaga juga dapat mengatasi kembung pada perut.

  • Pala

Tanaman pala dapat dimanfaatkan bagian daging buah dan daunnya. Keduanya mengandung minyak atsiri, hanya saja kandungan pada daging buah jauh lebih banyak dibanding bagian daun. Daging buah dan daun pala sama-sama mengandung flavonoid dan terpenoid yang memiliki efek antibakteri. Flavonoid mampu merusak permeabilitas dinding sel bakteri, dan terpenoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Potensi antibakteri daging buah pala 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan daun pala.

  • Cengkeh

Batang, daun, dan bunga cengkeh merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam wedang uwuh. Cengkeh mengandung senyawa fenolik seperti eugenol, eugenol acetate, dan asam galat yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antiseptik, mengobati diare dan mual, mengurangi bau mulut, dan mengobati sakit gigi serta batuk. Selain itu, dapat memberikan pula efek hangat.

  • Kayu manis

Bagian kayu manis yang digunakan adalah bagian daun dan batang. Bahan ini mengandung flavonoid fenolik seperti karoten, zeaxanthin, lutein, dan cryptoxanthin yang dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, antiinflamasi, analgesik, antikanker, dan antirematik.

  • Sereh

Pada bagian akar dan daun sereh digunakan dalam campuran wedang uwuh. Sereh memiliki kandungan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan.

  • Gula batu

Bahan ini digunakan sebagai pemanis. Namun, penggunaan gula batu dapat ditambahkan maupun tidak, berdasarkan selera dari konsumen.

 

Proses penyeduhan wedang uwuh

Proses penyeduhan wedang uwuh bentuk kering (racikan) umumnya adalah sebagai berikut.:

  • Jahe dikupas dan ditumbuk kasar.
  • Jahe dan bahan lain ditambahkan ke dalam air.
  • Campuran tersebut direbus dengan api sedang selama 10 menit. Kemudian disaring dan dituangkan ke dalam gelas.
  • Minuman siap dinikmati saat masih hangat.

Saat ini berbagai inovasi bentuk wedang uwuh tidak hanya dalam bentuk kering, namun tersedia dalam bentuk kantong celup (dip bag), serbuk instan, sirup, dan klisikan (wedang uwuh yang dicampur dengan susu sapi) yang penyajiannya disesuaikan.

Referensi:

Arrizqiyani, T., Sumiati, S., & Meliansyah, M. (2018). Aktivitas antibakteri daging buah dan daun pala (Myristica fragrans) terhadap Escherichia coli. Jurnal vokasi kesehatan, 4(2), 81-84.

Avoseh, O. et al. (2015) ‘Cymbopogon Species; Ethnopharmacology, Phytochemistry and the Pharmacological Importance’, Molecules, 20(5), pp. 7438–7453. Available at: https://doi.org/10.3390/molecules20057438.

Gunawan, D.P.A. (2021) Pengaruh Variasi Waktu Rebusan Wedang Uwuh Terhadap Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH (2,2 dipenhyl-1-picrylhidrazyl). diploma. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional. Available at: http://librepo.stikesnas.ac.id/554/ (Accessed: 1 March 2023).

Harijono, H. et al. (2021) ‘Potensi Minuman Fungsional Wedang Uwuh Sebagai Kontrol Berat Badan Dan Kontrol Kadar Glukosa Darah’, Jurnal Pangan dan Agroindustri, 9(3), pp. 155–164. Available at: https://doi.org/10.21776/ub.jpa.2021.009.03.3.

Kajian Minuman Tradisional Wedang Uwuh Dalam Upaya Pengembangan Kesehatan Tradisional di DIY (no date). Available at: https://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detail/kajian-minuman-tradisional-wedang-uwuh-dalam-upaya-pengembangan-kesehatan-tradisional-di-diy (Accessed: 24 March 2023).

Nomer, NMGR, Duniaji, AS, NOcianitri, KA. (2019) Kandungan Senyawa Flavonoid dan Antosianin Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) serta Aktivitas Antibakteri Terhadap Vibrio choleraeJurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol. 8(2), 216-225.

Sari, D and Nasuha, A. (2021) Kandungan Zat Gizi, Fitokimia, dan Aktivitas Farmakologis pada Jahe (Zingiber officinale Rosc): Review. Tropical Bioscience: Journal of Biological Science. Vol. 1(2), 11-18.

Setyowati, N. et al. (2023) ‘The hidden treasure of wedang uwuh, an ethnic traditional drink from Java, Indonesia: Its benefits and innovations’, International Journal of Gastronomy and Food Science, 31, p. 100688. Available at: https://doi.org/10.1016/j.ijgfs.2023.100688.

Sukandar, D, et al. (2015) Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga (Amomum compactum Sol. Ex Maton). JKTI, Vol. 17(2), 119-129.

Mengenal Lebih Jauh Potensi Tanaman Seledri

Kemoprevensi dan Antikanker Tuesday, 28 March 2023

Oleh: Lukman Mahdi

22/495246/SFA/00261

Mahasiswa Program Doktor Fakultas Farmasi UGM

    Perkembangan penemuan obat menunjukkan peningkatan tren dari tahun ke tahun. Munculnya berbagai permasalahan penyakit seperti pandemi covid-19, monkeypox, dan lain-lain membuat para peneliti berlomba-lomba untuk menemukan obat baru. Berbagai sumber daya ditelusuri dan digali potensi kemanfaatannya. Obat-obat hasil modifikasi sintetik dan obat berasal dari bahan alam menjadi sasaran utama peneliti untuk mengembangkan obat baru. Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keanekaragaman sumber daya alamnya. Tak jarang, bahkan tampak sebagai suatu keharusan untuk para peneliti menggali sebesar-besarnya potensi farmakologi dari setiap jenis tanaman yang tumbuh di wilayah Indonesia. Apalagi dengan sosial-budaya dan letak geografis tiap daerah yang berbeda akan menambah keragaman penggunaan tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai ramuan-ramuan obat untuk mengatasi beragam permasalahan penyakit. Sehingga semakin menarik untuk terus diteliti dan dikembangkan potensinya.

Gambar 1. Tanaman Seledri

    Ada banyak tanaman yang sejak zaman dahulu telah dimanfaatkan oleh masyarakat, salah satunya adalah tanaman seledri. Seledri (Apium graveolens) adalah tanaman yang dimanfaatkan secara luas oleh manusia. Diberbagai negara seledri sudah cukup dikenal memiliki banyak manfaat, mulai dari bumbu dapur hingga fungsinya sebagai obat. Penyebaran tanaman seledri sangat luas, hampir diseluruh negara tanaman ini dapat tumbuh dengan baik. Seledri dapat tumbuh didataran tinggi yang beriklim dingin hingga sejuk. Tanaman ini sangat mudah dibudidayakan dengan masa panen sekitar 2-3 bulan saja. Bagi sebagian orang yang berkecimpung dalam bisnis kuliner dan pertanian, seledri merupakan komoditas yang sudah tidak asing lagi. Seledri menjadi kebutuhan wajib didunia kuliner. Sebagai bumbu dapur seledri dimanfaatkan dalam olahan masakan khas Indonesia seperti bakso, soto, dan sop. Tak ayal seledri kemudian memiliki pamor dalam dunia kuliner.

    Masyarakat Indonesia telah mengenal dengan baik bahwa tanaman seledri bisa digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Laporan RISTOJA 2015 menyebutkan seledri (Apium graveolens) digunakan sebagai penurun tekanan darah tinggi pada 22 jenis ramuan yang berbeda di Indonesia. Ini menjelaskan bahwa seledri sebagai obat tradisional dalam mengatasi tekanan darah tinggi tetaplah eksis hingga di era modern ini. Cara penggunaan seledri untuk mengatasi tekanan darah tinggi cukuplah mudah yakni dengan merebus beberapa helai daun seledri dan selanjutnya air rebusannya diminum. Namun sayangnya, penggunaan seledri dengan cara tradisional ini memiliki beberapa kelemahan baik dari segi mutu, kualitas, stabilitas sediaan maupun khasiatnya yang tidak terjamin pada setiap pembuatannya.

    Saat ini pengembangan seledri (Apium graveolens) sebagai penurunan tekanan darah tinggi telah berkembang pesat. Seledri tidak lagi direbus menggunakan air untuk mendapatkan manfaatnya tetapi dengan teknologi ekstraksi yang canggih dan melalui pengujian khasiatnya secara in vitro, prekilinik, sampai uji klinik, seledri mampu menjadi obat tradisional yang telah terjamin khasiat dan keamanannya. Sebagai salah satu tanaman yang memiliki bukti kebenaran saintifik yang kuat sebagai obat antihipertensi. Seledri, yang dikombinasikan dengan kumis kucing, telah tercatat kedalam formularium fitofarmaka 2022. Formularium fitofarmaka merupakan kumpulan daftar obat yang berasal dari bahan alam, terbukti secara saintifik berkhasiat mulai dari tahap pengujian secara in vitro hingga pengujian klinik.

