Paparan sinar ultraviolet (UV A dan B) yang berlebihan adalah penyebab utama kanker kulit, termasuk cutaneous melanoma, basal-cell carcinoma, dan squamous-cell carcinoma. Radiasi UV B mendekati 300 nm dapat menembus lapisan kulit bagian stratum korneum dan epidermis serta memiliki energi yang cukup untuk menyebabkan kulit terbakar (eritema). Radiasi lebih tinggi dari 350 nm akan menembus dermis, merangsang pembentukan melanin, dan menghasilkan warna cokelat. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerima sangat banyak sinar matahari dengan intensitas yang tinggi. Di samping mengenakan pakaian pelindung matahari, topi bertepi lebar, kacamata hitam, dan berjalan dengan naungan, salah satu cara untuk melindungi kulit dari sinar UV A dan B yang berbahaya adalah dengan mengoleskan tabir surya (sunscreen). Namun sayangnya, masih banyak orang yang enggan menggunakan tabir surya secara rutin karena belum begitu memahami pentingnya penggunaan tabir surya dan dampak yang dapat dialami jika terlalu banyak dan sering terpapar sinar matahari tanpa pelindung. Berikut ini adalah ulasan informasi seputar tabir surya yang dapat membantu meningkatkan pemahaman pembaca.
Jenis Tabir Surya
Inorganik
Tabir surya Inorganik telah disetujui untuk melindungi kulit manusia dari kontak langsung dengan sinar matahari dengan memantulkan atau menyebarkan radiasi UV pada spektrum yang luas. Bahan aktif tabir surya anorganik antara lain zink oksida, titanium dioksida, silica, dan besi oksida. Secara umum, tabir surya anorganik lebih stabil, lebih tidak toksik, dan lebih aman untuk kulit manusia namun Ketika diaplikasikan di kulit tabir surya jenis ini lebih tampak adanya pigmen putih dan dapat mengotori pakaian. Untuk mengurangi penampakan yang jelas dari penggunaan tabir surya anorganik, dapat dipilih jenis tabir surya yang diformulasi secara nano teknologi (nano partikel). Namun, tabir surya nano partikel ini juga memiliki kelemahan yaitu rentang sinar UV yang terblokir lebih menjadi lebih pendek (hanya dari UVA tingkat II ke UVA), sementara tabir surya tanpa formulasi nano dapat memblokir sinar UV dari daerah UV visibel hingga UVB.
Organik
Tabir surya dari senyawa organik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu zat aktif yang mampu memfilter sinar UVA (anthranilates, dibenzoylmethanases, benzophenones,) dan zat aktif yang mampu memfilter sinar UVB (PABA dan turunannya, salisilat, sinamat, dan senyawa turunan kamphor). Dibandingkan dengan tabir surya inorganik, bahan-bahan tabir surya organik lebih estetik, tidak mengiritasi, tidak mudah menguap, dan tidak begitu tampak di kulit. Karena setiap bahan hanya dapat memfilter satu jenis sinar UV (UVA atau UVB) maka tabir surya ini sering diformulasikan secara kombinasi. Dalam memilih tabir surya organik kombinasi, kita harus lebih berhati-hati karena beberapa kombinasi filter UVA dan UVB sebagai contoh kombinasi antara golongan PABA (UVB filter) dengan benzophenone (UVA filter) dapat memberi efek negatif seperti rasa terbakar pada kulit.
Hibrid Inorganik/organic
Tabir surya hibrid atau campuran diformulasi dengan mengombinasi senyawa inorganik (karbonat, fosfat, kalkogenida, dan derivatnya) dan senyawa organik atau polimer organik. Kombinasi tersebut dapat menambah lebar spektrum tabir surya, lebih tidak toksik, dan Ketika diaplikasikan ke kulit wajah dapat menjadi layer yang baik untuk aplikasi skincare.
Bahan alam
Sesungguhnya tidak ada produk tabir surya yang benar-benar berasal dari bahan alam, karena bahan alam tidak mampu memblokir radiasi sinar UVA dan UVB. Namun, beberapa produk bahan alam dapat digunakan dan dimanfaatkan kandungan antioksidannya seperti vitamin C, vitamin E, senyawa golongan flavonoid, karotenoid, atau fenolik. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi oleh radikal bebas. Antioksidan dapat menetralkan radikal bebas dengan mendonorkan atau menerima elektron atau dengan kata lain membuat molekul radikal bebas menjadi non radikal.
