Oleh:
apt. Marlyn Dian Laksitorini, M.Sc., Ph.D. (Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi UGM)
apt. Nunung Yuniarti, M.Si., Ph.D. (Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi UGM)
Otak merupakan bagian vital dari tubuh kita yang memerlukan nutrisi, energi dan oksigen. Walaupun berat otak hanya 2% dari total berat tubuh, organ ini menerima 15% dari jumlah cardiac output (output jantung) dan 20% dari total oksigen yang diserap peredaran darah (Jain, Langham, and Wehrli 2010). Otak bekerja sepanjang waktu bahkan saat kita dalam kondisi tidur. Merokok, konsumsi minuman beralkohol, penyalahgunaan obat narkotika psikotropika dan kekurangan gizi memicu stress oksidatif di dalam otak (Quinteros et al. 2019)(Feoli et al. 2006).
Stres oksidatif memberikan pengaruh negatif terhadap otak. Mitokondria memproduksi radikal bebas oksigen/reactive oxygen species (ROS). Pada jumlah berlebih, ROS merugikan karena merusak komponen sel. Di dalam otak, ROS merupakan salah satu pemicu timbulnya penyakit-penyakit neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimers, dementia (penurunan daya ingat) dan penyakit Parkinson’s. Salah satu cara menetralkan ROS adalah dengan mengkonsumsi antioksidan. Riset mengenai senyawa antioksidan dari bahan alam maupun antioksidan sintetik telah banyak dikerjakan oleh para peneliti. Namun demikian uji aktivitas antioksidan yang dilakukan sebagian besar berupa uji in vitro menggunakan selehingga kurang menggambarkan profil absorpsi, distribusi dan eliminasinya dari tubuh. Di antara berbagai jenis senyawa antioksidan, huperzine A, α-lipoic acid, vitamins C and vitamin E, resveratrol, kurkumin, epigallocatechin-3-gallate, dan senyawa fenolik tergolong antiosidan yang poten. Senyawa senyawa tersebut kecuali huperzine A, dapat dengan mudah ditemui pada berbagai sumber makanan di Indonesia.
Namun, mampukah senyawa poten tersebut menembus sawar darah otak (blood-brain barrier/BBB) untuk menghentikan stress oksidatif yang terjadi di sel-sel otak? Ternyata tidak semua antioksidan terbukti mampu menembus BBB. Walaupun dapat diserap usus dan memasuki sirkulasi darah, tidak semua zat dapat menembus BBB. Sawar darah otak merupakan sistem pertahanan tubuh kita yang memisahkan secara fisik antara peredaran darah dengan jaringan otak. Barier fisik pada BBB berupa pembuluh darah mikro di dalam otak yang sangat rapat dan selektif. BBB mencegah masuknya senyawa asing dan bakteri patogen ke dalam otak. Selain itu BBB turut menjaga homeostasis otak dengan cara mengatur komposisi nutrisi, ion, air, oksigen dan neurotransmiter agar tetap berada pada jumlah optimal untuk menunjang fungsi otak. Ulasan mengenai BBB dapat ditemui pada artikel sebelumnya di link berikut.
Sifat restriktif dari BBB juga dialami oleh senyawa obat yang akan memasuki jaringan otak. Dari small molecule drug yang diteliti, hanya 2% saja yang dapat menembus BBB. Pada obat-obat berukuran besar (>500Da), 100% dari obat yang diteliti tidak dapat menembus BBB (Pardridge 2005). Lalu mampukah antioksidan menembus BBB dan mencapai jaringan otak untuk melaksanakan fungsinya? Sebagian besar antioksidan memiliki struktur molekul yang besar dan meruah (>400Da) dan memiliki banyak gugus hidroksil/OH. Untuk menembus otak dengan difusi pasif, diperlukan molekul kecil yang bersifat lipofilik (larut lemak) dan tidak dikenali oleh efflux transporter. Namun, beberapa antioksidan memiliki sifat berlawanan, yaitu hidrofilik dan berbobot molekul besar. Sebagian jenis antioksidan yang dapat menembus BBB menggunakan bantuan protein transporter. Berikut adalah ulasan beberapa senyawa antioksidan yang mampu menembus BBB:
- α-lipoic acid (LA)
LA terlibat dalam beberapa fungsi dan aktivitas sel seperti penangkapan radikal bebas oksigen dan nitrogen, pengikat logam, dan perbaikan kerusakan protein dan lipid. Selain sebagai antioksidan, LA juga berperan dalam regenerasi senyawa antioksidan lain seperti vitamin E, vitamin C, dan co-enzyme Q10. Senyawa α-lipoic acid (LA) dalam sumber makanan hewani ditemukan dalam bentuk lipollysine. Lipollysine umumnya terkandung di organ tubuh yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi seperti jantung, hati dan ginjal. Organ ini memiliki kandungan lipollysine yang tinggi (hingga 3 μg/gram jaringan) dibandingkan dengan bagian daging (Kaminska and Chwatko 2020). Sayuran seperti bayam (Spinacea oleracea) dan brokoli (Brassica oleracea var. italica) juga mengandung lipollysine namun dalam jumlah relatif kecil dibanding jantung, hati, dan ginjal. Beberapa studi telah mengkonfirmasi bahwa LA mampu menembus BBB (Choi et al. 2015) (Schreibelt et al. 2006). Senyawa ini bersifat lipofilik, berukuran di bawah 400 Da dan bukan merupakan substrat dari efflux transporter. Sifat-sifat tersebut memenuhi kriteria senyawa yang dapat menembus BBB dengan cara difusi pasif.