    Seledri mengandung beragam senyawa metabolit sekunder yakni polifenol, flavonoid, asam fenolat, poliasetilen, phtalide, kumarin, lignan, asam-asam organik, asam lemak, terpenoid, dan minyak atsiri. Sebagian besar komponen senyawa penyusun seledri adalah termasuk kedalam golongan flavonoid. Apigenin, luteolin, kaempferol, kuersetin, dan kriseriol adalah senyawa flavonoid yang dapat ditemukan dalam seledri. Secara umum, senyawa-senyawa tersebut berada didalam tanaman seledri dalam bentuk ikatannya dengan glukosa yang membentuk suatu senyawa flavonoid glikosida. Senyawa apiin dan/atau apigenin merupakan senyawa marker tanaman seledri.

     Saat ini pengembangan obat herbal tidak hanya mengacu pada penggunaannya secara empiris. Namun sudah melihat senyawa yang terkandung didalam tanaman. Berlandaskan senyawa yang terkandung dalam suatu bahan alam. Peneliti mencoba untuk mengamati dan menilai berbagai aktivitas farmakologi yang relevan pada sifat senyawa metabolit sekundernya dan itu yang terjadi pada seledri saat ini. Beberapa peneliti mencoba mengulik aktivitas seledri sebagai antiinflamasi, antibakteri, antiulserogenik, antihiperurisemia, penyembuhan luka bahkan sampai disfungsi seksual wanita. Penelitian-penelitian untuk mengetahui efek farmakologi seledri tidak hanya mengkaji satu bagian tanaman saja, tetapi seluruh bagian tanaman termasuk daun, herba, dan biji seledri.

    Pada artikel kali ini akan dibahas beberapa efek farmakologi dari seledri (Apium graveolens) yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut diantaranya yakni antiinfalamsi dan antibakteri.

  1. Antiinflamasi

    Antiinflamasi merupakan efek farmakologi yang ditunjukkan untuk mengatasi nyeri dan bengkak dengan menghambat mediator inflamasi (molekul-molekul yang menyebabkan nyeri dan bengkak) seperti TNF-α, IL-1β, dan nitric oxide (NO). Mediator-mediator inflamasi ini berkontribusi menyebabkan rasa nyeri dan bengkak yang terjadi. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa seledri baik bagian akar maupun daunnya mampu mengurangi inflamasi yang terjadi. Ekstrak metanol maupun etanol yang digunakan dapat menurunkan ekspresi TNF-α, IL-1β, dan produksi NO. Pengujian secara in vitro menggunakan kultur sel makrofag dan secara in vivo menggunakan hewan uji menunjukkan hasil efek antiinflamasi yang potensial. Efek antiinflamasi yang timbul akibat pengaruh pemberian seledri yang ditengarai karena adanya kandungan senyawa apiin, apigenin dan bergapten.

  1. Antibakteri

    Beberapa penelitian seledri sebagai antibakteri telah dilakukan. Aktivitas antibakteri seledri yang telah diujikan tidak dilakukan pada semua jenis bakteri karena didunia jumlah dan jenis bakteri cukup banyak dan beragam. Sehingga pengujian seledri sebagai antibakteri hanya ditujukan untuk bakteri-bakteri pathogen yang bisa mengganggu fisiologis manusia dan menimbulkan perburukan pada penyakit tertentu seperti Staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan jenis bakteri yang saat ini menjadi konsen peneliti. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang bisa mengalami evolusi menjadi methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau dikenal dengan MRSA. MRSA merupakan jenis bakteri yang tidak bisa ditangani dengan beberapa jenis obat golongan antibiotik atau dikenal dengan resisten antibiotik.

    Penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa seledri bisa menjadi obat antibakteri yang potensial untuk menangani infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus bahkan lebih jauh lagi bisa menghambat MRSA. Ekstrak polar hingga semipolar menggunakan pelarut air, metanol, dan etanol berpotensi menunjukkan efek penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus dan MRSA. Zona penghambatannya bisa mencapai 11-12 mm pada pengujian in vitro menggunakan media agar yang ditumbuhi koloni bakteri Staphylococcus aureus dan MRSA. Konsentrasi ekstrak seledri yang digunakan cukup kecil yakni 1-4 mg/ml. Ini menunjukkan bahwa seledri sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obat antibiotik yang bisa menjadi alternatif untuk mengatasi kasus-kasus infeksi yang melibatkan bakteri Staphylococcus aureus dan MRSA.

    Potensi-potensi efek farmakologi seledri (Apium graveolens) yang telah dijelaskan diatas hanyalah sebagian kecil dari efek farmakologis yang sedang digali para peneliti saat ini. Masih banyak hal yang terus diteliti dari seledri sehingga kedepannya dapat dikembangkan menjadi obat yang berkhasiat dan aman. Eksplorasi senyawa aktif, dosis terapetik, aspek keamanan, dan potensi-potensi efek sinergistik antar senyawa perlu terus digali dan dibuktikan kebenarannya. Selain itu ketersediaan tanaman seledri di Indonesia yang besar akan sangat menguntungkan para peneliti dan lebih jauh lagi produsen obat karena kesediaan bahan baku obat ada didalam negeri sehingga tidak perlu melakukan ekspor tanaman seledri dari negara lain. Oleh sebab itu seledri bisa menjadi raw model yang sangat baik untuk mengembangkan obat yang berasal dari bahan alam.

Daftar Pustaka

  1. Din, Z.U., Shad, A.A., Bakht, J., dkk., 2015, In vitro antimicrobial, antioxidant activity and phytochemical screening of Apium graveolens, J. Pharm. Sci., Vol. 28(5): 1699-1704
  2. Emad A.M., Ali, S.F., Rahman, E.A.A., dkk., 2020, Anti-inflammatory and antioxidant effects of Apium graveolens extracts mitigate against fatal acetaminophen-induced acute liver toxicity, Journal of Food Biochemistry, https://doi.org/10.1111/jfbc.13399
  3. Emad, A.M., Rasheed, D.M., Kased., R.F.E., dkk., 2022, Antioxidant, Antimicrobial Activities and Characterization of Polyphenol-Enriched Extract of Egyptian Celery (Apium graveolens, Apiaceae) Aerial Parts via UPLC/ESI/TOF-MS, Molecules, Vol. 27: 1-19, https://doi.org/10.3390/molecules27030698
  4. Formularium fitofarmaka, 2022, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
  5. Laporan riset tumbuhan obat dan jamu (RISTOJA) 2015, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
  6. Lau, H., Ni, N., Dayal, H., dkk., 2021, Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Celery Leaf and Stem Extracts in LPS-Induced RAW264.7 Cells Using Nitric Oxide Assay and LC-MS Based Metabolomics, Issues Mol. Biol., Vol. 43: 1876–1888, https://doi.org/10.3390/cimb43030131
  7. Prakoso, Y.A., dan Wijayanti A.D., 2022, Efficacy of Celery (Apium graveolens) Alcoholic Extract Against Systemic Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus Infection in Rat Models, Veterinary World, Vol. 15(4): 898-905, www.doi.org/10.14202/vetworld.2022.898-905
  8. Widiyastuti, Y., Widowati, L., Bahar, Y., Siswanto, U., 2021, Seledri (Apium graveolens): Tanaman Aromatis Melawan Hipertensi, Jakarta: LIPI Press

Seputar Tabir Surya (Sunscreen) dan Penggunaannya

Kemoprevensi dan AntikankerPusat Informasi Obat dan Farmakologi Monday, 2 January 2023

Paparan sinar ultraviolet (UV A dan B) yang berlebihan adalah penyebab utama kanker kulit, termasuk cutaneous melanoma, basal-cell carcinoma, dan squamous-cell carcinoma. Radiasi UV B mendekati 300 nm dapat menembus lapisan kulit bagian stratum korneum dan epidermis serta memiliki energi yang cukup untuk menyebabkan kulit terbakar (eritema). Radiasi lebih tinggi dari 350 nm akan menembus dermis, merangsang pembentukan melanin, dan menghasilkan warna cokelat. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerima sangat banyak sinar matahari dengan intensitas yang tinggi. Di samping mengenakan pakaian pelindung matahari, topi bertepi lebar, kacamata hitam, dan berjalan dengan naungan, salah satu cara untuk melindungi kulit dari sinar UV A dan B yang berbahaya adalah dengan mengoleskan tabir surya (sunscreen). Namun sayangnya, masih banyak orang yang enggan menggunakan tabir surya secara rutin karena belum begitu memahami pentingnya penggunaan tabir surya dan dampak yang dapat dialami jika terlalu banyak dan sering terpapar sinar matahari tanpa pelindung. Berikut ini adalah ulasan informasi seputar tabir surya yang dapat membantu meningkatkan pemahaman pembaca. 