SPF dan PA pada tabir surya
Efisiensi pelindungan terhadap sinar matahari dari suatu produk tabir surya ditentukan melalui nilai SPF (sun protecting factor) dan nilai PA (protection grade). Menurut Food and Drug Administration (FDA), produk komersial harus diberi label dengan nilai SPF yang menunjukkan berapa lama produk tersebut akan melindungi pengguna dari radiasi UVB dan harus menunjukkan seberapa besar efektivitas perlindungan. Nilai SPF umumnya berada di kisaran 6–10 (perlindungan rendah), 15–25 (perlindungan sedang), 30–50 (perlindungan tinggi), dan 50+ (perlindungan sangat tinggi). Secara umum, produk dengan nilai SPF 15 dapat dikatakan mampu menyaring 93% paparan sinar UVB, SPF 30 menghalangi 97%, sementara SPF 50 menghalangi 98% paparan sinar UVB. Namun pernyataan tersebut tidak menilai jumlah radiasi UV yang masuk ke kulit. Pada dasarnya, jumlah radiasi UV yang menembus ke dalam kulit saat menerapkan produk SPF 30 adalah setengah dari jumlah radiasi UV yang menembus kulit dengan SPF 15.Untuk nilai PA, produk tabir surya biasa diberi label dengan kode PA+, PA++, PA+++, dan PA++++ dengan urutan perlindungan terhadap radiasi UVA terendah hingga tertinggi. Untuk kita yang tinggal di negara tropis seperti Indonesia, tabir surya dengan PA ++ hingga PA+++ cukup untuk melindungi kulit.
Manfaat penggunaan tabir surya
Radiasi UV mampu menyebabkan berbagai derajat kerusakan pada kulit tergantung durasi paparan, perbedaan musim suatu daerah, lokasi geografis, karakteristik individu (usia, warna, dan jenis kulit), dan faktor perilaku dan imunologis. Efek akut akibat sinar UV dilaporkan antara lain eritema, sunburn, sedangkan efek jangka panjang antara lain penuaan dini pada kulit, penghambatan sistem kekebalan tubuh, dan peningkatan risiko kanker kulit.
Manfaat utama dari tabir surya adalah melindungi kulit dari radiasi UV dengan meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh paparan sinar matahari. Adanya proteksi dari aplikasi tabir surya ini akan berperan dalam mencegah terjadinya kanker kulit dan gangguan kulit lainnya. Tentu saja, apabila tidak rutin memakai tabir surya, risiko terjadinya gangguan kulit telah disebutkan akan semakin meningkat. Pemakaian rutin tabir surya hendaklah mulai menjadi bagian perawatan demi menjaga kesehatan kulit kita.
Bagaimana mengaplikasikan tabir surya?
Berikut hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan manfaat dari tabir surya, antara lain:
- Rutin menggunakan tabir surya berspektrum luas dengan SPF 15 atau lebih setiap hari.
- Tabir surya penting digunakan sekitar pukul 10.00 hingga 14.00 ketika sinar matahari paling kuat.
- Orang dewasa atau anak-anak dengan ukuran rata-rata membutuhkan setidaknya satu ons tabir surya (kira-kira jumlah yang dibutuhkan untuk mengisi satu gelas sloki) untuk menutupi tubuh secara merata dari ujung kepala sampai ujung kaki. Jumlah yang disarankan dalam mengaplikasikan tabir surya yaitu 2 mg/cm2 untuk memastikan cakupan kulit yang seragam.
- Tidak lupa mengaplikasikan tabir surya ke bagian belakang leher, telinga, bawah bibir, dan area kulit kepala dengan rambut tipis.
- Aplikasi tabir surya dilakukan 15 hingga 30 menit sebelum beraktivitas di bawah paparan sinar matahari agar memberikan waktu yang cukup untuk terbentuknya lapisan tipis tabir surya di permukaan kulit.
- Aplikasi ulang yang sering (setiap 2 jam) secara signifikan meningkatkan efektivitas, terutama jika sedang berenang atau berkeringat. Jika berenang atau berkeringat banyak, maka produk tabir surya yang tahan air atau anti air dapat digunakan.
- Meskipun telah menggunakan tabir surya, tetap saja harus dibarengi dengan menghindari paparan sinar matahari langsung, mengenakan pakaian pelindung, topi, dan kacamata hitam serta mengusahakan berada di tempat yang teduh.
Referensi
- Le Thi Nhu Ngoc, et., al., Cosmetics, 2019, 6, 64, DOI:10.3390/cosmetics6040064
- Guesni, A., et., al., Rapid Communication in Mass Spectrometry, 2020, 34, 8, DOI: 1002/rcm.8679
- Addor, F.A.S., et. al., Anais Brasileiros de Dermatologia, 2022, 97: 204–222, DOI: 10.1016/j.abd.2021.05.012
- Mancebo, S.E., et. al., Dermatologic Clinics, 2014, 32: 427–438, DOI: 10.1016/j.det.2014.03.011
- Passeron, T., et. al., British Journal of Dermatology, 2019, 181: 916–931, DOI: 10.1111/bjd.17992
Penulis
Dr. rer. nat. apt. Siti Nurul Hidayah, M.Sc.1)
Dr. apt. Sekar Ayu Pawestri, S.Farm.2)
1)Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, UGM
2)Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, UGM