- Vitamin C (ascorbic acid)
Vitamin C merupakan penangkap radikal bebas di otak dengan cara menghambat peroksidasi fosfolipid di membrane sel. Konsumsi vitamin C diketahui dapat menunda penurunan fungsi kognitif otak pada penyakit Alzheimer’s (Harrison, Bowman, and Polidori 2014). Mendapatkan vitamin C dari makanan cukup mudah. Senyawa ini banyak terkandung pada jeruk manis (Citrus sinensis), jeruk siam (Citrus Nobilis), cabai (Capsicum frutescens.), jambu biji (Psidium guajava), jeruk lemon (Citrus Lemon L.), sirsak (Annona muricata), dan papaya (Carica papaya). Struktur molekul vitamin C bersifat larut air sehingga tidak dapat menembus BBB secara difusi pasif layaknya α-lipoic acid.vVitamin C dapat mencapai otak dengan bantuan glucose transporter (Glut-1) di endothelial BBB (Agus et al. 1997). Glut-1 memiliki tugas pokok menghantarkan glukosa dari peredaran darah dan memasuki otak. Seperti yang kita ketahui bahwa otak memerlukan banyak energi dari glukosa untuk mensupport fungsi-fungsi sel-sel di otak. Pada proses transport vitamin C dengan bantuan Glut-1, vitamin C dikonversi menjadi dehydroascorbic acid. Setelah menembus BBB, dehydroascorbic acid diubah kembali menjadi ascorbic acid.
- Vitamin E
Vitamin E merupakan salah satu senyawa antioksidan yang mampu menembus BBB. Seperti vitamin C, diet vitamin E diketahui dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif otak pada proses penuaan dan penderita Alzheimer’s (La Fata, Weber, and Mohajeri 2014). Vitamin E dapat kita jumpai pada sumber makanan seperti almond (Prunus dulcis), hazelnuts (Corylus avellana), kacang tanah (Arachis hypogaea), biji bunga matahari (Helianthus annuus), ikan salmon (Salmo salar), selai kacang, dan buah paprika merah (capsicum annum L.).
Walaupun tergolong small molecules dan bersifat lipofilik, vitamin E tidak dapat menembus BBB dengan difusi pasif karena dapat dikenali oleh efflux tansporter. Masuknya Vitamin E menembus BBB difasilitasi oleh reseptor SRB1 yang ada di endothelial BBB (Lee and Ulatowski 2019). Penelitian vitamin C sebagai senyawa neuroprotektif sering kali mengkombinasikan Vitamin E dengan selenium. Selenium sendiri terdapat pada daging jerohan dan seafood.
- Resveratrol
Resveratrol merupakan senyawa polifenol yang terkandung dalam buah anggur (Vitis vinifera) mulberries (Morus alba), kacang tanah (Arachis hypogaea), teh hitam (Camellia sinensis) dan teh hijau serta pada minuman anggur. Resveratrol bersifat neuroprotektif. Walaupun resveratrol memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan otak namun resveratrol sukar larut dalam air dan memiliki stabilitas yang rendah. Resveratrol mudah rusak oleh adanya suhu, cahaya, perubahan pH dan enzim. Selain itu resveratrol mudah rusak oleh proses metabolisme di dalam hati. Dengan demikian walaupun resveratrol dapat menembus BBB dan memberikan efek neuroprotektif, namun memerlukan formulasi khusus untuk melindungi resveratrol dari degradasi dan menghantarkannya sampai ke otak.