 

Jenis Tabir Surya

Inorganik

Tabir surya Inorganik telah disetujui untuk melindungi kulit manusia dari kontak langsung dengan sinar matahari dengan memantulkan atau menyebarkan radiasi UV pada spektrum yang luas. Bahan aktif tabir surya anorganik antara lain zink oksida, titanium dioksida, silica, dan besi oksida. Secara umum, tabir surya anorganik lebih stabil, lebih tidak toksik, dan lebih aman untuk kulit manusia namun Ketika diaplikasikan di kulit tabir surya jenis ini lebih tampak adanya pigmen putih dan dapat mengotori pakaian. Untuk mengurangi penampakan yang jelas dari penggunaan tabir surya anorganik, dapat dipilih jenis tabir surya yang diformulasi secara nano teknologi (nano partikel). Namun, tabir surya nano partikel ini juga memiliki kelemahan yaitu rentang sinar UV yang terblokir lebih menjadi lebih pendek (hanya dari UVA tingkat II ke UVA), sementara tabir surya tanpa formulasi nano dapat memblokir sinar UV dari daerah UV visibel hingga UVB.  

 

Organik

Tabir surya dari senyawa organik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu zat aktif yang mampu memfilter sinar UVA (anthranilates, dibenzoylmethanases, benzophenones,) dan zat aktif yang mampu memfilter sinar UVB (PABA dan turunannya, salisilat, sinamat, dan senyawa turunan kamphor). Dibandingkan dengan tabir surya inorganik, bahan-bahan tabir surya organik lebih estetik, tidak mengiritasi, tidak mudah menguap, dan tidak begitu tampak di kulit. Karena setiap bahan hanya dapat memfilter satu jenis sinar UV (UVA atau UVB) maka tabir surya ini sering diformulasikan secara kombinasi. Dalam memilih tabir surya organik kombinasi, kita harus lebih berhati-hati karena beberapa kombinasi filter UVA dan UVB sebagai contoh kombinasi antara golongan PABA (UVB filter) dengan benzophenone (UVA filter) dapat memberi efek negatif seperti rasa terbakar pada kulit.

 

Hibrid Inorganik/organic

Tabir surya hibrid atau campuran diformulasi dengan mengombinasi senyawa inorganik (karbonat, fosfat, kalkogenida, dan derivatnya) dan senyawa organik atau polimer organik. Kombinasi tersebut dapat menambah lebar spektrum tabir surya, lebih tidak toksik, dan Ketika diaplikasikan ke kulit wajah dapat menjadi layer yang baik untuk aplikasi skincare.

 

Bahan alam

Sesungguhnya tidak ada produk tabir surya yang benar-benar berasal dari bahan alam, karena bahan alam tidak mampu memblokir radiasi sinar UVA dan UVB. Namun, beberapa produk bahan alam dapat digunakan dan dimanfaatkan kandungan antioksidannya seperti vitamin C, vitamin E, senyawa golongan flavonoid, karotenoid, atau fenolik. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi oleh radikal bebas. Antioksidan dapat menetralkan radikal bebas dengan mendonorkan atau menerima elektron atau dengan kata lain membuat molekul radikal bebas menjadi non radikal.

 

SPF dan PA pada tabir surya

Efisiensi pelindungan terhadap sinar matahari dari suatu produk tabir surya ditentukan melalui nilai SPF (sun protecting factor) dan nilai PA (protection grade). Menurut Food and Drug Administration (FDA), produk komersial harus diberi label dengan nilai SPF yang menunjukkan berapa lama produk tersebut akan melindungi pengguna dari radiasi UVB dan harus menunjukkan seberapa besar efektivitas perlindungan. Nilai SPF umumnya berada di kisaran 6–10 (perlindungan rendah), 15–25 (perlindungan sedang), 30–50 (perlindungan tinggi), dan 50+ (perlindungan sangat tinggi). Secara umum, produk dengan nilai SPF 15 dapat dikatakan mampu menyaring 93% paparan sinar UVB, SPF 30 menghalangi 97%, sementara SPF 50 menghalangi 98% paparan sinar UVB. Namun pernyataan tersebut tidak menilai jumlah radiasi UV yang masuk ke kulit. Pada dasarnya, jumlah radiasi UV yang menembus ke dalam kulit saat menerapkan produk SPF 30 adalah setengah dari jumlah radiasi UV yang menembus kulit dengan SPF 15.Untuk nilai PA, produk tabir surya biasa diberi label dengan kode PA+, PA++, PA+++, dan PA++++ dengan urutan perlindungan terhadap radiasi UVA terendah hingga tertinggi. Untuk kita yang tinggal di negara tropis seperti Indonesia, tabir surya dengan PA ++ hingga PA+++ cukup untuk melindungi kulit. 

 

Manfaat penggunaan tabir surya

Radiasi UV mampu menyebabkan berbagai derajat kerusakan pada kulit tergantung durasi paparan, perbedaan musim suatu daerah, lokasi geografis, karakteristik individu (usia, warna, dan jenis kulit), dan faktor perilaku dan imunologis. Efek akut akibat sinar UV dilaporkan antara lain eritema, sunburn, sedangkan efek jangka panjang antara lain penuaan dini pada kulit, penghambatan sistem kekebalan tubuh, dan peningkatan risiko kanker kulit.

Manfaat utama dari tabir surya adalah melindungi kulit dari radiasi UV dengan meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh paparan sinar matahari. Adanya proteksi dari aplikasi tabir surya ini akan berperan dalam mencegah terjadinya kanker kulit dan gangguan kulit lainnya. Tentu saja, apabila tidak rutin memakai tabir surya, risiko terjadinya gangguan kulit telah disebutkan akan semakin meningkat. Pemakaian rutin tabir surya hendaklah mulai menjadi bagian perawatan demi menjaga kesehatan kulit kita.

 

Bagaimana mengaplikasikan tabir surya?

Berikut hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan manfaat dari tabir surya, antara lain:

  • Rutin menggunakan tabir surya berspektrum luas dengan SPF 15 atau lebih setiap hari.
  • Tabir surya penting digunakan sekitar pukul 10.00 hingga 14.00 ketika sinar matahari paling kuat.
  • Orang dewasa atau anak-anak dengan ukuran rata-rata membutuhkan setidaknya satu ons tabir surya (kira-kira jumlah yang dibutuhkan untuk mengisi satu gelas sloki) untuk menutupi tubuh secara merata dari ujung kepala sampai ujung kaki. Jumlah yang disarankan dalam mengaplikasikan tabir surya yaitu 2 mg/cm2 untuk memastikan cakupan kulit yang seragam.
  • Tidak lupa mengaplikasikan tabir surya ke bagian belakang leher, telinga, bawah bibir, dan area kulit kepala dengan rambut tipis.
  • Aplikasi tabir surya dilakukan 15 hingga 30 menit sebelum beraktivitas di bawah paparan sinar matahari agar memberikan waktu yang cukup untuk terbentuknya lapisan tipis tabir surya di permukaan kulit.
  • Aplikasi ulang yang sering (setiap 2 jam) secara signifikan meningkatkan efektivitas, terutama jika sedang berenang atau berkeringat. Jika berenang atau berkeringat banyak, maka produk tabir surya yang tahan air atau anti air dapat digunakan.
  • Meskipun telah menggunakan tabir surya, tetap saja harus dibarengi dengan menghindari paparan sinar matahari langsung, mengenakan pakaian pelindung, topi, dan kacamata hitam serta mengusahakan berada di tempat yang teduh.

 

Referensi

  1. Le Thi Nhu Ngoc, et., al., Cosmetics, 2019, 6, 64, DOI:10.3390/cosmetics6040064
  2. Guesni, A., et., al., Rapid Communication in Mass Spectrometry, 2020, 34, 8, DOI: 1002/rcm.8679
  3. Addor, F.A.S., et. al., Anais Brasileiros de Dermatologia, 2022, 97: 204–222, DOI: 10.1016/j.abd.2021.05.012
  4. Mancebo, S.E., et. al., Dermatologic Clinics, 2014, 32: 427–438, DOI: 10.1016/j.det.2014.03.011
  5. Passeron, T., et. al., British Journal of Dermatology, 2019, 181: 916–931, DOI: 10.1111/bjd.17992

 

 

Penulis

Dr. rer. nat. apt. Siti Nurul Hidayah, M.Sc.1)

Dr. apt. Sekar Ayu Pawestri, S.Farm.2)

 

1)Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, UGM

2)Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, UGM

Mampukah Antioksidan Alami Menembus Sawar Darah Otak?

Kemoprevensi dan Antikanker Tuesday, 13 July 2021

Oleh:

apt. Marlyn Dian Laksitorini, M.Sc., Ph.D. (Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi UGM)

apt. Nunung Yuniarti, M.Si., Ph.D. (Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi UGM)

 

Otak merupakan bagian vital dari tubuh kita yang memerlukan nutrisi, energi dan oksigen. Walaupun  berat otak hanya 2% dari total berat tubuh, organ ini menerima 15% dari jumlah cardiac output (output jantung) dan 20% dari total oksigen yang diserap peredaran darah (Jain, Langham, and Wehrli 2010). Otak bekerja sepanjang waktu bahkan saat kita dalam kondisi tidur. Merokok, konsumsi minuman beralkohol, penyalahgunaan obat narkotika psikotropika dan kekurangan gizi memicu stress oksidatif di dalam otak (Quinteros et al. 2019)(Feoli et al. 2006).

Stres oksidatif memberikan pengaruh negatif terhadap otak. Mitokondria memproduksi radikal bebas oksigen/reactive oxygen species (ROS). Pada jumlah berlebih, ROS merugikan karena merusak komponen sel. Di dalam otak, ROS merupakan salah satu pemicu timbulnya penyakit-penyakit neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimers, dementia (penurunan daya ingat) dan penyakit Parkinson’s. Salah satu cara menetralkan ROS adalah dengan mengkonsumsi antioksidan.  Riset mengenai senyawa antioksidan dari bahan alam maupun antioksidan sintetik telah banyak dikerjakan oleh para peneliti. Namun demikian uji aktivitas antioksidan yang dilakukan sebagian besar berupa uji in vitro menggunakan selehingga kurang menggambarkan profil absorpsi, distribusi dan eliminasinya dari tubuh.  Di antara berbagai jenis senyawa antioksidan, huperzine A, α-lipoic acid, vitamins C and vitamin E, resveratrol, kurkumin, epigallocatechin-3-gallate, dan senyawa fenolik tergolong antiosidan yang poten. Senyawa senyawa tersebut kecuali huperzine A, dapat dengan mudah ditemui pada berbagai sumber makanan di Indonesia.

Namun, mampukah senyawa poten tersebut menembus sawar darah otak (blood-brain barrier/BBB) untuk menghentikan stress oksidatif yang terjadi di sel-sel otak? Ternyata tidak semua antioksidan terbukti mampu menembus BBB. Walaupun dapat diserap usus dan memasuki sirkulasi darah, tidak semua zat dapat menembus BBB. Sawar darah otak merupakan sistem pertahanan tubuh kita yang memisahkan secara fisik antara peredaran darah dengan jaringan otak. Barier fisik pada BBB berupa pembuluh darah mikro di dalam otak yang sangat rapat dan selektif. BBB mencegah masuknya senyawa asing dan bakteri patogen ke dalam otak. Selain itu BBB turut menjaga homeostasis otak dengan cara mengatur komposisi nutrisi, ion, air, oksigen dan neurotransmiter agar tetap berada pada jumlah optimal untuk menunjang fungsi otak. Ulasan mengenai BBB dapat ditemui pada artikel sebelumnya di link berikut.

https://kanalpengetahuan.farmasi.ugm.ac.id/2021/06/16/mengenal-blood-brain-barrier-garda-depan-perlindungan-otak/.

Sifat restriktif dari BBB juga dialami oleh senyawa obat yang akan memasuki jaringan otak. Dari small molecule drug yang diteliti, hanya 2% saja yang dapat menembus BBB. Pada obat-obat berukuran besar (>500Da), 100% dari obat yang diteliti tidak dapat menembus BBB (Pardridge 2005). Lalu mampukah antioksidan menembus BBB dan mencapai jaringan otak untuk melaksanakan fungsinya? Sebagian besar antioksidan memiliki struktur molekul yang besar dan meruah (>400Da) dan memiliki banyak gugus hidroksil/OH. Untuk menembus otak dengan difusi pasif, diperlukan molekul kecil yang bersifat lipofilik (larut lemak) dan tidak dikenali oleh efflux transporter. Namun, beberapa antioksidan memiliki sifat berlawanan, yaitu hidrofilik dan berbobot molekul besar. Sebagian jenis antioksidan yang dapat menembus BBB menggunakan bantuan protein transporter. Berikut adalah ulasan beberapa senyawa antioksidan yang mampu menembus BBB:

  1. α-lipoic acid (LA)

LA terlibat dalam beberapa fungsi dan aktivitas sel seperti penangkapan radikal bebas oksigen dan nitrogen, pengikat logam, dan perbaikan kerusakan protein dan lipid. Selain sebagai antioksidan, LA juga berperan dalam regenerasi senyawa antioksidan lain seperti vitamin E, vitamin C, dan co-enzyme Q10. Senyawa α-lipoic acid (LA) dalam sumber makanan hewani ditemukan dalam bentuk lipollysine. Lipollysine umumnya terkandung di organ tubuh yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi seperti jantung, hati dan ginjal. Organ ini memiliki kandungan lipollysine yang tinggi (hingga 3 μg/gram jaringan) dibandingkan dengan bagian daging (Kaminska and Chwatko 2020). Sayuran seperti bayam (Spinacea oleracea) dan brokoli (Brassica oleracea var. italica) juga mengandung lipollysine namun dalam jumlah relatif kecil dibanding jantung, hati, dan ginjal. Beberapa studi telah mengkonfirmasi bahwa LA mampu menembus BBB (Choi et al. 2015) (Schreibelt et al. 2006). Senyawa ini bersifat lipofilik, berukuran di bawah 400 Da dan bukan merupakan substrat dari efflux transporter. Sifat-sifat tersebut memenuhi kriteria senyawa yang dapat menembus BBB dengan cara difusi pasif.

  1. Vitamin C (ascorbic acid)

Vitamin C merupakan penangkap radikal bebas di otak dengan cara menghambat peroksidasi fosfolipid di membrane sel. Konsumsi vitamin C diketahui dapat menunda penurunan fungsi kognitif otak pada penyakit Alzheimer’s (Harrison, Bowman, and Polidori 2014). Mendapatkan vitamin C dari makanan cukup mudah. Senyawa ini banyak terkandung pada jeruk manis (Citrus sinensis), jeruk siam (Citrus Nobilis), cabai (Capsicum frutescens.), jambu biji (Psidium guajava), jeruk lemon (Citrus Lemon L.), sirsak (Annona muricata), dan papaya (Carica papaya). Struktur molekul vitamin C bersifat larut air sehingga tidak dapat menembus BBB secara difusi pasif layaknya α-lipoic acid.vVitamin C dapat mencapai otak dengan bantuan glucose transporter (Glut-1) di endothelial BBB (Agus et al. 1997). Glut-1 memiliki tugas pokok menghantarkan glukosa dari peredaran darah dan memasuki otak. Seperti yang kita ketahui bahwa otak memerlukan banyak energi dari glukosa untuk mensupport fungsi-fungsi sel-sel di otak. Pada proses transport vitamin C dengan bantuan Glut-1, vitamin C dikonversi menjadi dehydroascorbic acid. Setelah menembus BBB, dehydroascorbic acid diubah kembali menjadi ascorbic acid.

  1. Vitamin E

Vitamin E merupakan salah satu senyawa antioksidan yang mampu menembus BBB. Seperti vitamin C, diet vitamin E diketahui dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif otak pada proses penuaan dan penderita Alzheimer’s  (La Fata, Weber, and Mohajeri 2014). Vitamin E dapat kita jumpai pada sumber makanan seperti almond (Prunus dulcis), hazelnuts (Corylus avellana), kacang tanah (Arachis hypogaea), biji bunga matahari (Helianthus annuus), ikan salmon (Salmo salar), selai kacang, dan buah paprika merah (capsicum annum L.).

Walaupun tergolong small molecules dan bersifat lipofilik, vitamin E tidak dapat menembus BBB dengan difusi pasif karena dapat dikenali oleh efflux tansporter. Masuknya Vitamin E menembus BBB difasilitasi oleh reseptor SRB1 yang ada di endothelial BBB (Lee and Ulatowski 2019). Penelitian vitamin C sebagai senyawa neuroprotektif sering kali mengkombinasikan Vitamin E dengan selenium. Selenium sendiri terdapat pada daging jerohan dan seafood.