- Quercetin
Quercetin adalah senyawa jenis flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan dan mampu menembus BBB. Percobaan pada model in vitro BBB menunjukan bahwa quercetin mampu menembus BBB. Secara in vivo, injeksi quercetin secara intravena memberikan efek positif terhadap perbaikan sel syaraf pasca berbagai macam model neuronal injury dan penyakit neurodegeneratif (Ishisaka et al. 2011).
Kandungan quercetin paling tinggi pada sayuran ternyata dapat diperoleh dari bawang bombay (Allium cepa) yang berwarna merah. Selain itu quercetin dapat ditemukan pada bawang merah (Allium cepa L. var. aggregatum), tanaman kale (Brassica oleracea var. sabellica), brokoli (Brassica oleracea var. italica), apel (Malus domestica), anggur (Vitis vinifera), daun teh (Camellia sinensis), sayuran hijau dan kulit buah.
- DHA (docosahexaenoic acid)
DHA merupakan asam lemak tak jenuh omega-3 yang menyumbang 25% komposisi otak manusia. Walaupun DHA bersifat lipofilik, DHA menembus BBB dengan bantuan transporter khusus bernama Mfds2a dan FABP5. DHA merupakan “indirect antioxidant” karena bekerja bukan melalui reaksi redox, melainkan dengan mengaktivasi transduksi signal yang memproduksi antioksidan endogen seperti glutathione dan thioredoxin. Karena merupakan antioksidan endogen di otak, thioredoxin dan glutathione tidak perlu menembus BBB. Penurunan ekspresi antioksidan endogen seperti gluthanione dan thioredoxin berkontribusi munculnya beberapa penyakit neurodegeneratif (Díaz, Mesa-Herrera, and Marín 2021).
DHA banyak terkandung pada ikan berlemak seperti salmon (Salmo salar). Selain itu DHA mudah ditemui pada produk suplemen minyak ikan yang tersedia secara luas di apotek dan supermarket. DHA merupakan salah satu komponen penyusun membran sel. Keberadaan DHA pada membran sel memberikan karakter khusus di membran sehingga endothelial BBB tidak dapat melakukan pembentukan vesikel untuk transport non-spesifik. Dalam kondisi normal, transport non spesifik melewati BBB harus ditekan untuk mencegah masuknya zat asing ke dalam otak secara random. Kecukupan DHA dalam diet mendukung berjalannya fungsi pertahanan BBB dengan cara menekan transport non-spesifik melalui vesikel (Andreone et al. 2017).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua antioksidan dapat menembus BBB. Beberapa senyawa antioksidan dapat menembus BBB karena difasilitasi oleh transporter atau reseptor khusus. Senyawa lain yang dapat menembus BBB secara difusi pasif harus berukuran kecil, bersifat lipofilik dan tidak dikenali oleh efflux transporter. Vitamin C, vitamin E, quercetin, resveratrol dan α-lipoic acid dapat menembus BBB. Dengan demikian sumber makanan nabati dan hewani yang mengandung antioksidan tersebut layak kita prioritaskan untuk hadir di tengah keluarga. Hal lain yang menarik, ternyata mengkonsumsi jerohan (pada jumlah yang tidak berlebih) tidak selalu berdampak buruk karena mengandung senyawa-senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh kita.
Referensi:
Agus, David B., Sanjiv Sam Gambhir, William M. Pardridge, Charles Spielholz, José Baselga, Juan Carlos Vera, and David W. Golde. 1997. “Vitamin C Crosses the Blood-Brain Barrier in the Oxidized Form through the Glucose Transporters.” Journal of Clinical Investigation 100 (11): 2842–48. https://doi.org/10.1172/JCI119832.
Andreone, Benjamin J., Brian Wai Chow, Aleksandra Tata, Baptiste Lacoste, Ayal Ben-Zvi, Kevin Bullock, Amy A. Deik, David D. Ginty, Clary B. Clish, and Chenghua Gu. 2017. “Blood-Brain Barrier Permeability Is Regulated by Lipid Transport-Dependent Suppression of Caveolae-Mediated Transcytosis.” Neuron 94 (3): 581-594.e5. https://doi.org/10.1016/j.neuron.2017.03.043.