  1. Resveratrol

Resveratrol merupakan senyawa polifenol yang terkandung dalam buah anggur (Vitis vinifera) mulberries (Morus alba), kacang tanah (Arachis hypogaea), teh hitam (Camellia sinensis) dan teh hijau serta pada minuman anggur. Resveratrol bersifat neuroprotektif. Walaupun resveratrol memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan otak namun resveratrol sukar larut dalam air dan memiliki stabilitas yang rendah. Resveratrol mudah rusak oleh adanya suhu, cahaya, perubahan pH dan enzim. Selain itu resveratrol mudah rusak oleh proses metabolisme di dalam hati. Dengan demikian walaupun resveratrol dapat menembus BBB dan memberikan efek neuroprotektif, namun memerlukan formulasi khusus untuk melindungi resveratrol dari degradasi dan menghantarkannya sampai ke otak.

  1. Quercetin

Quercetin adalah senyawa jenis flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan dan mampu menembus BBB. Percobaan pada model in vitro BBB menunjukan bahwa quercetin mampu menembus BBB. Secara in vivo, injeksi quercetin secara intravena memberikan efek positif terhadap perbaikan sel syaraf pasca berbagai macam model neuronal injury dan penyakit neurodegeneratif (Ishisaka et al. 2011).

Kandungan quercetin paling tinggi pada sayuran ternyata dapat diperoleh dari bawang bombay (Allium cepa) yang berwarna merah. Selain itu quercetin dapat ditemukan pada bawang merah (Allium cepa L. var. aggregatum), tanaman kale (Brassica oleracea var. sabellica), brokoli (Brassica oleracea var. italica), apel (Malus domestica), anggur (Vitis vinifera), daun teh (Camellia sinensis), sayuran hijau dan kulit buah.

  1. DHA (docosahexaenoic acid)

DHA merupakan asam lemak tak jenuh omega-3 yang menyumbang 25% komposisi otak manusia. Walaupun DHA bersifat lipofilik, DHA menembus BBB dengan bantuan transporter khusus bernama Mfds2a dan FABP5. DHA merupakan “indirect antioxidant” karena bekerja bukan melalui reaksi redox, melainkan dengan mengaktivasi transduksi signal yang memproduksi antioksidan endogen seperti glutathione dan thioredoxin. Karena merupakan antioksidan endogen di otak, thioredoxin dan glutathione tidak perlu menembus BBB. Penurunan ekspresi antioksidan endogen seperti gluthanione dan thioredoxin berkontribusi munculnya beberapa penyakit neurodegeneratif (Díaz, Mesa-Herrera, and Marín 2021).

DHA banyak terkandung pada ikan berlemak seperti salmon (Salmo salar). Selain itu DHA mudah ditemui pada produk suplemen minyak ikan yang tersedia secara luas di apotek dan supermarket. DHA merupakan salah satu komponen penyusun membran sel. Keberadaan DHA pada membran sel memberikan karakter khusus di membran sehingga endothelial BBB tidak dapat melakukan pembentukan vesikel untuk transport non-spesifik. Dalam kondisi normal, transport non spesifik melewati BBB harus ditekan untuk mencegah masuknya zat asing ke dalam otak secara random. Kecukupan DHA dalam diet mendukung berjalannya fungsi pertahanan BBB dengan cara menekan transport non-spesifik melalui vesikel (Andreone et al. 2017).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua antioksidan dapat menembus BBB. Beberapa senyawa antioksidan dapat menembus BBB karena difasilitasi oleh transporter atau reseptor khusus. Senyawa lain yang dapat menembus BBB secara difusi pasif harus berukuran kecil, bersifat lipofilik dan tidak dikenali oleh efflux transporter. Vitamin C, vitamin E, quercetin, resveratrol dan α-lipoic acid dapat menembus BBB. Dengan demikian sumber makanan nabati dan hewani yang mengandung antioksidan tersebut layak kita prioritaskan untuk hadir di tengah keluarga. Hal lain yang menarik, ternyata mengkonsumsi jerohan (pada jumlah yang tidak berlebih) tidak selalu berdampak buruk karena mengandung senyawa-senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh kita.

Referensi:

Agus, David B., Sanjiv Sam Gambhir, William M. Pardridge, Charles Spielholz, José Baselga, Juan Carlos Vera, and David W. Golde. 1997. “Vitamin C Crosses the Blood-Brain Barrier in the Oxidized Form through the Glucose Transporters.” Journal of Clinical Investigation 100 (11): 2842–48. https://doi.org/10.1172/JCI119832.

Andreone, Benjamin J., Brian Wai Chow, Aleksandra Tata, Baptiste Lacoste, Ayal Ben-Zvi, Kevin Bullock, Amy A. Deik, David D. Ginty, Clary B. Clish, and Chenghua Gu. 2017. “Blood-Brain Barrier Permeability Is Regulated by Lipid Transport-Dependent Suppression of Caveolae-Mediated Transcytosis.” Neuron 94 (3): 581-594.e5. https://doi.org/10.1016/j.neuron.2017.03.043.

Choi, Kang Ho, Man Seok Park, Hyung Seok Kim, Kyung Tae Kim, Hyeon Sik Kim, Joon Tae Kim, Byeong Chae Kim, Myeong Kyu Kim, Jong Tae Park, and Ki Hyun Cho. 2015. “Alpha-Lipoic Acid Treatment Is Neurorestorative and Promotes Functional Recovery after Stroke in Rats.” Molecular Brain 8 (1): 1–16. https://doi.org/10.1186/s13041-015-0101-6.

Díaz, Mario, Fátima Mesa-Herrera, and Raquel Marín. 2021. “Dha and Its Elaborated Modulation of Antioxidant Defenses of the Brain: Implications in Aging and Ad Neurodegeneration.” Antioxidants 10 (6). https://doi.org/10.3390/antiox10060907.

Fata, Giorgio La, Peter Weber, and M. Hasan Mohajeri. 2014. “Effects of Vitamin E on Cognitive Performance during Ageing and in Alzheimer’s Disease.” Nutrients 6 (12): 5453–72. https://doi.org/10.3390/nu6125453.

Feoli, Ana M., Ionara R. Siqueira, Lúcia Almeida, Ana C. Tramontina, Cláudia Vanzella, Sabrina Sbaraini, Ingrid D. Schweigert, Carlos A. Netto, Marcos L.S. Perry, and Carlos A. Gonçalves. 2006. “Effects of Protein Malnutrition on Oxidative Status in Rat Brain.” Nutrition 22 (2): 160–65. https://doi.org/10.1016/j.nut.2005.06.007.

Harrison, Fiona E., Gene L. Bowman, and Maria Cristina Polidori. 2014. “Ascorbic Acid and the Brain: Rationale for the Use against Cognitive Decline.” Nutrients 6 (4): 1752–81. https://doi.org/10.3390/nu6041752.

Ishisaka, Akari, Satomi Ichikawa, Hiroyuki Sakakibara, Mariusz K. Piskula, Toshiyuki Nakamura, Yoji Kato, Mikiko Ito, et al. 2011. “Accumulation of Orally Administered Quercetin in Brain Tissue and Its Antioxidative Effects in Rats.” Free Radical Biology and Medicine 51 (7): 1329–36. https://doi.org/10.1016/j.freeradbiomed.2011.06.017.

Jain, Varsha, Michael C. Langham, and Felix W. Wehrli. 2010. “MRI Estimation of Global Brain Oxygen Consumption Rate.” Journal of Cerebral Blood Flow and Metabolism 30 (9): 1598–1607. https://doi.org/10.1038/jcbfm.2010.49.

Kaminska, Adrianna, and Grazyna Chwatko. 2020. “Estimation of Lipoyllysine Content in Meat and Its Antioxidative Capacity.” Journal of Agricultural and Food Chemistry 68 (39): 10992–99. https://doi.org/10.1021/acs.jafc.0c03778.

Lee, Paris, and Lynn M. Ulatowski. 2019. “Vitamin E: Mechanism of Transport and Regulation in the CNS.” IUBMB Life 71 (4): 424–29. https://doi.org/10.1002/iub.1993.

Pardridge, William M. 2005. “The Blood-Brain Barrier: Bottleneck in Brain Drug Development.” NeuroRx 2 (1): 3–14. https://doi.org/10.1602/neurorx.2.1.3.

Quinteros, Dayane A., Alana Witt Hansen, Bruna Bellaver, Larissa D. Bobermin, Rianne R. Pulcinelli, Solange Bandiera, Greice Caletti, Paula E.R. Bitencourt, André Quincozes-Santos, and Rosane Gomez. 2019. “Combined Exposure to Alcohol and Tobacco Smoke Changes Oxidative, Inflammatory, and Neurotrophic Parameters in Different Areas of the Brains of Rats.” ACS Chemical Neuroscience 10 (3): 1336–46. https://doi.org/10.1021/acschemneuro.8b00412.

Schreibelt, Gerty, René J. P. Musters, Arie Reijerkerk, Lody R. de Groot, Susanne M. A. van der Pol, Esther M. L. Hendrikx, Ed D. Döpp, Christine D. Dijkstra, Benjamin Drukarch, and Helga E. de Vries. 2006. “Lipoic Acid Affects Cellular Migration into the Central Nervous System and Stabilizes Blood-Brain Barrier Integrity.” The Journal of Immunology 177 (4): 2630–37. https://doi.org/10.4049/jimmunol.177.4.2630.

Mengenal Blood-Brain Barrier: Garda Depan Perlindungan Otak

Kemoprevensi dan Antikanker Wednesday, 16 June 2021

Oleh: apt. Marlyn Dian Laksitorini, M.Sc., Ph.D.

Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi UGM

Blood-brain barrier (BBB) merupakan pembuluh darah mikro di dalam system syaraf pusat (SSP) yang memiliki struktur anatomi berbeda dari pembuluh darah perifer. Pembuluh darah mikro di otak (BBB) terdiri atas satu lapis sel endothelial yang dilingkupi oleh sel pericyte dan astrocytes. Ruang antarsel dari brain endothelial, astrocytes dan pericytes terisi oleh kolagen dan polimer yang disebut dengan basal lamina. Keempat komponen dari BBB (endothelial BBB, astrocytes, pericytes dan basal lamina) bersinergi dalam menjaga integritas blood-brain barrier (Laksitorini et al. 2019).

Keterangan gambar:  Perbedaan struktur anatomi pembuluh darah mikro di otak  (brain cappilaries) dibandingkan dengan pembuluh darah mikro di sirkulasi perifer (general cappilaries). Endothelial cell di BBB memiliki tight junction protein yang melekatkan ruang antar sel dan efflux transporter yang memompa senyawa kembali ke peredaran darah. Endothelial BBB tidak berpori (non-fenestrated) dan memiliki aktivitas transport via vesikel yang sangat kecil dibandingkan dengan endothelial sel di pembuluh darah perifer. Sifat sifat tersebut membuat BBB bersifat selektif dalam memfasilitasi masuknya senyawa ke otak. Endothelial BBB tidak berdiri sendiri namun disupport oleh pericytes, astrocytes, basal lamina (basement membrane) dan neuron endfeet dalam menjalankan fungsi strategisnya menjaga homeostasis otak. Sel endothelial di pembuluh darah sirkulasi perifer memiliki banyak pori (fenestrae) dan ruang lebar antar selular. Pada sistem sirkulasi perifer, sebuah senyawa dapat dengan mudah berdifusi menembus kapiler pembuluh darah dan membentuk equilibrium.

Gambar diambil dari: https://neupsykey.com/the-blood-brain-barrier-choroid-plexus-and-cerebrospinal-fluid/ yang merupakan adaptasi dari Goldstein GW, Betz AL. The blood-brain barrier. Sci Am. 1986 Sep;255(3):74-83. doi: 10.1038/scientificamerican0986-74. PMID: 3749857.

Jalur difusi menembus endothelial BBB melewati ruang antar selular (jalur paraselular) terhalang secara fisik oleh adanya tight junction protein yang saling berikatan membentuk barrier fisik (Laksitorini, 2014). Endothelial BBB mengekspresikan efflux pump yang mengenali banyak struktur molekul dan memompanya dari otak ke sirkulasi darah. Sel endothelial BBB tidak berpori layaknya sel endothelial di pembuluh darah perifer. Transport transelular di endothelial BBB dilakukan melalui vesikel namun dalam frekuensi yang relative kecil dibanding vesikel yang ditemukan di endothelial pembuluh darah perifer (Laksitorini et al. 2019). Dengan demikian, keberadaan tight junction protein, efflux transporter, tidak adanya pori sel serta minimumnya aktivitas transport via vesikel di endothelial BBB menyebabkan BBB bersifat sangat selektif terhadap masuknya senyawa ke otak. Jalur transport melalui difusi pasif menembus endothelial BBB memiliki kesuksesan yang relative kecil karena adanya efflux transporter yang mentransport mereka kembali ke sirkulasi darah. Akibatnya untuk masuk ke dalam otak, hampir sebagian besar senyawa/nutrient/ion difasilitasi transporter ataupun channel. Karena tingginya aktivitas transporter di BBB, tak heran jika sel endothelial di otak memiliki jumlah mitokondria yang jauh lebih banyak daripada sel endothelial di pembuluh darah perifer (Abbott et al. 2010).

Walaupun blood-brain barrier bersifat selektif dalam memfasilitasi transport zat keluar-masuk ke otak, senyawa dengan struktur tertentu dapat memasuki otak dengan mudah sebagai contoh: alkohol, kafein, obat obat narkotik dan psikotropika. Pasca terserap oleh dinding usus, senyawa tersebut memasuki peredaran darah dan dapat menembus BBB. Setelah menembus BBB, senyawa senyawa tersebut dapat menunjukan efek farmakologinya di sistem syaraf pusat (Pimentel et al. 2020).

Blood-brain barrier berfungsi sebagai penjaga system pertahanan dan homeostasis otak. Endothelial BBB dengan segala keunikannnya mampu mencegak masuknya zat asing dan patogen ke dalam jaringan otak tak terkecuali masuknya senyawa obat ke otak (Segarra, Aburto, and Acker-Palmer 2021). Kadar oksigen, glukosa, air, protein, ion dan neurotransmitter dalam otak juga diatur oleh BBB. Ketika tubuh kita dehidrasi, kekurangan oksigen atau dalam kondisi puasa, blood-brain barrier melakukan pengaturan sedemikian rupa sehingga komposisi zat essensial penunjang fungsi otak tetap berada pada jumlah yang optimal (homeostasis). Tidak seperti pembuluh darah kapiler di perifer, pembuluh darah di BBB mampu mencegah terjadinya kondisi equilibrium antara kompartmen otak dan kompartmen darah. Pada kondisi normal, konsentrasi nutrient/ion/neurotransmitter di kompartmen otak tidak equilibrium dengan konsentrasinya di pembuluh darah. Sebagai contoh: konsentrasi glutamate dalam peredaran otak adalah 1/50-1/100 kali jumlah glutamate di dalam sirkulasi darah. Selain itu jumlah albumin di kompartmet otak adalah 1/1000 kadar protein albumin di dalam darah (Abbott et al. 2010).

Lalu bagaimana dengan jargon “Jangan memakasi MSG. MSG bikin bodoh”. Apakah semua MSG yang kita konsumsi dapat masuk ke ke otak kita? Riset menunjukan bahwa glutamat yang berasal dari makanan sebagian besar mengalami metabolisme di saluran cerna sebelum masuk ke peredaran darah. Selain itu, proses transport glutamate dari sirkulasi darah ke otak kurang memungkinkan karena adanya protein transporter di endothelial BBB yang memompa glutamate kembali ke peredaran darah. Sebagian besar glutamat di otak tersimpan di vesikel sel syaraf dan vesikel astrocytes. Kelebihan jumlah glutamat di dalam cairan otak dibuang ke peredaran darah oleh transporter glutamat yang berada di endothelial BBB. Dengan demikian, ketika integritas BBB terganggu, endothelial sel gagal mengatur kadar optimal glutamate di dalam otak. Akumulasi glutamate di dalam otak dapat memicu kematian sel syaraf (Hawkins and Viña 2016).

BBB memproteksi system syaraf pusat dari masuknya bakteri pathogen ke jaringan otak. Tak heran apabila kita lebih sering mendengar berita seseorang teinfeksi saluran cerna, infeksi saluran nafas, infeksi kandung kemih, infeksi kulit, mulut, dan mata dibanding kasus infeksi otak. Prevalensi infeksi otak memang lebih kecil daripada infeksi infeksi di organ lainnya (Sarrazin, Bonneville, and Martin-Blondel 2012).  Sistem pertahanan lood-brain barrier, tulang tengkorak dan lapisan meninges (selaput otak) lah yang bekerja mencegah masuknya pathogen ke dalam jaringan otak.

Walaupun BBB memiliki sistem pertahanan yang kuat, namun integritasnya dapat rusak/berkurang oleh beberapa hal. Trauma kepala, proses penuaan (aging), merokok, konsumsi alkohol dan narkotika psikotropika dapat memicu rusaknya pertahanan blood-brain barrier. Kerusakan fungsi BBB umumnya berakibat pada masuknya zat-zat asing ke dalam otak dan perubahan homeostasis otak yang berakibat pada reaksi inflamasi dan gangguan fungsi kerja otak (Wu et al. 2020).