Choi, Kang Ho, Man Seok Park, Hyung Seok Kim, Kyung Tae Kim, Hyeon Sik Kim, Joon Tae Kim, Byeong Chae Kim, Myeong Kyu Kim, Jong Tae Park, and Ki Hyun Cho. 2015. “Alpha-Lipoic Acid Treatment Is Neurorestorative and Promotes Functional Recovery after Stroke in Rats.” Molecular Brain 8 (1): 1–16. https://doi.org/10.1186/s13041-015-0101-6.
Díaz, Mario, Fátima Mesa-Herrera, and Raquel Marín. 2021. “Dha and Its Elaborated Modulation of Antioxidant Defenses of the Brain: Implications in Aging and Ad Neurodegeneration.” Antioxidants 10 (6). https://doi.org/10.3390/antiox10060907.
Fata, Giorgio La, Peter Weber, and M. Hasan Mohajeri. 2014. “Effects of Vitamin E on Cognitive Performance during Ageing and in Alzheimer’s Disease.” Nutrients 6 (12): 5453–72. https://doi.org/10.3390/nu6125453.
Feoli, Ana M., Ionara R. Siqueira, Lúcia Almeida, Ana C. Tramontina, Cláudia Vanzella, Sabrina Sbaraini, Ingrid D. Schweigert, Carlos A. Netto, Marcos L.S. Perry, and Carlos A. Gonçalves. 2006. “Effects of Protein Malnutrition on Oxidative Status in Rat Brain.” Nutrition 22 (2): 160–65. https://doi.org/10.1016/j.nut.2005.06.007.
Harrison, Fiona E., Gene L. Bowman, and Maria Cristina Polidori. 2014. “Ascorbic Acid and the Brain: Rationale for the Use against Cognitive Decline.” Nutrients 6 (4): 1752–81. https://doi.org/10.3390/nu6041752.
Ishisaka, Akari, Satomi Ichikawa, Hiroyuki Sakakibara, Mariusz K. Piskula, Toshiyuki Nakamura, Yoji Kato, Mikiko Ito, et al. 2011. “Accumulation of Orally Administered Quercetin in Brain Tissue and Its Antioxidative Effects in Rats.” Free Radical Biology and Medicine 51 (7): 1329–36. https://doi.org/10.1016/j.freeradbiomed.2011.06.017.
Jain, Varsha, Michael C. Langham, and Felix W. Wehrli. 2010. “MRI Estimation of Global Brain Oxygen Consumption Rate.” Journal of Cerebral Blood Flow and Metabolism 30 (9): 1598–1607. https://doi.org/10.1038/jcbfm.2010.49.
Kaminska, Adrianna, and Grazyna Chwatko. 2020. “Estimation of Lipoyllysine Content in Meat and Its Antioxidative Capacity.” Journal of Agricultural and Food Chemistry 68 (39): 10992–99. https://doi.org/10.1021/acs.jafc.0c03778.
Lee, Paris, and Lynn M. Ulatowski. 2019. “Vitamin E: Mechanism of Transport and Regulation in the CNS.” IUBMB Life 71 (4): 424–29. https://doi.org/10.1002/iub.1993.
Pardridge, William M. 2005. “The Blood-Brain Barrier: Bottleneck in Brain Drug Development.” NeuroRx 2 (1): 3–14. https://doi.org/10.1602/neurorx.2.1.3.
Quinteros, Dayane A., Alana Witt Hansen, Bruna Bellaver, Larissa D. Bobermin, Rianne R. Pulcinelli, Solange Bandiera, Greice Caletti, Paula E.R. Bitencourt, André Quincozes-Santos, and Rosane Gomez. 2019. “Combined Exposure to Alcohol and Tobacco Smoke Changes Oxidative, Inflammatory, and Neurotrophic Parameters in Different Areas of the Brains of Rats.” ACS Chemical Neuroscience 10 (3): 1336–46. https://doi.org/10.1021/acschemneuro.8b00412.
Schreibelt, Gerty, René J. P. Musters, Arie Reijerkerk, Lody R. de Groot, Susanne M. A. van der Pol, Esther M. L. Hendrikx, Ed D. Döpp, Christine D. Dijkstra, Benjamin Drukarch, and Helga E. de Vries. 2006. “Lipoic Acid Affects Cellular Migration into the Central Nervous System and Stabilizes Blood-Brain Barrier Integrity.” The Journal of Immunology 177 (4): 2630–37. https://doi.org/10.4049/jimmunol.177.4.2630.