Tauma kepala (mild traumatic brain injury/mTBI) karena benturan dapat menyebabkan neuroinflamasi, edema, kematian sel syaraf dan kerusakan akson. Disamping itu mTBI menyebabkan disfungsi blood brain barrier. Disfungsi BBB terjadi sesaat setelah mTBi dan masih ditemui dua hari pasca trauma otak. Disfungsi ini diperantarai oleh penurunan ekpresi tight junction protein, deformasi astrocytes serta basal lamina. Gangguan fungsi BBB, neuroinflamasi, dan kematian sel syaraf akibat trauma otak selanjutnya memicu penurunan fungsi kognitif dan perubahan respon emosi pasien mTBI (Wu et al. 2020).

Selain traima kepala, proses penuaan (aging) menyebabkan kerusakan pembuluh darah otak. Kerusakan ini meliputi berkurangnya jumlah endothelial BBB, pemanjangan bentuk sel endothelial, penurunan diameter pembuluh kapiler otak, dan penurunan jumlah mitrokondria sel endothelial BBB.  Disamping morfologi pembuluh darah, penuaan turut menurunkan fungsi transport dari endothelial BBB seperti transport glukosa ke dalam otak. Glukosa merupakan sumber energi utama untuk aktivitas sel-sel di otak (Senatorov et al. 2019).

Selain penuaan dan trauma kepala, merokok dapat menurunkan fungsi BBB. Nikotin dalam rokok merusak integritas BBB melalui perubahan ekspresi tight junction protein sehingga membuka jalur difusi melalui ruang antar sel. Selain nikotin, rokok juga mengandung nitrit oksida yang dapat memicu berbagai mekanisme molekuler yang melemahkan integritas BBB. Nitrit oksida memicu stress oksidatif dalam sel endothelial, meningkatkan jumlah reactive oxygen species (ROS) dan radikal nitrogen dan menyebabkan kerusakan mitrokondria.  Sama seperti nikotin, transduksi signal yang dipicu oleh radikal bebas berakibat pada perubahan ekspresi tight junction protein dan degradasinya oleh enzyme matrixmetalloprotease.

Saat ini, merokok tidak hanya dilakukan dengan rokok kretek atau cerutu. Banyak perokok beralih pada vape atau e-ciggarete. Tidak lebih aman dari rokok konvensional, nikotin dari vape (e-cigarette) tetap disfungsi BBB melalui mekanisme yang sama: penurunan ekpresi tight junction protein. Selain itu nikotin dari vape juga menurunkan ekpresi transporter Glut-1 yang membantu masuknya glukosa ke otak. Penurunan fungsi BBB akibat merokok menggunakan vape pada jangka panjang daapt menurunkan daya ingat (Małkiewicz et al. 2020)(Pimentel et al. 2020).

Di samping hal hal di atas, konsumsi alhohol secara berlebihan dapat menurunkan integritas BBB (Laksitorini et al. 2021). Minuman beralkohol tidak hanya merusak usus dan hati namun juga menyebabkan kerusakan otak. Studi pada pecandu alkohol menunjukan bahwa konsumsi alkohol secara berkepanjangan dapat memicu kematian sel syaraf otak dan penurunan kemampuan kognitif.  Metabolisme alkohol di endothelial BBB menghasilkan asetaldehid dan reactive oxygen species (ROS).  ROS mengaktifkan tranduksi signal yang berakibat pada disfungsi blood brain barrier dan neuroinflamasi. Selain alkohol, penyalahgunaan obat obat seperti cocaine, methamphetamine, morphine, dan heroin juga menyebabkan disfungsi BBB. Senyawa senyawa ini dapat memodifikasi konformasi sel endothelial BBB dan menurunkan ekspresi dari tight junction protein.

Remaja memiliki kecenderungan untuk mencoba hal yang baru. Mencoba rokok, minuman beralkohol dan obat obat terlarang termasuk hal hal yang menjadi sasaran remaja untuk mencoba hal baru. Berdasarkan uraian di atas diharapkan bahwa remaja, orang tua dan guru pendamping mengetahui bahwa merokok, minuman berakohol dan obat terlarang memiliki efek negatif terhadap integritas blood-brain barrier. Ketika BBB tidak berfungsi dengan baik maka dapat menyebabkan masuknya sel imun ke dalam jaringan otak dan reaksi neuroinflamasi. Efek jangka panjang dari rusaknya BBB akibat merokok, alkohol dan obat terlarang adalah penurunan fungsi kognitif otak (Małkiewicz et al. 2020). Yuk, jaga otak kita dengan menjaga fungsi blood-brain barrier: garda pertahanan kesehatan otak.

Referensi:

Abbott, N. Joan, Adjanie A.K. Patabendige, Diana E.M. Dolman, Siti R. Yusof, and David J. Begley. 2010. “Structure and Function of the Blood-Brain Barrier.” Neurobiology of Disease 37 (1): 13–25. https://doi.org/10.1016/j.nbd.2009.07.030.

Hawkins, Richard A., and Juan R. Viña. 2016. “How Glutamate Is Managed by the Blood-Brain Barrier.” Biology 5 (4): 1–7. https://doi.org/10.3390/biology5040037.

Laksitorini, Marlyn D. Prasasty Vivitri D. Kiptoo, Paul K. Siahaan, Teruna J. 2014. “Pathways and Progress in Improving Drug Delivery through the Intestinal Mucosa and Blood-Brain Barriers” 5 (10): 1143–63. https://doi.org/10.4155/tde.14.67.Pathways.

Laksitorini, Marlyn D., Vinith Yathindranath, Wei Xiong, Sabine Hombach-Klonisch, and Donald W. Miller. 2019. “Modulation of Wnt/β-Catenin Signaling Promotes Blood-Brain Barrier Phenotype in Cultured Brain Endothelial Cells.” Scientific Reports 9 (1): 1–13. https://doi.org/10.1038/s41598-019-56075-w.

Laksitorini, Marlyn D., Vinith Yathindranath, Wei Xiong, Fiona E. Parkinson, James A. Thliveris, and Donald W. Miller. 2021. “Impact of Wnt/β-Catenin Signaling on Ethanol-Induced Changes in Brain Endothelial Cell Permeability.” Journal of Neurochemistry 157 (4): 1118–37. https://doi.org/10.1111/jnc.15203.

Małkiewicz, Marta A., Andrzej Małecki, Michal Toborek, Arkadiusz Szarmach, and Paweł J. Winklewski. 2020. “Substances of Abuse and the Blood Brain Barrier: Interactions with Physical Exercise.” Neuroscience and Biobehavioral Reviews 119 (October): 204–16. https://doi.org/10.1016/j.neubiorev.2020.09.026.

Pimentel, Emely, Kalaiselvi Sivalingam, Mayur Doke, and Thangavel Samikkannu. 2020. “Effects of Drugs of Abuse on the Blood-Brain Barrier: A Brief Overview.” Frontiers in Neuroscience 14 (May): 1–9. https://doi.org/10.3389/fnins.2020.00513.

Sarrazin, J. L., F. Bonneville, and G. Martin-Blondel. 2012. “Brain Infections.” Diagnostic and Interventional Imaging 93 (6): 473–90. https://doi.org/10.1016/j.diii.2012.04.020.

Segarra, Marta, Maria R. Aburto, and Amparo Acker-Palmer. 2021. “Blood–Brain Barrier Dynamics to Maintain Brain Homeostasis.” Trends in Neurosciences 44 (5): 393–405. https://doi.org/10.1016/j.tins.2020.12.002.

Senatorov, Vladimir V., Aaron R. Friedman, Dan Z. Milikovsky, Jonathan Ofer, Rotem Saar-Ashkenazy, Adiel Charbash, Naznin Jahan, et al. 2019. “Blood-Brain Barrier Dysfunction in Aging Induces Hyperactivation of TGFβ Signaling and Chronic yet Reversible Neural Dysfunction.” Science Translational Medicine 11 (521). https://doi.org/10.1126/scitranslmed.aaw8283.

Wu, Yingxi, Haijian Wu, Xinying Guo, Brock Pluimer, and Zhen Zhao. 2020. “Blood–Brain Barrier Dysfunction in Mild Traumatic Brain Injury: Evidence From Preclinical Murine Models.” Frontiers in Physiology 11 (August). https://doi.org/10.3389/fphys.2020.01030.

Mengenal Kanker dan Terapinya

Kemoprevensi dan Antikanker Monday, 21 January 2019

Kanker merupakan penyakit yang dikenal sangat menakutkan oleh masyarakat. Nama penyakit ini diambil dari “cancer” karena sifatnya menjalar dan mengakar kuat di dalam tubuh.  Istilah lain yang sering disebut bersandingan dengan kanker adalah tumor (neoplasma, yang artinya pertumbuhan jaringan baru). Atau, dalam istilah awam tumor adalah kanker jinak. Oleh ahli kedokteran, kanker dikategorikan dalam bidang ilmu sitologi (cytology), yaitu penyakit yang asalnya dari sel (cyto).  Secara umum, kanker diakibatkan oleh adanya kerusakan dalam pengaturan pertumbuhan dan perkembangan sel.

Sel-sel yang menyusun tubuh kita tumbuh dan berkembang secara beraturan.  Keteraturan tersebut terdiri dari tiga aspek, yaitu (1) perkembangan sel yang didasarkan pada pembelahan sel, (2) perkembangan sel yang didasarkan pada proses diferensiasi sel, dan (3) kesetimbangan jumlah sel yang didasarkan pada kematian sel.  Pada awal perkembangan makhluk hidup lebih banyak terjadi perbanyakan sel melalui proses pembelahan sehingga tubuh makkluk hidup terlihat cepat bertumbuh.  Sementara itu, proses yang tidak kalah penting adalah diferensiasi untuk membentuk sel-sel khusus yang memiliki fungsi khusus yang penting dalam perkembangan mahkluk hidup.  Sebagai contoh, sel dapat berkembang menjadi sel-sel mata untuk penglihatan, sel darah, sel otak, dan lain-lain.  Pada pertumbuhan lanjut, sel-sel penyusun makhluk hidup akan berhenti membelah dan berdiferensiasi.  Untuk menjaga kesetimbangan pertumbuhan sebagian sel yang tidak diperlukan maka sebagian sel akan menjalani kematian secara terprogram (yang dalam istilah ilmiahnya disebut apoptosis).

Kesetimbangan tubuh pada tingkat seluler sangat penting untuk menjaga keharmonisan seluruh proses yang terjadi pada makhluk hidup (metabolisme, pergerakan/movement, berpikir, dan sebagainya).  Penyakit kanker yang disebabkan oleh terjadinya ketidaksetimbangan pertumbuhan pada tahap seluler tersebut terjadi pada tingkat gen, yaitu adanya perubahan yang disebut mutasi.  Oleh karenanya penyakit kanker sering dikaitkan dengan keturunan, namun itu kurang tepat karena pada kenyataannya kerusakan gen yang dapat menyebabkan kanker itu lebih banyak disebabkan oleh faktor kebiasaan hidup dan lingkungan.  Dengan kata lain, faktor keturunan bukan satu-satunya faktor resiko penyakit ini.

Jenis-jenis kanker

            Kanker dapat terjadi pada setiap sel penyusun tubuh meskipun yang paling banyak ditemukan adalah kanker pada sel epitel (sel pelapis luar jaringan/organ).  Kanker diberi nama sesuai dengan asal sel dan jaringannya, misalnya kanker dari epitel dinamakan adenoma, kanker dari darah disebut leukemia, kanker dari jaringan ikat atau tulang dinamakan sarkoma.  Perkembangan kanker dari satu sel yang mengalami perubahan sifat pertumbuhan menjadi kanker yang ganas membutuhkan kurun waktu yang lama (hingga 10 sampai 50 tahun).  Proses perkembangan kanker melalui beberapa tahap yang disebut karsinogenesis.

Pada dasarnya kanker berkembang dari jinak menjadi kanker ganas.  Kanker jinak bisa berupa benjolan yang dibatasi oleh jaringan yang jelas (terlokalisir) dan tidak merusak jaringan sekitarnya (tidak invasif).  Sifat seperti ini disebabkan karena sistem pengaturan pertumbuhan masih dapat berjalan meski kurang sempurna (suppression growth masih berjalan).  Sementara itu, kanker ganas merupakan kanker yang sudah merusak jaringan sekitarnya (invasive) dan bahkan menyebar ke jaringan atau organ lain yang jauh dari asal sel kanker (metastasis).  Fenomena kanker ganas ini terutama terjadi karena kerusakan pertumbuhan yang lebih banyak sehingga sudah tidak mampu lagi menahan pertumbuhan dan perkembangan sel.  Di samping itu, kerusakan pengaturan ini juga dapat menghasilkan enzim yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta memacu terjadinya pembuluh darah baru (angiogenesis).  Angiogenesis sangat diperlukan oleh sel kanker untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisinya.  Pemahaman tentang perkembangan kanker ini penting untuk melakukan terapi secara tepat.

Terapi kanker secara umum

Pengatasan kanker sampai saat ini dilakukan dengan empat pendekatan, yaitu:

  1. Pembedahan. Pembedahan dilakukan pada kanker jinak (tumor) yang masih terlokalisasi. Contohnya pengangkatan benjolan teraba pada payudara.
  2. Radioterapi. Radioterapi merupakan usaha untuk menekan perkembangan sel kanker dengan menggunakan sinar yang berenergi tinggi (misalnya sinar X). Karena berenergi tinggi, sinar tersebut dapat merusak DNA, khususnya DNA sel kanker sehingga mematikan sel tersebut.  Terapi ini kurang selektif karena radiasi juga dapat mengenai sel-sel sehat yang dilewatinya.
  3. Kemoterapi. Kemoterapi adalah terapi kanker menggunakan obat kimia.  Kemoterapi umumnya diberikan melalui infus, suntikan (injeksi), atau melalui pencernaan (per oral, misalnya imatinib).  Obat-obat kemoterapi bekerja dengan cara merusak DNA (contohnya doksorubisin, cisplatin) atau menganggu pengaturan pertumbuhan sel (cell cycle) (contohnya taksol, vinkristin, dan vinblastin).  Cara kerja tersebut juga tidak spesifik pada sel kanker karena baik DNA maupun pengaturan pertumbuhan sel juga ada pada sel sehat.  Oleh karena itu, umumnya obat kemoterapi juga dapat mengganggu pertumbuhan sel-sel sehat yang aktif membelah, contohnya sel epitel usus, sel akar rambut, dan sel-sel sumsum tulang belakang.
  4. Imunoterapi. Imunoterapi adalah terapi kanker yang didasarkan pada sistem kekebalan seluler.  Strategi ini dikembangkan sejak awal tahun 2000-an setelah ditemukan adanya interaksi antara sel-sel kanker dan sel-sel imun dalam tubuh.  Interaksi tersebut salah satunya diperantarai oleh suatu protein (PD-1) yang kemudian diketahui dapat memacu kematian sel kanker.  Penemuan protein PD-1 untuk imunoterapi kanker dianugerahi Hadiah Nobel tahun 2018 untuk bidang fisiologi dan kesehatan (https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2018/press-release/).  Aplikasi imunoterapi umumnya memanfaatkan antibodi yang dapat berinteraksi pada protein penanda sel kanker sehingga dapat menekan pertumbuhan sel kanker tersebut.

Menilik pengaturan pertumbuhan dan pengaturan sel yang sangat kompleks yang melibatkan banyak sekali komponen-komponen pengatur dalam sel, penyakit kanker dipandang sebagai penyakit yang sangat bervariasi dan kompleks penampakannya.  Oleh karena itu, dalam terapinya pun diperlukan pendekatan yang beraneka ragam, misalnya kombinasi di antara berbagai jenis terapi, termasuk pilihan obatnya.  Seluruh upaya terapi tersebut belum dapat menjamin pengobatan yang tuntas sehingga masih diperlukan upaya lain yang bersifat membantu proses terapinya yang dinamakan terapi suportif.  Namun demikian, seluruh proses perkembangan kanker dapat dicegah dengan cara mengatur pola hidup sehat.  Misalnya dengan olahraga yang cukup, menghindari stres, asupan nutrisi yang baik dan seimbang, serta mewaspadai hal-hal yang mencurigakan yang mengindikasikan pertumbuhan tumor/kanker dalam tubuh kita.

 

Narasumber: Prof. Dr. Edy Meiyanto, M.Si., Apt. (guru besar Departemen Kimia Farmasi, ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi UGM)

Editor: Dr. Muthi’ Ikawati, M.Sc., Apt. (Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi UGM)

Terkini

  • Kaki Terasa Sakit Saat Berjalan: Bisa Jadi Tanda Penyakit Arteri Perifer
  • Kenali Kandungan Kosmetik yang aman untuk Ibu Hamil dan Menyusui
  • Revitalisasi Herbal Indonesia: Menjaga Warisan, Membangun Industri Berkelanjutan
  • Kayu Kuning: Satu nama dengan tiga spesies yang berbeda
  • Herbal Nanomedicines Untuk Penyakit Neurodegeneratif: Potensi dan Tantangan Pengembangan
Universitas Gadjah Mada

Kanal Pengetahuan

Fakultas Farmasi

Universitas Gadjah Mada

Sekip Utara, Yogyakarta 55281

email: kpf.farmasi@ugm.ac.id

© Kanal Pengetahuan Farmasi - Universitas Gajah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY